Nasional

Tentang Jihad, Nyai Badriyah Fayumi: Ada Pembacaan yang Salah terhadap Sejarah Peperangan dalam Islam 

Sel, 18 Mei 2021 | 00:30 WIB

Jakarta, NU Online 
Ada pembacaan yang salah terhadap tarikh-tarikh (sejarah) dalam Islam bahwa peperangan yang terjadi pada masa awal Islam tidak bisa dianalogikan dengan keadaan atau kondisi saat ini. Hal ini dilontarkan Pengasuh Pesantren Mahasina Bekasi, Nyai Hj Badriyah Fayumi dalam acara Talkshow Muslimah Indonesia bertajuk Terorisme Bukan Jihad yang ditayangkan TVRI, pada Senin (17/5).

 

Dalam tayangan tersebut, Nyai Badriyah mengisahkan jihadnya Nabi Muhammad saat berada di Makkah. Saat itu Nabi Muhammad SAW meski masih lemah (minoritas) posisinya sudah diwajibkan jihad, itu saja diperangi bukan memerangi berbeda dengan konteks hari ini. 

 

Kemudian ia menerangkan ragam ayat yang menjelaskan tentang jihad dalam Al-Qur’an dan hadist. "Dalam Surat Al- Furqon ayat 59 disebutkan wajahidhum bihi jihadan kabira, berjihadlah kamu (dengan Al-Qur’an) dengan jihad yang besar. Artinya, ini berhubungan dengan Al-Qur’an, mengajar Al-Qur’an itu jihad. Jihad Islam ya, awalnya dengan itu," kata Nyai Badriyah.

 

Disampaikan, dalam hadist terdapat kisah sahabat (laki-laki) yang ingin mengikuti perang kemudian meminta izin kepada Nabi. Namun, orang tuanya keberatan sehingga Nabi berkata: "Apakah masih hidup kedua orang tuamu?" Kata sahabat (laki-laki) tadi masih hidup. Nabi justru meminta sahabat (laki-laki) itu pulang dan berjihad untuk berbakti kepada orang tua.

 

Lebih lanjut, Nyai Badriyah Fayumi menjelaskan terkait dengan jihad perempuan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Aisyah pernah bertanya: Apakah ada kewajiban jihad pada perempuan? Nabi Muhammad menjawab ada dan kewajiban jihad untuk perempuan yang tidak ada peperangannya yakni haji dan umrah.

 

Tidak hanya itu, lanjutnya, dalam hadist disebutkan orang yang memerhatikan para ibu, kepala rumah tangga, para perempuan kepala keluarga (janda), orang miskin dan yang bergerak untuk menolong (mereka) seperti jihad fisabilillah.

 

"NKRI adalah negara kesepakatan, negara damai yang kita bisa memperjuangkan apa saja yang kita inginkan sesuai aturan yang telah disepakati dan umat Islam bisa menjadi apa saja di negara ini. Sehingga, tidak ada alasan untuk memperjuangkan baik masalah kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, kesenjangan, tapi caranya bukan dengan terorisme," ajak Nyai Badriyah.

 

Kontributor: Suci Amaliyah 
Editor: Kendi Setiawan