Nasional

Sayangkan Tindak Kekerasan Santri di Kediri, RMI PBNU Dorong Terwujudnya Pesantren Ramah Anak

Sel, 27 Februari 2024 | 17:45 WIB

Sayangkan Tindak Kekerasan Santri di Kediri, RMI PBNU Dorong Terwujudnya Pesantren Ramah Anak

Anggota Pengurus RMI PBNU H Ulun Nuha. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Anggota Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ulun Nuha (Gus Ulun) menyayangkan tindak kekerasan yang menewaskan seorang santri di Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah yang berada di Mojo, Kediri, Jawa Timur. 


Ia mengatakan bahwa pondok pesantren seharusnya menjadi ruang aman dan nyaman bagi santri untuk belajar dan bertumbuh, sehingga kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dibenarkan apalagi sampai menelan korban jiwa.


“Sangat prihatin dan sedih. Pesantren harus jadi ruang aman, tindak kekerasan tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan,” kata Gus Ulun kepada NU Online, Selasa (27/2/2024).


Ia juga mengatakan bahwa mata rantai kekerasan yang terjadi secara berulang di pesantren harus segera mendapat solusi, salah satunya dengan mendorong terwujudnya pesantren ramah anak. 


Harapan yang tertanam untuk pesantren ramah anak, selain unggul pada kemampuan secara agama, juga diharapkan mampu mengentaskan kompleksnya permasalahan pondok pesantren terkait kekerasan.


“Pesantren ramah anak menjadi satu dari sekian solusi guna mewujudkan pemerataan pendidikan yang mendukung upaya kehidupan ramah terhadap anak,” jelasnya.


Menurutnya, urgensi pesantren ramah anak dibutuhkan karena meski pondok pesantren mengajarkan pedoman akhlakul karimah, tetap ada saja permasalahan, baik dari individu santri maupun oknum tertentu. Permasalahan itu antara lain perundungan atau bullying, kekerasan seksual, senioritas, diskriminasi atas perbedaan, dan lain sebagainya.


Hal tersebut, lanjut Gus Ulun, menjadi evaluasi besar-besaran bagi penggerak kebijakan pendidikan. Dengan begitu, konsepsi ini menjadi jembatan harapan untuk menciptakan ruang aman dan menumbuhkan kesadaran yang kritis dari santri ataupun lingkungan sekitarnya dalam mewujudkan generasi emas Indonesia.


“Setidaknya konsepsi pesantren ramah anak, harus terbangun dari indikator dengan persetujuan secara moral bagi kemaslahatan bersama,” ungkapnya.


Gus Ulun mengajak semua pihak khususnya internal kepesantrenan untuk berkolaborasi, saling terikat dengan orang tua dan masyarakat untuk mewujudkan pesantren ramah anak yang sesuai harapan. Sebab pesantren merupakan lembaga yang amat fungsional dengan orang tua, sehingga dibutuhkan kedekatan emosional dari lembaga pesantren dengan orang tua.


“Bagaimanapun juga, santri-santri tersebut berada di bawah kasih sayang orang tua, maka pesantren harus bisa memahami kebutuhan setiap santri dengan membangun hubungan yang baik bersama wali atau orang tua santri,” jelasnya.


Gus Ulun menambahkan bahwa Nabi Muhammad telah mengajarkan atas kehidupan pesantren yang ramah pada anak-anak, dengan mengangkat nilai-nilai tumbuh-kembang mereka secara, maksimal. Sesuai tuntunan yang termaktub pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi.


“Dari konsepsi ini nanti, harapan besarnya adalah pondok pesantren mampu menciptakan ruang aman dan nyaman bagi anak, tanpa diskriminasi apalagi kekerasan terhadap anak,” tandasnya.