Tentang Etika Pengeras Suara Musholla
NU Online · Rabu, 17 Juli 2013 | 01:02 WIB
Assalamu’ alaikum. Ada fenomena sekarang ini dimana kegiatan mesjid dan musholla yang bertebaran di pelosok Indonesia ini seperti berjalan sendiri-sendiri tanpa kaidah atau etika yang menjadi acuan bersama. Padahal ada lembaga negara dan lembaga keagamaan formal dalam komunitas Islam Indonesia yang menaunginya.<>
Mereka seperti bebas menafsirkan cara siar versi sendiri-sendiri. Yang memprihatinkan justru tidak mewakili Islam yang indah, bersahabat dan tertib.
Hal sederhana bisa dilihat dari cara penggunaan pengeras suara. Ada kalanya musholla kecil bisa lebih ‘bising’ dari sebuah mesjid besar. Pengeras suara digunakan bahkan untuk kegiatan keagamaan terbatas sekalipun. Kualitas muazzin terkadang juga tidak terjaga.
Namun yang memprihatinkan ialah penggunaan pengeras suara untuk ritual dzikir dan sholawat yang terus-menerus di waktu tertentu seakan diperuntukkan membangun entitas dan ciri khas mesjid/musholla tersebut.
Pengeras suara mesjid sepengetahuan yang saya pahami hanyalah untuk Adzan dan Takbir. Saya khawatir bila mesjid dan musholla dipergunakan untuk kepentingan kelompok atau pribadi sementara tidak ada ajaran dan anjuran Agama Islam untuk mengeraskan bacaan lain di luar adzan yang mana hal tersebut bisa menjurus ke bid'ah sayyi'ah.
Hal nyata yang saya alami yang mungkin bisa menjadi contoh kasus yaitu pada mesjid kecil di lingkungan tempat saya tinggal. 15 menit sebelum magrib selalu terdengar shalawat yang secara keras dikumandangkan (sekeras adzan) berulang-ulang.
Lebih aneh lagi ada narasi yang dibuat khusus (dalam bahasa Indonesia) diteriakkan sama setiap harinya 1 jam setelah adzan Subuh untuk membangunkan/mengingatkan orang segera sholat. Ritual ini sudah berlangsung lama tanpa ada yang berani menegur dan mempertanyakan.
Kepada lembaga lembaga/badan umat sangatlah kami harapkan pencerahan dan peranan aktifnya dalam mengangkat masalah ini. Niat baik tak lebih dari keinginan untuk menghadirkan tata kelola mesjid/musholla berada dalam koridor yang semestinya.
Keberadaan mesjid dan musholla seharusnya memberikan kesejukan dan ketenangan bagi umat muslim bukan sebaliknya sebagai tempat yang menebar kebisingan pada warga sekitar. Wassalam.
Novita
Pela Mampang, Jakarta Selatan
Redaktur: A. Khoirul Anam
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua