Nasional

TGB Tegaskan Keislaman dan Kebangsaan Tak Bisa Dipisahkan

Sel, 27 Agustus 2019 | 14:00 WIB

TGB Tegaskan Keislaman dan Kebangsaan Tak Bisa Dipisahkan

Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi (tengah) mengatakan, perdebatan sistem berbangsa dan bernegara sudah dilakukan para pendiri bangsa puluhan tahun yang lalu. (Foto: Rahmad Ahdhori/NU Online)

Jakarta, NU Online
Tokoh Nahdlatul Wathan (NW) Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengaku heran masih ada kelompok masyarakat yang menunjukkan sikap tidak sepakat dengan Pancasila. Padahal, perdebatan terkait sistem berbangsa dan bernegara sudah dilakukan para pendiri bangsa puluhan tahun yang lalu. 

Dikatakan TGB, kebangsaan dan keislaman di Indonesia tidak dapat dipisahkan karena keduanya berjalan seiringan. “Kebangsaan dan keislaman kita tidak dapat dipisahkan,” kata TGB saat mengisi Dialog Kebangsaan di Sekolah Kajian dan Strategik Global Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta Pusat, (27/8).

Menurutnya, dalam beberapa literatur keislaman, definisi negara Islam adalah negara yang mayoritas penduduknya Muslim, meski negara tersebut tidak menggunakan sistem pemerintahan tertentu-Islam. Selain itu, khazanah keislaman di Indonesia sangat kaya dan mendalam. Bahkan, tidak ada negara  luar yang memiliki khazanah keislaman seperti Indonesia. 

“Selain rujukannya yang banyak hal itu juga dipengaruhi karakteristik ulama kita yang menanamkan nilai-nilai kebangsaan, mencintai tanah air,” ucapnya. 

Kata TGB, ormas Islam yang lahir sebelum kemerdekaan seperti Sarekat Dagang Islam (SDI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peranan penting dan kesamaan visi dalam hal memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semuanya beragama Islam, memahami Islam tapi tidak mengenyampingkan nilai-nilai kebangsaan yang menurut sebagian ormas Islam saat ini bertentangan dengan ajaran agama. 

“Ini tidak ada di negara lain, di Mesir ada ormas Jamiyah Syari’ah Islamnya mendominasi, dibandingkan dengan ke-Mesir-an (kebangsaan) penetrasi keislaman mereka lebih kuat, warna ke-Mesir-an itu tidak ada, mereka hanya diajak untuk lebih taat kepada agama,” ucapnya. 

Ketua Ikatan Alumni Al-Azhar Indonesia ini menilai, ormas-ormas yang terus-menerus menyudutkan sistem bernegara Indonesia adalah ormas yang ingin merevitalisasi Islam di tengah masyarakat. Upaya itu tidak akan pernah berhasil di Indonesia. Sebab masyarakat Indonesia memiliki karakter yang kuat terkait pemahaman kebangsaannya.  

“Indonesia punya hal yang beda, kalau kita lihat karakter dari para ulama, ulama sepuh NU, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, beliau ulama yang memiliki khazanah keilmuan yang tinggi,” ujarnya. 

Sementara itu, Direktur Organisasi Kemasyarakatan pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI M Lutfi menegaskan, setiap ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila akan dievaluasi bahkan akan dicabut izinnya. Ia telah memberikan evaluasi kepada 28 ormas Islam yang dinilai masih meragukan Pancasila sebagai ideologi negara.

“Jadi ormas itu harus berasaskan Pancasila,” katanya.

Bagi dia, ormas Islam adalah penguat dan benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saat ini, Kemendagri RI tengah membentuk komisi khusus yang mengawasi ideologi masyarakat agar tidak menjadi ancaman bagi NKRI. 

Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muchlishon