Nasional

Taati Ulama Sepuh Jadi Dasar KH Miftachul Akhyar Mundur dari Ketum MUI

Kam, 10 Maret 2022 | 18:10 WIB

Taati Ulama Sepuh Jadi Dasar KH Miftachul Akhyar Mundur dari Ketum MUI

Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar. (Foto: Ist.)

Jakarta, NU Online
Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar telah menyatakan mundur dari jabatan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Keputusan ini diambil oleh Kiai Miftah karena menaati harapan dari para ulama sepuh yang tergabung dalam Ahlul halli wal aqdi (Ahwa), pada Muktamar Ke-34 NU di Lampung, Desember 2021 lalu.


Saat muktamar, Kiai Miftah menjadi salah satu dari sembilan anggota Ahwa. Para ulama sepuh yang menetapkan Kiai Miftah sebagai Rais ‘Aam PBNU itu adalah KH Dimyati Rois, KH Ahmad Mustofa Bisri, KH Ma’ruf Amin, KH Anwar Manshur, TGH Turmudzi Badaruddin, KH Nurul Huda Jazuli, KH Ali Akbar Marbun, dan KH Zainal Abidin.


Penetapan Kiai Miftah itu disampaikan langsung oleh Kiai Zainal Abidin. Disampaikan pula bahwa anggota Ahwa berpandangan dan mengharapkan Kiai Miftah untuk fokus di dalam pembinaan dan pengembangan NU ke depan yakni mundur dari jabatan ketua umum MUI. Sejurus kemudian, Kiai Miftah menyanggupinya dengan mengatakan: sami’na wa atha’na (kami mendengar dan kami taat).

 


Sebagaimana diketahui, sebelumnya Kiai Miftah menjabat sebagai Pj Rais ‘Aam PBNU menggantikan posisi KH Ma’ruf Amin yang mencalonkan diri menjadi wakil presiden RI pada 2019 silam. Lalu, Kiai Miftah terpilih sebagai ketua umum MUI pada akhir November 2020.


Kemudian, saat memberikan arahan dalam rapat gabungan syuriyah-tanfidziyah PBNU di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Parung, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (9/3/2022) kemarin, Kiai Miftah menyatakan diri mundur dari jabatan ketua umum MUI. Ia pun telah berkirim surat pengunduran diri kepada MUI, pada Februari lalu.


“Di saat Ahlul halli wal aqdi (Ahwa) Muktamar ke-34 NU menyetujui penetapan saya sebagai Rais 'Aam, ada usulan agar saya tidak merangkap jabatan. Saya langsung menjawab sami'na wa atha'na (kami dengarkan dan kami patuhi). Jawaban itu bukan karena ada usulan tersebut, apalagi tekanan,” ujar Kiai Miftah.

 


Mulanya, Kiai Miftah keberatan jika harus mundur dari MUI. Bahkan, ia merasa takut menjadi orang yang pertama berbuat bid’ah di dalam NU, karena selama ini Rais ‘Aam PBNU selalu menjabat ketua umum MUI.


Namun saat ini, Kiai Miftah merasa bahwa bid’ah itu sudah tidak ada lagi. Sebab ia berkomitmen untuk merealisasikan janji di hadapan ulama sepuh yang tergabung dalam Ahwa, pada Muktamar Ke-34 NU di Lampung, dengan mengajukan pengunduran diri dari jabatan ketua umum  MUI.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin