Nasional

Soal Wadas, Ganjar: Saya yang Bertanggung Jawab, kepada Polisi Warga Agar Dibebaskan

Rab, 9 Februari 2022 | 14:15 WIB

Soal Wadas, Ganjar: Saya yang Bertanggung Jawab, kepada Polisi Warga Agar Dibebaskan

Penangkapan sejumlah warga Wadas oleh polisi yang menolak proyek tambang dan bendungan. (Foto: twitter @Wadas_Melawan)

Jakarta, NU Online

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo nyatakan bertanggung jawab soal kekisruhan yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. 


“Saya minta maaf dan saya yang bertanggung jawab,” kata Ganjar lewat Twitternya, Rabu (9/2/2022).


Permintaan maaf juga disampaikan oleh Ganjar dan mengatakan bahwa dirinya telah meminta pihak kepolisian untuk melepaskan dan memulangkan warga yang ditangkap.


“Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Purworejo, terutama masyarakat Desa Wadas. Kemarin malam saya sudah menelpon Pak Kapolda dan Wakapolda. Saya menyampaikan agar warga Wadas dibebaskan dan kami bersepakat (insyaallah) hari ini warga akan dipulangkan,” terang Ganjar.


Ganjar mengatakan, pihaknya berupaya untuk membuka dialog guna menemukan benang merah yang diharapkan dapat menguntungkan semua pihak.


“Selanjutnya, kami membuka ruang dialog dengan difasilitasi Komnas HAM agar penyelesaian masalah ini menjadi kebaikan untuk semua pihak,” ucap dia.


Kronologi penangkapan warga Wadas

Dalam beberapa pemberitaan disebutkan, pada Selasa (8/2/2022) sebanyak 60 warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah ditangkap aparat kepolisian.


Penangkapan itu dilakukan karena mereka dianggap melakukan provokasi dan penolakan terhadap pengukuran lahan yang akan digunakan untuk penambangan batu andesit.


Sekitar pukul 07.00 WIB, seorang warga Wadas yang sedang sarapan di sebuah warung dekat Polsek Bener ditangkap tanpa ada alasan yang jelas.


Lalu, sekitar pukul 09.30 WIB, akses masuk ke Desa Wadas dipadati aparat polisi dengan bersenjata lengkap. Setengah jam kemudian sejumlah aparat kepolisian mulai memasuki Desa Wadas dan merobek serta mencopot poster-poster yang berisikan penolakan terhadap rencana pertambangan batu andesit di desa tersebut.


Pada pukul 12.00 WIB, situasi dirasakan semakin mencekam karena ribuan aparat kepolisian mengepung dan menangkap warga yang sedang bermujahadah di masjid di Dusun Krajan. Dalam kejadian itu sedikitnya ada 60 warga yang ditangkap tanpa alasan yang jelas. 

 

Hentikan proyek tambang dan bendungan

Sebelumnya, Direktur Program Democracy and Social Justice PVRI Mohamad Hikari Ersada juga menegaskan bahwa situasi yang menimpa masyarakat Desa Wadas hari ini merupakan bentuk keberulangan dari perampasan lingkungan yang terjadi secara masif di tahun 2021.


“Meskipun menetapkan status darurat pandemi Covid-19, pemerintah tidak kunjung menghentikan kegiatan ekspansi kapital dan perampasan ruang hidup masyarakat di Wadas. Situasi tersebut berulang dan diperparah dengan tindakan brutalitas polisi yang sarat intimidasi terhadap warga,” ujar Hikari.


Hikari juga menambahkan, fokus negara terhadap proyek infrastruktur skala besar dan promosi investasi asing di industri ekstraktif telah menyebabkan perebutan lahan dan hutan yang berimplikasi kepada mata pencaharian masyarakat adat, warga desa, petani dan masyarakat di seluruh Indonesia.


“Kombinasi otoritarianisme pembangunan, undang-undang represif, relaksasi perlindungan lingkungan dan penghapusan hak-hak pekerja sekaligus; semakin meningkatkan risiko serta mengancam para pejuang keadilan dan lingkungan yang ada di Indonesia,” tandas Hikari.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad