Nasional

Sarbumusi Soroti Persoalan Buruh di Perkebunan Kelapa Sawit

Jum, 1 September 2023 | 15:00 WIB

Sarbumusi Soroti Persoalan Buruh di Perkebunan Kelapa Sawit

Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin saat mengisi materi dalam diskusi yang mengangkat tema 'Penjajahan Buruh di Perkebunan Sawit, Benarkah?' yang berlangsung di Matraman, Jakarta Timur, pada Kamis (31/8/2023) malam. (Foto: Dok Sarbumusi).

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Federasi Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan (PP F-P4K) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) menggelar diskusi yang menyoroti dan membahas persoalan buruh di perkebunan kelapa sawit. 

 

Diskusi yang mengangkat tema 'Penjajahan Buruh di Perkebunan Sawit, Benarkah?' itu berlangsung di Matraman, Jakarta Timur, pada Kamis (31/8/2023) malam.

 

Presiden Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin menekankan pentingnya upaya dialog sosial di sektor kelapa sawit. Ia mengatakan, kebun kelapa sawit menjadi motor ekonomi yang penting bagi negara beserta jutaan orang yang bergantung pada nafkah.

 

Ia menjelaskan bahwa Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Produksi kelapa sawit tersebut memiliki kontribusi signifikan terhadap devisa negara, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan ekonomi. 

 

Namun, lanjutnya, di balik kesuksesan dan kontribusi itu, terdapat berbagai praktik yang tidak manusiawi. Di antaranya upah murah, ketidakpastian kesejahteraan, dan perlakuan tidak adil terhadap buruh. Hal itu, kata Irham, harus menjadi perhatian bersama secara serius.

 

"Persoalan-persoalan yang dihadapi buruh sawit juga harus dicarikan solusinya," kata Irham melalui keterangan tertulis yang diterima NU Online, Jumat (1/9/2023). 

 

Irham menjelaskan bahwa Indonesia menjadi negara penghasil hampir 60 persen minyak sawit dunia. Seharusnya bisa lebih otoritatif dalam mempromosikan bisnis sawit berkelanjutan.

 

"Di dalamnya ada pilar kepatuhan ketenagakerjaan dan perburuhan yang perlu terus dipromosikan,” ujar Irham.

 

Kondisi Buruh di Industri Sawit
Sarbumusi juga menghadirkan Wakil Kepala Desk Regional Kompas Group Rini Kustiasih. Di dalam diskusi itu, Rini menjelaskan bahwa kondisi buruh pada industri sawit di Indonesia disorot oleh dunia internasional. Sebab, industri sawit Indonesia berkembang maju tetapi buruh di lapangan tetap belum sejahtera.

 

"Ada beberapa temuan, buruh sawit dilema karena belum sejahtera. Buruh harian lepas. Digaji saat bekerja. Hak pekerja tidak memadai dan layak. Tak ada jaminan kerja, kesehatan, pensiun, dan lain-lain," papar Rini.

 

Ia mengatakan, pekerjaan ini merugikan perempuan dan anak-anak yang bekerja membantu suami di kebun. Mereka tak diakui sebagai pekerja. Statusnya pekerja tidak terlihat yang memperoleh upah Rp110 per hari dan sebulan Rp2,2 juta.

 

"Dilemanya, bekerja lebih dari 3 tahun, belum diangkat sebagai pegawai tetap. Sangat miris. Tidak ada kepastian status pekerja," paparnya.

 

Bahkan, kata Rini, buruh dimanfaatkan untuk politik 'pencalegan'. Mereka didata melalui kartu tanda penduduk (KTP), lalu suaranya 'dijual' dan dieksploitasi di Kalimantan.

 

"Tapi harus diakui, ada buruh yang kesejahteraannya baik. Yang bekerja di perusahaan bersertifikat. Status pekerjaannya jelas. Menikmati hak mereka. Ini di Sumatra Utara. Masih digaji, meski mengalami kecelakaan kerja," jelasnya.

 

Sementara itu, Steering Comitee Jejaring Serikat Pekerja/Serikat Buruh Sawit Indonesia (Japbusi) Jeck Supardi mengaku masih banyak pelanggaran dalam praktik perkebunan kelapa sawit. Di antaranya jaminan sosial, jam kerja, status kerja, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), hingga persoalan sengketa lahan antara pengusaha dan warga.

 

Ke depan, ia berharap agar dialog dapat lebih sering dilakukan supaya bisa membahas setiap persoalan yang ada. Ia mengajak semua pemangku kebijakan untuk dapat bersama-sama memajukan hak-hak buruh.

 

"Pelanggaran memang masih ada, tapi praktik baik juga kita lakukan sejak dinaungi Japbusi. Kita seringkali ber-audiance dengan GAPKI. Mana perusahaan yang nakal kita bahas agar terurai persoalan yang ada," paparnya.

 

Perjalanan Industri Sawit ke Indonesia
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bidang Pengembangan SDM Sumarjono Saragih menceritakan perjalanan industri sawit masuk ke Indonesia. 

 

Industri sawit pertama kali masuk ke Indonesia pada 1848. Bermula hanya 4 biji, lalu dikomersialisasikan di Aceh pada tahun 1911 yang dimulai dari luas areal perkebunan 30 hektare.

 

"Sampai saat ini sudah ada sekitar 16 juta hektar dan menobatkan Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar dunia," jelas dia.

 

Sumarjono pun tak menampik adanya pekerjaan rumah (PR) yang harus dihadapi oleh pengusaha. Oleh karena itu kolaborasi multipihak yang dipimpin oleh pemerintah sangat diperlukan.

 

"Karena di sini ada 58 persen (kebun kelapa sawait) milik perusahaan, 42 persen adalah petani. Petani ini tidak semua kecil, artinya di sana ada tanggung jawab yang harus dijalankan," jelasnya.

 

Sumarjono mengatakan, GAPKI tak menutup diri untuk mendapat masukan dari berbagai pihak, agar dapat ditemukan solusi bersama untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi pengusaha dan buruh di perkebunan kelapa sawit.

 

"Sawit yamg tersebar di 160 Kabupaten ini masih minim pengawasan. Jadi kadang-kadang ada kelupaan hak dan kewajiban. GAPKI sebagai organisasi pengusaha yang sifatnya sukarela. Oleh karena itu, kita menjadi organisasi yang terbuka. Kita coba sama-sama apa yang bisa dilakukan sesuai tugas masing," jelas Sumarjono.