Nasional

Sarbumusi Jelaskan 3 Aspek yang Harus Dipahami Serikat Buruh

Jum, 9 Juni 2023 | 22:30 WIB

Sarbumusi Jelaskan 3 Aspek yang Harus Dipahami Serikat Buruh

Logo Sarbumusi. (NU Online)

Jakarta, NU Online

 

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Dalail menjelaskan tiga aspek yang harus dipahami dan dikuasai oleh para pengurus serikat buruh. Ketiga aspek itu adalah regulasi, gerakan, dan kesejahteraan. 

 

Menurut Dalail, regulasi merupakan aspek yang paling penting untuk dipahami oleh para pengurus serikat buruh. Ia menyebutkan beberapa undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perburuhan. Semua regulasi itu merupakan hasil dari ratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO.  

 

Salah satu regulasi itu adalah UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Ia menegaskan, para pengurus Sarbumusi di berbagai tingkatan harus memahami regulasi ini sebagai perangkat utama bagi keberlangsungan serikat buruh.

 

Kemudian ada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalail mengatakan, UU ini sudah direduksi dan ditambal-sulam di dalam UU Cipta Kerja atau sekarang adalah UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Berlakunya Perppu Cipta Kerja menjadi UU. 

 

Aspek regulasi ini, kata Dalail, harus sungguh-sungguh dipahami oleh para pengurus serikat buruh, terutama Sarbumusi, karena di dalamnya terdapat aturan mengenai kewajiban dan hak seorang pekerja dengan pengusaha.

 

“Di satu sisi kita harus bangga bahwa ternyata serikat pekerja itu menjadi lex specialis karena punya UU tersendiri. Ternyata serikat pekerja itu bukan LSM, bukan ormas. Posisi kita adalah lex specialis karena diatur oleh UU sendiri. Jadi, secara prinsip, Sarbumusi sudah dilindungi UU 21/2000,” jelas Dalail dalam acara Ngobrol Bareng Sarbumusi (Ngobras) di Kantor DPP K-Sarbumusi, Jalan Raden Saleh I Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2023).

 

Kemudian, setelah diatur mengenai keberadaan serta hak dan kewajibannya, ada pula regulasi yang mengatur soal penyelesaian konflik antara pekerja dengan pengusaha. Hal itu diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 

 

“Semua hal ihwal perburuhan itu sudah diatur dalam 4 UU itu, tinggal bagaimana kita mau mampu untuk menguasai aspek regulasi. Baik hukum maupun non-hukum wajib tahu bahwa kita punya perangkat itu,” tutur Dalail. 

 

Aspek gerakan 

 

Lalu aspek kedua yang harus dipahami adalah gerakan. Dalail menegaskan, ketika melakukan gerakan maka para pengurus serikat buruh harus memahami sejarah perburuhan, baik nasional maupun internasional. Khusus pengurus Sarbumusi, tentu saja harus mengetahui sejarah Sarbumusi.

 

Misalnya sejarah tentang berdirinya Sarbumusi pada 1955 hingga akhirnya difusikan pada 1972 oleh orde baru. Soeharto menghendaki agar organisasi buruh hanya ada satu yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau SPSI. 

 

“Wajib (masuk SPSI). Semua dibekukan atau membubarkan diri, sehingga harus menjadi SPSI. Sampai muncul reformasi. Sampai deklarasi Sarbumusi bangkit. Ini harus menjadi pengetahuan bagi kita semua,” jelas Dalail. 

 

Selain itu, hal yang harus dipahami untuk bisa melakukan gerakan adalah mengetahui isu. Ada banyak isu mengenai dunia perburuhan yang sangat kompleks, antara lain soal upah murah, K3, dan pesangon. 

 

Menurut Dalail, permasalahan buruh sangat kompleks karena ada perbedaan cara pandang antara pengusaha dan buru. Pengusaha memiliki cara pandang untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya, sedangkan buruh punya pandangan bagaimana caranya kerja sedikit tetapi dapat gaji banyak. 

 

“Jadi, ada banyak hal yang menjadi isu, apalagi perempuan, misalnya soal cuti hamil atau maternitas. Itu harus dikuasai betul, itu menjadi prioritas perempuan. Bahkan isu per sektor harus mengerti. Kita tidak bisa berserikat tanpa tahu isu buruh hari ini,” kata Dalail. 

 

Ia mencontohkan, isu yang sedang hangat saat ini adalah soal buruh yang hendak memperpanjang kontrak tapi dengan syarat staycation atau tidur bareng dengan atasannya. Kemudian di dalam isu ini, ada yang disebut politik perburuhan. Hal ini sangat penting untuk menjadi sebuah gerakan. 

 

“Kalau itu bukan anggota kita, kita harus bersikap seperti apa? Maka nanti endingnya ada yang disebut politik perburuhan. Itu penting menjadi sebuah gerakan. Atau kalau itu bukan anggota kita, kita mau diam-diam saja? Ya konteks perburuhan tidak boleh, kita harus melakukan sebuah solidaritas,” jelasnya.

 

Aspek kesejahteraan

 

Terakhir, aspek yang harus dikuasai dan dipahami adalah soal kesejahteraan. Inilah wujud transformasi dari gerakan buruh. Dalail menegaskan, gerakan buruh bukan semata untuk gengsi-gengsian, gagah-gagahan, dan pintar orasi. Tetapi harus ada tujuannya yakni kesejahteraan. 

 

“Titik akhir dari perjuangan kita adalah kesejahteraan. Kita punya visi bisa mensejahterakan buruh dan keluarganya. Endingnya adalah bangsa juga bisa sejahtera,” jelasnya. 

 

Sebagai informasi, Ngobras merupakan program DPP K-Sarbumusi untuk menggelar kajian rutin membahas isu-isu perburuhan. Pada sesi Ngobras yang baru perdana digelar ini, DPP K-Sarbumusi mengangkat tema ‘Buruh dan Masa Depan Indonesia’. Rencananya, agenda Ngobras ini akan rutin dilakukan dua kali dalam sebulan. 

 

Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Syakir NF