Nasional

Savic Ali: Pendekatan Represif di Proyek Strategis Negara Tak Boleh Terulang

Ahad, 24 September 2023 | 12:01 WIB

Savic Ali: Pendekatan Represif di Proyek Strategis Negara Tak Boleh Terulang

Ketua PBNU Mohamad Syafi' Alielha atau Savic Ali. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendalami indikasi pelanggaran HAM dalam peristiwa kericuhan di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Berdasarkan temuan di lapangan, terdapat pengerahan kekuatan berlebihan dari gabungan aparat dan penggunaan gas air mata kepada masyarakat pada 7 September dan 11 September 2023.

 

Menanggapi temuan Komnas HAM, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali) meminta aparat tak lagi menggunakan pendekatan represif dalam mengawal proyek strategis nasional (PSN) pemerintah.

 

"Pendekatan kekerasan enggak boleh diteruskan. Rakyat kita sudah mengalami kekerasan di rezim orde baru selama 32 tahun, sebelumnya di bawah penjajahan. Tidak semestinya di era sekarang pendekatan kekerasan kembali dilakukan. Ini harus dihentikan," kata Savic kepada NU Online, Sabtu (23/9/2023).

 

Aparat keamanan, kata Savic, harus sadar bahwa yang dihadapi ini rakyat sendiri dengan segenap kelemahan dan kekurangan. Lebih jauh, Aparat keamanan ini dibekali senjata oleh negara bukan untuk menganiaya rakyatnya tapi untuk melindungi. 

 

"Jadi pertama-tama pendekatan kekerasan harus dihentikan dan tak boleh terjadi lagi," tegasnya.

 

Hal ini selaras dengan keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2023 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur meminta pemerintah menghentikan tindak kekerasan yang terjadi di Rempang.

 

"Pertama, sikap kita dalam misi Rempang ini penggunaan pendekatan keamanan dan kekerasan dalam sengketa tanah rakyat harus dihentikan," kata KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) membacakan hasil Komisi Rekomendasi Munas-Konbes 2023.

 

Temuan Komnas HAM

 

Hasil temuan Komnas HAM dilapangan terungkap sekitar 1.000 personel telah dikerahkan untuk menangani insiden tersebut. Temuan ini muncul setelah Komnas HAM meminta keterangan dari Kapolresta Barelang mengenai insiden tersebut.

 

Komisioner HAM Pendidikan dan Penyuluhan, Putu Elvina mengungkapkan, pengerahan sebanyak 1.000 personel gabungan tersebut terjadi saat kegiatan pematokan tata batas di Pulau Rempang oleh BP Batam pada tanggal 7 September 2023.

 

Pengerahan seribuan pasukan ini sebagai langkah antisipasi terhadap potensi kerusuhan yang mungkin terjadi akibat penolakan masyarakat Pulau Rempang terhadap relokasi.

 

Menurut Puju Elvina, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Kapolresta Balerang, pengamanan dalam penanganan kericuhan di Pulau Rempang telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Selain itu, Kapolresta Balerang juga menyatakan penggunaan gas air mata tidak ditujukan secara khusus ke lokasi SDN 24 Galang dan SMPN 22 Galang.

 

Namun, karena faktor arah angin, gas air mata tidak dapat dihindarkan masuk ke dalam lingkungan sekolah. Sehingga berdampak pada para siswa dan guru di area tersebut.

 

Sebelumnya, Pengembangan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam menuai konflik antara aparat gabungan TNI-Polri dengan warga.

 

Warga yang menolak pemasangan patok sebagai langkah relokasi terlibat bentrok pada Kamis (7/9/2023). Polisi berusaha menerobos barikade warga dengan membawa water canon dan gas air mata untuk membubarkan massa. Sementara massa melawan dengan melempari aparat menggunakan batu.

 

Anak-anak turut terkena gas air mata dalam peristiwa tersebut. Lokasi keributan dekat dengan lingkungan sekolah. Perlawanan berlanjut. Bentrok kembali terjadi dalam unjuk rasa warga di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (11/9/2023).

 

Polda Kepulauan Riau telah menangkap 43 orang peserta aksi yang diduga bertindak kriminal serta melawan petugas.