Nasional

Soal Majelis Taklim, Kemenag Sebut Keputusan Menteri Sebagai Penguatan

Sab, 4 Januari 2020 | 18:40 WIB

Soal Majelis Taklim, Kemenag Sebut Keputusan Menteri Sebagai Penguatan

KH Said Aqil Siroj meyimak pengajian kitab yang diampu oleh KH Anwar Mansur di Pesantren Lirboyo

Jakarta, NU Online
Menteri Agama Fachrul Razi melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim (MT) mengharuskan majelis taklim terdaftar di Kementerian Agama. KMA tersebut disebutnya untuk penguatan terhadap majelis taklim.

"Melalui KMA No 29 Tahun 2019 ini, Kementerian Agama sudah memulai memberikan penguatan terhadap keberadaan MT," kata Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag, Juraidi kepada NU Online, Ahad (1/12) malam, melalui sambungan telepon.

Menurut Juraidi, selama ini majelis taklim berperan nyata di tengah-tengah masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberadaannya menjadi solusi bagi orang-orang yang tidak memiliki akses dalam menimba ilmu.

Namun sayangnya, perhatian pemerintah terhadap lembaga nonformal ini masih kecil. Padahal menurutnya, konstitusi melalui UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bagian kelima pasal 26 ayat (4) dan PP 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan pasal 21 ayat (1) menyebut secara eksplisit bahwa majelis taklim merupakan lembaga pendidikan nonformal.

"Mestinya Majelis Taklim berhak atas anggaran fungsi pendidikan yang 20 persen dari anggaran negara karena justru majelis taklim yang melaksanakan pendidikan agama kepada masyarakat, kepada kelompok-kelompok khusus yang tidak terjangkau dan tersentuh dunia pendidikan formal," ucapnya.

Melalui KMA ini, pihaknya berupaya memberikan perhatian dan bantuan ke majelis taklim agar manajemen pengelolaannya meningkat, sehingga keberadaannya semakin dapat memberdayakan masyarakat di sekitarnya.

"Pemerintah perlu melakukan pembinaan, meningkatkan kompetensi ustadz dan ustadzah, pengurus, manajemen pengelolaan. Bagaimana MT bisa mengakses bantuan pemerintah? Tentu ada persyaratan-persyaratan yang harus diketahui dan dipenuhi oleh MT. Hal-hal semacam ini jangan disalahpahami sebagai bentuk campur tangan pemerintah kepada MT," paparnya.

Sementara dalam hal jumlah jamaah, majelis taklim setidaknya memiliki 15 jamaah. Hal itu tertera pada Bab II tentang Pendaftaran, pasal 6 ayat (3) huruf c. Menurutnya, persyaratan-persyaratan tersebut sebagai upaya memotivasi dan penguatan majelis taklim dalam merekrut jamaah.

"Hal ini harus dipahami sebagai bentuk penguatan, dan motivasi kepada pengurus untuk merekrut jamaah, semakin banyak yang terbina, semakin baik masyarakat kita.
 

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Alhafiz Kurniawan