Nasional

Shalawat Badar dan Ya Lal Wathan Menggema di DPR Usai UU Pesantren Disahkan

Sel, 24 September 2019 | 10:07 WIB

Shalawat Badar dan Ya Lal Wathan Menggema di DPR Usai UU Pesantren Disahkan

Rapat Paripurna DPR RI. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren pada Selasa (24/9) di Gedung Nusantara II, Kompleks Kantor DPR RI, Senayan, Jakarta.

Setelah ketukan itu, Fahri mempersilakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin untuk memberikan pandangan terakhir Presiden Joko Widodo.

Di atas mimbar, Lukman menyampaikan bahwa RUU Pesantren dibuat karena adanya kebutuhan mendesak atas independensi pesantren berdasarkan fungsinya, yakni dakwah dan pemberdayaan masyarakat. RUU tentang Pesantren ini juga merupakan bentuk afirmasi dan fasilitasi bagi pesantren.

Usai ketukan palu Fahri Hamzah sebagai Pemimpin Rapat Paripurna Kesepuluh DPR RI masa kerja 2014-2019, shalawat badar menggema di gedung yang dibangun pada 8 Maret 1965 itu.

“Shalaatullah salamullah ‘ala Thaha Rasulillah, shalatullah salaamullah ‘alaa Yasin habillah,” ucap hadirin di bagian atas belakang melantunkan shalawat. Lantunan shalawat ini juga menggema dari para anggota dewan dan hadirin.

Usai mendengar pandangan presiden melalui menteri agama, Fahri kembali mengajukan persetujuan kepada para anggota yang hadir pada Rapat Paripurna tersebut. 

“Terakhir saya menanyakan kepada seluruhnya, apakah pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan RUU tentang pesantren dapat disahkan menjadi Undang-Undang?” tanya Wakil Ketua DPR RI itu.

“Setuju!” teriak seluruh anggota di ruangan tersebut.

Menteri Agama yang didampingi oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin dan  Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ahmad Zayadi pun dipersilakan meninggalkan ruangan tersebut,

Para hadirin pun beranjak keluar ruangan sembari menggemakan lagu Syubbanul Wathan. “Ya lal wathan ya lal wathan ya lal wathan, hubbull wathan minal iman wa laa takun minal hirman, inhadlu ahlal wathan,” ucap para hadirin.

Sebelum disahkan, Ketua Komisi VIII Ali Taher menjelaskan poin-poin strategis dalam peraturan tersebut di depan forum paripurna.

Di antaranya, Panja RUU Pesantren telah melakukan perubahan nama dari awalnya bernama RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi RUU Pesantren. Selain itu, RUU Pesantren turut mengatur dana abadi pesantren tetap menjadi bagian dari dana pendidikan.

Tak hanya itu, Ali menjelaskan bahwa proses pembelajaran Pesantren memiliki ciri yang khas, dimana ijazah kelulusannya memiliki kesetaraan dengan lembaga formal lainnya dengan tetap memenuhi jaminan mutu pendidikan.

Ali menyatakan Panja RUU Pesantren sudah menyerap berbagai aspirasi masyarakat dalam menyusun peraturan tersebut melalui mekanisme rapat dengar pendapat. Salah satunya mengundang seluruh perwakilan ormas Islam dan perwakilan pesantren yang ada di Indonesia.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad