Nasional

Kekecewaan Elemen Pesantren di Pati terhadap Kebijakan Bupati Sudewo

NU Online  ·  Rabu, 13 Agustus 2025 | 16:00 WIB

Kekecewaan Elemen Pesantren di Pati terhadap Kebijakan Bupati Sudewo

Tutik Nurul Jannah. (Foto: ipmafa.ac.id)

Jakarta, NU Online

Gelombang protes warga Pati, Jawa Tengah pada Rabu 13 Agustus 2025 terhadap kepemimpinan Bupati Sudewo bukanlah gejolak sesaat. 


Sebelum munculnya polemik kenaikan Kenaikan Pajak Bumi dan Tanah untuk Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen, kalangan pesantren dan akademisi sebelumnya sudah menyuarakan kekecewaan terhadap sejumlah kebijakan yang dinilai tak berpihak pada rakyat dalam kebijakan sekolah lima hari.


Pengasuh Pesantren Maslakul Huda Putri, Kajen, Pati, Tutik Nurul Janah, mengungkapkan bahwa penolakan terhadap kebijakan sekolah lima hari telah disampaikan sejak awal masa jabatan Sudewo. Ia menyebut, salah satu yang paling aktif menanggapi adalah kalangan akademisi dari Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa).


“Sebelum akhirnya viral, Ipmafa telah beberapa kali menggelar FGD bersama para kepala dinas terkait persoalan dan kebijakan Bupati Pati,” katanya saat dihubungi NU Online, pada Rabu (13/8/2025).


Menurutnya, Fakultas Tarbiyah Ipmafa sudah melakukan forum diskusi bersama Dinas Pendidikan untuk menyampaikan keberatan terhadap kebijakan sekolah lima hari, sedangkan Fakultas Syari’ah Ipmafa juga melakukan kajian dan merilis hasil survei terkait penolakan terhadap kenaikan PBB-P2 250 persen. Namun, kata Tutik, semua masukan tersebut tidak mendapat tanggapan yang serius.


“Selalu jawaban dari Pemerintah Pati adalah, Bupati (Sudewo) tidak akan mundur dengan kebijakannya,” katanya.


Tutik menilai bahwa demonstrasi warga baru-baru ini merupakan akumulasi dari kekecewaan yang telah berlangsung sejak awal kepemimpinan Sudewo. Ia menegaskan bahwa aksi massa itu tidak muncul begitu saja, melainkan melalui proses panjang penyampaian aspirasi yang tidak direspons secara bijak.


“Demo ini bukan datang tiba-tiba. Namun telah melalui proses. Warga juga tidak tiba-tiba memutuskan menggalang aliansi untuk berdemo. Tapi semua dimulai dengan upaya penyampaian aspirasi dan keberatan tentang berbagai kebijakan bupati yang belum setahun dilantik itu,” jelasnya.


Ia juga menilai Bupati Sudewo terlalu percaya diri dan kurang membuka ruang komunikasi dengan publik, khususnya dalam mengambil kebijakan yang berdampak luas.


“Bupati memang terlihat terlalu percaya diri sejak awal menjabat. Kurang memperhatikan komunikasi yang baik ketika membuat kebijakan. Banyak kebijakan yang memberatkan, dan jika diberi masukan selalu menjawab tidak akan mundur,” katanya.


Selain itu, Tutik juga merinci sejumlah kebijakan yang dinilai menjadi sumber keresahan warga sejak awal masa kepemimpinan Bupati Sudewo. Di antaranya adalah kenaikan PBB-P2 hingga 250 persen, serta kenaikan retribusi bagi pedagang kaki lima yang dinilai membebani masyarakat kecil.


"(Kemudian kebijakan) Sekolah 5 hari dan Regrouping (marger) 138 sekolah negeri," katanya.


Tak hanya itu, Tutik juga menyayangkan keputusan Bupati Sudewo mengundang grup musik Trio Srigala untuk tampil di Pendopo Pati.

 

Diketahui, PCNU Pati sudah mengeluarkan maklumat menjelang aksi demonstrasi rakyat Pati. Salah satu poin maklumat itu adalah Bupati Pati didorong untuk meminta maaf secara terbuka kepada rakyat karena kebijakannya menimbulkan mudharat.


"Bupati Pati diminta melakukan introspeksi dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat atas kebijakan yang tidak maslahat, bahkan menimbulkan madharat. Secara khusus, bupati juga diminta meminta maaf kepada PCNU Kabupaten Pati terkait klaim sepihak atas persetujuan kebijakan lima hari sekolah," tulis poin keempat maklumat tersebut.