Nasional

Syarat Menjadi Amil Zakat dan Cara Pengangkatannya

Sen, 10 April 2023 | 12:00 WIB

Syarat Menjadi Amil Zakat dan Cara Pengangkatannya

Ilustrasi amil zakat. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online
Zakat menjadi salah satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang Muslim (muzakki) dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada orang lain (mustahik). Sebelum diterima oleh mustahik, zakat ini akan terlebih dulu dikelola oleh seorang amil.

 

Di dalam artikel NU Online berjudul ‘Pembagian dan Syarat Menjadi Seorang Amil Zakat’ dijelaskan bahwa amil terbagi menjadi dua, sebagaimana hasil Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2017 di Nusa Tenggara Barat. Keduanya adalah amil tafwidl dan amil tanfidz.

 

Amil tafwidl merupakan seorang amil yang diberi kewenangan secara menyeluruh untuk mengurusi harta zakat. Terdapat sembilan syarat yang harus dimiliki amil tafwidl yaitu orang yang merdeka (bukan budak), laki-laki, mukallaf, adil dalam seluruh kesaksian, beragama Islam, memiliki pendengaran yang baik, memiliki penglihatan yang baik, memahami dengan baik fiqih zakat, dan bukan keturunan Bani Hasyim.

 

Musa bin Ahmad Al-Hijawi dalam Kitab Al-Iqna menyatakan, dipersyaratkannya laki-laki lebih utama. Sementara itu, para ulama mazhab Syafi’i bersilang pendapat mengenai persyaratan amil bukan keturunan Bani Hasyim.

 

Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab menyebutkan bahwa Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Baghawi, dan sebagian besar ulama dari kalangan mazhab Syafi’i yang paling sahih adalah pendapat yang tidak memperbolehkan.

 

Penjelasan berikutnya adalah tentang syarat menjadi amil tanfidz (seorang amil yang diberi kewenangan terbatas dalam mengurusi zakat seperti diberi tugas sebatas memungut dan mendistribusikannya). Untuk menjadi amil tanfidz tidak harus menguasai fiqih zakat, tidak harus laki-laki, orang merdeka, dan beragama Islam.

 

Longgarnya syarat amil tanfidz itu lantaran tugasnya hanya sebagai perantara bukan kewenangan kekuasaan. Atas dasar itu, Imam Al-Mawardi tidak memasukkan syarat beragama Islam untuk amil tanfidz.

 

Namum menurut Imam Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, pandangan ini mengandung kemusykilan. Karena itu maka pendapat yang dipilih (Al-mukhtar) adalah pendapat yang menyatakan tetap mensyaratkan Islam bagi amil tanfidz.

 

Cara Pengangkatan Amil 
Dalam konteks negara, pengangkatan amil adalah kewenangan imam atau kepala negara. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, kewenangan pengangkatan amil bisa dilimpahkan kepada pembantunya yakni gubernur, bupati, atau walikota. Mereka boleh mengangkat pegawai untuk membantu tugas dalam pengelolaan zakat.

 

Di dalam artikel NU Online berjudul ‘Beda Amil dan Panitia Zakat Berdasar Hasil Munas NU 2017’ dijelaskan bahwa pengangkatan amil zakat sama dengan prosedur pengangkatan hakim dan jabatan-jabatan kekuasaan yang lain, sehingga ada beberapa prosedur pengangkatan amil zakat harus diperhatikan.

 

1. Jabatan Kekuasaan
Amil zakat masuk kategori jabatan kekuasan (wilayah), sehingga pengangkatannya menjadi sah apabila dilakukan dengan pernyataan yang mengesahkan kekuasaan atau kewenangan amil zakat.

 

Pengangkatan amil zakat bisa dilakukan secara langsung apabila pihak calon amil hadir di tempat pengangkatan atau pelantikan. Pengangkatan bisa juga ditempuh dengan cara tidak langsung (dengan surat pengangkatan resmi) apabila calon amil tidak hadir di tempat pengangkatan.

 

2. Muwalli tahu kualifikasi muwalla
Orang yang bertindak sebagai muwalli (kepala negara atau pejabat pembantu di bawahnya) mengetahui bahwa muwalla (pihak yang diangkat/calon amil zakat) telah memenuhi kualifikasi persyaratan untuk diangkat sebagai amil zakat. Jika muwalli tidak mengetahui kredibilitas dan kualitas muwalla maka pengangkatannya tidaklah sah.

 

3. Muwalla Menyampaikan Kesanggupan
Muwalla mengetahui bahwa muwalli berhak mengangkatnya dan mengetahui dengan pasti jika muwalli telah mengangkat dirinya sebagai amil zakat sehingga berhak menjadi kepanjangan tangan muwalli dalam urusan zakat. Kemudian muwalla menyampaikan kesanggupannya untuk menjadi amil.

 

4. Penyebutan Tugas Amil 
Di dalam pengangkatannya, disebutkan tugas amil mengenai penanganan zakat secara jelas. Penyebutan ini menjadi penting agar amil zakat yang diangkat mengetahui sejauh mana wilayah tugas yang diembannya.

 

5. Daerah Kerja Amil 
Di dalam pengangkatan, disebutkan pula daerah kerja amil. Tujuannya agar seorang amil zakat dapat mengetahui secara persis daerah yang menjadi kewenangannya dalam urusan zakat dan yang bukan.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi