Nasional

Sarbumusi Minta Pemerintah Maklumi Demo Tolak UU Cipta Kerja

Kam, 8 Oktober 2020 | 10:45 WIB

Sarbumusi Minta Pemerintah Maklumi Demo Tolak UU Cipta Kerja

Sebagian pelaku aksi demonstrasi di Jakarta, Kamis (8/10). (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online
Wakil Presiden Dalam Negeri Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Sukitman Sudjatmiko meminta kepada pemerintah untuk memaklumi sikap atau reaksi emosional buruh dan pekerja se-Indonesia yang hari ini melakukan demonstrasi menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. 

 

"Di sisi lain pemerintah juga harus melakukan sosialisasi dan dialog bersama pemangku kebijakan ketenagakerjaan," kata Sukitman kepada NU Online melalui telepon, Kamis (8/10). 

 

Ia mengaku sangat memahami kekhawatiran para buruh sehingga melecut semangat untuk berjuang menolak UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama Pemerintah, di Senayan Senin (5/10) lalu.

 

"Saya memahami betul kekhawatiran dan juga semangat teman-teman saat memilih untuk turun ke jalan menolak UU Cipta Kerja ini," kata Sukitman.

 

Ia menegaskan bahwa aksi buruh dan segenap aktivis mahasiswa yang terjadi hari ini, sama sekali tidak ada yang menunggangi. Sebab UU Cipta Kerja, terutama klaster ketenagakerjaan sangat berdampak langsung pada kehidupan pekerja atau buruh itu sendiri.

 

"Semua itu berdampak pada kelangsungan kerja mereka, para buruh dan pekerja di Indonesia," jelas Sukitman.

 

Ia menambahkan secara otomatis, mereka akan juga keluar semangat dan emosinya. "Maka mereka tergerak untuk melakukan aksi. Karena jalan yang paling gampang itu adalah gerakan ekstraparlementer," kata dia.

 

Sukitman meminta juga kepada buruh dan serikat pekerja untuk menempuh langkah hukum secara konstitusional yang telah diatur dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

"Buruh juga harus menggunakan jalur-jalur konstitusional seperti judicial review terhadap berbagai pasal dalam UU Cipta Kerja yang bermasalah," tutur Sukitman.

 

Dengan demikian, tambahnya, berbagai mekanisme konstitusional yang ditempuh itu dapat menjadikan suasana menjadi lebih aman, tertib, dan kondisi negara yang demokratis tetap bisa terjaga.

 

Waspada klaster demo Covid-19

Meski demikian, ia juga menekankan bahwa pilihan terbaik dalam kondisi seperti sekarang ini adalah menjaga diri dan keluarga dari bahaya penyebaran dan penularan Covid-19. Sukitman  juga mengajak buruh untuk mengatur strategi dalam mengambil langkah konstitusional terkait disahkannya UU Cipta Kerja ini.

 

"Kita tahu selama beberapa hari mereka melakukan aksi mogok kerja dan turun ke jalan, ada banyak protokol kesehatan yang juga tidak diterapkan. Saya khawatir justru akan menjadi klaster baru Covid-19 dari aksi turun ke jalan ini," katanya.

 

Oleh karena itu, ia memandang bahwa aksi mogok kerja nasional yang dibarengi dengan unjuk rasa di jalanan itu tidak akan mengubah apa pun terhadap keputusan yang telah ditetapkan. Sukitman menambahkan, UU Cipta Kerja disahkan secara konstitusional maka cara terbaik untuk menolak juga harus dilakukan secara konstitusional.

 

"Yaitu melalui judicial review. Mau tidak mau dan suka tidak suka kita harus memilih jalur konstitusional. Rencananya, kami (Sarbumusi) juga akan menempuh jalur konstitusional di luar aksi demonstrasi," katanya.

 

Sarbumusi akan lakukan judicial review

Sukitman menjelaskan, Sarbumusi akan melakukan judicial review terhadap pasal dalam UU Cipta Kerja dinilai bermasalah yang dapat mengganggu keberlangsungan hidup para buruh dan pekerja.

 

"Judicial review bisa dilakukan setelah UU Cipta Kerja diundangkan di dalam lembar negara. Artinya, setelah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo 30 hari semenjak UU Cipta Kerja ini disahkan DPR beberapa waktu lalu," jelasnya.

 

"Kami (Sarbumusi) menunggu terlebih dulu tanda tangan dari Presiden sebulan ke depan, baru bisa diambil langkah untuk melakukan judicial review," katanya.

 

Judicial review pasal 59

Sebelumnya telah diberitakan di NU Online bahwa Sarbumusi akan berjuang agar pasal 59 dimasukkan ke dalam UU Cipta Kerja.

 

"Ini sikap kita. Kita menerima tapi dengan catatan. Yaitu dengan catatan kenapa kesepakatan yang sudah ada itu (soal pasal 59) tidak diakomodir? Padahal jantungnya serikat ada di sana. Makanya kita akan melakukan judicial review terkait pasal (59) itu," jelasnya.

 

"Kenapa kita ngotot? Karena pasal ini tentang kontrak dan outsourcing yang berdampak pada keanggotaan serikat pekerja/buruh. Kalau pekerja banyak kontrak. Mereka jadi tidak mau berserikat," tambahnya.

 

Sarbumusi menyayangkan pasal 59 yang dihapus dalam UU Cipta Kerja. Selain itu, Sarbumusi juga menolak beberapa substansi permasalahan yang menjadi problem dari RUU Cipta Kerja itu. Menurut Sukitman, terdapat banyak aturan yang tidak sesuai dengan harapan para pekerja atau buruh di Indonesia.

 

"Kami juga menolak proses pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan secara tidak transparan," lanjutnya.

 

Ia menambahkan, aturan soal Tenaga Kerja Asing (TKA) yang juga bermasalah. Sukitman menerangkan bahwa persoalan yang biasanya diatur oleh Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

 

"Tapi ini (keputusannya) hanya LPTKA dan IMTA tidak ada," kata Sukitman.

 

Lebih lanjut ia menuturkan, bahwa iuran jaminan kehilangan pekerjaan dilakukan oleh pekerja dan pengusaha. Hal ini yang kemudian ditolak oleh Sarbumusi. Termasuk juga soal waktu kerja dan waktu istirahat saat jam kerja.  

 

Demonstrasi besar-besaran

Berdasarkan pantauan NU Online, Kamis (8/10) siang, para buruh dan aktivis mahasiswa tengah melangsungkan aksi demonstrasi besar-besaran menolak UU Cipta Kerja. Ribuan massa aksi itu berbondong-bondong melakukan konvoi dengan sepeda motor dan ada juga beberapa rombongan yang memilih untuk berjalan kaki menuju titik pusat aksi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

 

Pada sekitar pukul 13.00 WIB, rombongan aksi massa gabungan dari buruh dan mahasiswa terlihat berjalan dan konvoi di depan Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat. Mereka juga sempat berhenti dan menyanyikan berbagai yel-yel kebanggaan seraya diselingi oleh orasi dari masing-masing individu massa aksi.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan