Nasional LITERASI DIGITAL

Seminar Literasi Digital di Aceh Ungkap Jejak Kitab Tafsir Al-Qur'an Terlengkap Pertama di Nusantara

Sel, 30 Agustus 2022 | 18:00 WIB

Seminar Literasi Digital di Aceh Ungkap Jejak Kitab Tafsir Al-Qur'an Terlengkap Pertama di Nusantara

Seminar literasi digital di UIN Ar-Raniry mengungkap jejak kitab tafsir Al-Qur'an terlengkap pertama di Nusantara adalah hasil karya ulama Aceh. (Foto: dok. istimewa)

Banda Aceh, NU Online

Seminar Literasi Digital Karya Ulama Aceh yang digelar Lembaga Ta’lif wan Nasyr Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LTN PWNU) Aceh mengungkap jejak kitab tafsir Al-Qur'an terlengkap pertama di Nusantara adalah hasil karya ulama Aceh.


Hal itu diungkapkan A. Ginanjar Sya’ban, filolog sekaligus pengurus LTN PBNU yang banyak mengkaji manuskrip ulama asal Aceh. Seminar Literasi Digital Karya Ulama Aceh terselenggara berkat dukungan Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) dan LTN PBNU.


"Kitab tafsir Al-Qur'an terlengkap pertama di nusantara berjudul Tarjuman al-Mustafid tersebut ditulis oleh Syekh Abdul Rauf Singkil pada tahun 1693 Masehi. Kitab tersebut ditulis dalam bahasa Jawi atau Melayu aksara Arab," ungkapnya kepada NU Online, Senin (29/8/2022).


Selain kitab tafsir Syekh Abdur Rauf Singkil, Ginanjar juga mengungkapkan banyak manuskrip karya ulama Aceh tempo dulu yang kini tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.


“Di sana juga terdapat kitab tasawuf karya Syekh Abdur Rauf Singkil lainnya yang ditulis dalam bahasa Arab,” jelas dia.


Di Perpustakaan Universitas Leiden pula terdapat kitab karya Syekh Abbas bin Muhammad Kuta Karang yang disalin T. Nyak Banta, Panglima XXVI tahun 1891.


Menurut Ginanjar, Aceh adalah kiblat utama dalam sejarah tradisi keilmuan Islam di kawasan Asia Tenggara. Daerah dengan syariat Islam ini juga memiliki kekayaan khazanah sejarah peradaban Islam yang melimpah ruah. 


“Mulai dari artefak, catatan sejarah, arsip dan juga manuskrip karya ulama. Bahkan tradisi penulisan karya ulama Nusantara bermula dari Aceh,” jelas Ginanjar.


Beberapa karya ulama Aceh, tutur dia, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Nuruddin ar-Raniry, dan Abdur Rauf Singkil adalah tonggak kebangkitan kitab kesusastraan Melayu-Nusantara Klasik.

 

“Ulama Aceh mengilhami juga karya-karya ulama wilayah kepulauan Asia Tenggara generasi berikutnya,” tutur Ginanjar.


Acara yang dilaksanakan di Aula Biro Rektor UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh, Senin (29/08/2022) itu dihadiri sekitar 200 peserta dari unsur pemerhati sejarah Aceh, ulama, akademisi, organisasi kemasyarakatan dan pemuda, santri dan mahasiswa. Sejumlah peserta lainnya dari kabupaten/kota di Aceh juga hadir secara virtual.    


Sementara itu, Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali memaparkan tentang empat tahapan yang harus dipahami seseorang dalam belajar beragama di dunia maya, yaitu mengenal tahapan dan prioritas belajar, memilih guru, selektif dan tabayun terhadap konten, serta menentukan channel belajar agama di dunia maya.


Tetapi, Abu Faisal mengingatkan bahwa belajar agama dengan hadir ke majelis ilmu di masjid dan pesantren juga harus dilakukan.


“Apalagi praktik shalat, tidak bisa dilakukan secara virtual,” ujarnya.


Dalam memilih guru, menurut Abu Faisal, juga sebaiknya memilih guru yang bersanad jelas dan baik. Juga sangat penting bagi seseorang untuk memilih konten yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan mencerminkan akhlakul karimah.


Kontributor: Helmi Abu Bakar

Editor: Fathoni Ahmad