Nasional TWEET TASAWUF

Sejumlah Wadah Nikmat untuk Mencapai Maqom ‘Alhamdulillah’

Sen, 15 Juli 2019 | 15:00 WIB

Jakarta, NU Online
Mengucap syukur dan mengembalikannya dalam praktik kehidupan sehari-hari merupakan keniscayaan yang perlu dilakukan manusia kepada Allah SWT.

Hal itu dijelaskan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim. Bahkan menurutnya, ‘alhamdulillah’ (segala puji hanya untuk Allah) ada maqomnya tersendiri. Ia bisa dicapai ketika manusia mampu menyediakan wadahnya.

“Bangsa ini harus siap dengan maqom Alhamdulillah, yakni dengan menyiapkan wadahnya Nikmat: Syukur, Optimisme, Saling mendukung (saling berbagi nikmat), Melawan diri sendiri, Berbagi doa, Rajut cinta kasih, Ketaatan, kehambaan, Kufur nikmat itu siksaan, Agungkan Tuhan,” jelas Kiai Luqman, Senin (15/7) lewat twitternya.

Dalam penjelasan lain, Direktur Sufi Center ini menyatakan, perkara syukur merupakan salah satu bagian terpenting dalam berislam. Namun menurutnya, manusia kerap lupa sehingga kehidupan serasa berat untuk dijalani.

Kiai Luqman menuturkan, sabar dan syukur harus melekat pada diri seorang Muslim meskipun tidak jarang seseorang beranggapan bahwa sabar lebih berat ketimbang bersyukur.

“Anda selalu mengatakan sabar itu berat. Padahal syukur itu lebih berat. Dalam 1440 menit (sehari semalam), Anda bersyukur berapa kali?” ucapnya.

Menurut penulis buku Jalan Hakikat ini, cobaan hidup yang mendera setiap manusia akan terasa berat dijalani jika tidak dilalui dengan rasa syukur. Namun, seberat apapun cobaan tersebut, akan terasa ringan ketika manusia tetap bersyukur.

“Seberat apapun cobaan, ketika Anda ucapkan syukur yang dalam, segalanya akan ringan,” terang Kiai Luqman.

Ia mengisahkan seorang Nabi yang bertanya kepada Allah SWT perihal bagaimana cara mensyukuri nikmat.

“Seorang Nabi bertanya kepada Allah SWT. Bagaimana aku bisa mensyukuri Nikmat-Mu. Sedangkan satu rambut yang tumbuh saja merupakan nikmat tiada tara?"

"Cukuplah engkau menyadari bahwa semua nikmat itu datang dari-Ku. Itu sudah merupakan syukurmu kepada-Ku," jawab Allah SWT kata Kiai Luqman.

Lebih jauh, Kiai Luqman melihat bahwa bangsa Indonesia terlalu yakin kepada dirinya sendiri, pada persoalan moneter, perusahaan, dan kekuasaan. Menurutnya, tahap bersyukur merupakan langkah penting untuk memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki negara.

“(Kita) lebih yakin pada diri sendiri, pada moneter, pada perusahaan, dan pada kekuasaan,” tutur Direktur Sufi Center Jakarta ini.

Dengan kata lain, menurut Kiai Luqman, bangsa ini mengalami krisis syukur kepada Allah. Hal ini tidak sebanding dengan ungkapan rasa syukur bangsa ini pada situasi dan dukungan yang hadir kepadanya.

“Bangsa ini mengalami krisis syukur kepada Allah, lebih syukur pada situasi dan dukungan. Bangsa ini krisis ikhlas, lebih senang dengan riya' dan takjub diri,” tandas Praktisi Tasawuf ini. (Fathoni)