Nasional

Sahur Keliling Nyai Sinta Nuriyah Gandeng Lintas Agama, Sasar Kaum Duafa dan Marjinal

Rab, 18 Desember 2019 | 13:00 WIB

Sahur Keliling Nyai Sinta Nuriyah Gandeng Lintas Agama, Sasar Kaum Duafa dan Marjinal

Nyai Hj Sinta Nuriyah pada sebuah acara. (Foto: NU Online/Husni Sahal)

Jakarta, NU Online 
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menganugerahkan gelar doktor kehormatan untuk Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid pada Rabu (18/12). Penmberian tersebut atas dasar kiprahnya membangun pluralitas dan perdamaian di tengah masyarakat Indonesia yang bineka dengan jalan sahur keliling saban bulan Ramadhan sejak 19 tahun silam.

Nyai Sinta menyebut kegiatannya tersebut menggandeng kaum lintas agama setelah menimbang bersama dengan para stafnya. Keputusan untuk mengajak semua komponen suku dan agama yang ada di Indonesia karena selama ini mereka merasa disisihkan.

“Hanya Gus Dur yang tidak menganggap demikian. Mereka sangat berterima kasih kepada Gus Dur,” katanya.

Dengan dasar itu, ia merasa jika mereka diajak bekerja sama melaksanakan kegiatan tersebut, pasti akan senang karena merasa dirangkul dan ‘diorangkan’. 

Keputusan tersebut, menurutnya, sangat tepat dan selaras dengan makna dari ayat suci Al Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, bahwa tujuan Allah menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan, serta menjadikannya bersuku-suku dan bergolongan-golongan, menuntut reaktulasisai terhadap nilai-nilai ketakwaan dalam seluruh tatanan kehidupan manusia, sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di muka bumi ini.

“Hidup secara harmonis, toleran, saling tolong menolong di antara sesama, merupakan tujuan dari ayat tersebut,” pungkasnya.

Sahur Keliling bersama saudara-saudara lintas agama dan keyakinan itu dilakukan dengan menyasar kaum duafa dan marjinal. “Sasaran kegiatan ini adalah kaum dhuafa, kaum marjinal, tukang becak, pengamen, pemulung dan sebagainya,” katanya.

Pelaksanaannya juga, lanjutnya, tidak di tempat yang mentereng dan terang benderang, melainkan di tempat mereka berada, seperti di kolong jembatan, di dekat terminal atau stasiun, di tengah pasar, di lokasi bencana dan sebagainya.

Hal tersebut bertujuan untuk mengajak mereka melaksanakan perintah Allah SWT, menunaikan ibadah puasa bulan Ramadan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, mengingatkan kepada mereka, bahwa di bulan suci Ramadhan Allah melimpahkan rahmat, ampunan (maghfirah) dan dijauhkan dari api neraka.

“Oleh karena itu, kita harus menjalankan puasa Ramadhan dengan sebaik-baiknya, tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga mulai dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari, tetapi juga harus mampu mengendalikan hawa nafsu baik yang bersifat syahwati, maupun nafsu-nafsu lain yang tidak baik dan tidak terpuji, semisal nafsu amarah, serakah, korupsi, mau menang sendiri dan lain sebagainya,” katanya.

Apalagi, lanjut Nyai Sinta, jika dicermati dengan lebih dalam, puasa bukan hanya merupakan rutinitas keagamaan tahunan, tetapi didalamnya banyak terkandung pesan moral serta ajaran nilai-nilai luhur yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti jujur, sabar, sederhana, kasih sayang, keprihatinan, harapan, keuletan hidup dan lain-lain.

Oleh karena itu, puasa seharusnya mampu mengubah perilaku, gaya hidup, serta pola pikir pelakunya ke arah yang lebih baik dan lebih positif dan penuh harapan, karena implikasi dari penyucian jiwa itu, arahnya pada tindakan sosial seperti kasih sayang, tidak arogan, toleran, solider dan berempati kepada yang menderita. 

“Dengan demikian puasa sebenarnya merupakan cara yang paling baik untuk menggalang dan meningkatkan solitadaritas sosial terhadap sesama manusia,” ujar perempuan kelahiran 8 Maret 1948 itu.

Mengingat semuanya itu, maka niatan Nyai Sinta untuk melakukan sahur keliling bersama kaum duafa dan kaum pinggiran kian bertambah mantap. 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi