Tak Ada Pajak Baru, Menkeu Tunjuk E-Commerce sebagai Pemungut PPh 22
NU Online · Rabu, 30 Juli 2025 | 09:30 WIB
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant dengan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.
Karenanya, lanjut Menkeu, marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Blibli, dan Lazada berhak memungut pajak dari pedagang yang berjualan di platform mereka.
Baca Juga
Benarkah Pungutan Pajak itu Haram?
"Pemerintah melakukan penunjukan penyelenggara PMSE sebagai pihak pemungut PPh pasal 22. Ini untuk memberikan kepastian hukum dan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usaha daring," katanya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Gedung Pacific Century Place, Jakarta, Senin (29/7/2025), sebagaimana dilansir dari kanal Youtube Bank Indonesia.
Sri Mulyani menegaskan bahwa tidak ada pungutan pajak baru. Pedagang online tetap dikenai PPh Pasal 22 seperti sebelumnya. Pemerintah hanya mengalihkan kewajiban pemungutan kepada operator e-commerce. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usaha daring.
"Saya ulangi lagi, tanpa ada tambahan kewajiban baru. Jadi ini lebih memfasilitasi secara administrasi, tidak ada kewajiban baru," tegasnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kebijakan ini bukanlah beban pajak baru bagi pedagang online, melainkan perubahan mekanisme. Jika sebelumnya pedagang membayar PPh secara mandiri, kini pajak tersebut dipungut langsung oleh marketplace yang ditunjuk pemerintah.
Diketahui, berdasarkan PMK Nomor 37 Tahun 2025, pemerintah mewajibkan marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Blibli, dan lainnya untuk memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari omzet transaksi pedagang yang berjualan di platform mereka. Namun, pungutan ini hanya diterapkan pada pedagang yang memiliki peredaran bruto lebih dari Rp500 juta dalam satu tahun.
"Pedagang Dalam Negeri wajib membuat dokumen tagihan atas penjualan barang dan/atau jasa dengan mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik," tulis pasal 12 PMK Nomor 37 Tahun 2025 dilansir NU Online pada Rabu (30/7/2025).
Pasal 6 PMK Nomor 37 Tahun 2025 juga menjelaskan bahwa laporan yang telah disampaikan perlu diperbarui setiap awal tahun pajak jika omzet masih di bawah Rp4,8 miliar, atau ketika surat keterangan bebas pemotongan/pemungutan diperoleh kembali. Apabila omzet pedagang yang sebelumnya di bawah Rp500 juta ternyata melebihi batas tersebut, maka pedagang wajib menyerahkan surat pernyataan bahwa omzetnya telah melampaui Rp500 juta.
"Dalam hal Pedagang Dalam Negeri menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6), Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib melakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai awal bulan berikutnya setelah surat pernyataan diterima oleh Pihak Lain.," tulis pasal 7 PMK Nomor 37 Tahun 2025.
Terpopuler
1
Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Cemas, Menyoal Politisasi Sejarah hingga RUU Perampasan Aset
2
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
3
Rekening Bank Tak Aktif 3 Bulan Terancam Diblokir, PPATK Klaim untuk Lindungi Masyarakat
4
Advokat: PT Garuda dan Pertamina adalah Contoh Buruk Jika Wamen Boleh Rangkap Jabatan
5
Hadapi Tantangan Global, KH Said Aqil Siroj Tegaskan Khazanah Pesantren Perlu Diaktualisasikan dengan Baik
6
Israel Tarik Kapal Bantuan Handala Menuju Gaza ke Pelabuhan Ashdod
Terkini
Lihat Semua