Nasional RISET BALITBANG KEMENAG

Tingkat Pengetahuan Umat tentang Pelayanan Kitab Suci Agama Tahun 2018

Ahad, 28 Juli 2019 | 03:30 WIB

Dalam konteks Indonesia yang berpenduduk multiagama, terdapat enam agama yaitu  Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu, Pemerintah sebagai representasi negara memiliki kewajiban konstitusional untuk mengimplementasikan Undang-undang Dasar Pasar 1945, pasal 29, ayat 2 tentang jaminan kemerdekaan warga negara untuk memeluk dan beribadat sesuai dengan kepercayaannnya. Rencana Pembangunan Nasional Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, juga telah mengadendakan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama, sebagai satu di antara sebelas sasaran dalam rangka peneguhan Kebhinekaan dan penguatan restorasi sosial. 

Rencana Strategis Kementerian Agama 2015-2019, berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 39, telah menetapkan agenda peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, sebagai agenda yang dilakukan. Langkah itu melalui tiga pendekatan kegiatan, yaitu pelayanan administrasi keagamaan, penyediaan kitab suci, dan pengembangan rumah ibadat. Renstra Kementerian Agama 2015-2019 menjelaskan bahwa penyediaan kitab suci diselenggarakan secara cuma-cuma bagi masyarakat.

Keseriusan Kementerian Agama dalam meningkatkan layanan kitab suci bagi masyarakat terlihat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian Agama Tahun 2017, yang telah menetapkan pengadaan kitab suci dan buku agama bagi seluruh pemeluk agama sebagai satu di antara enam kegiatan prioritas kegiatan Kementerian Agama. Oleh karena itu, Menteri Agama melalui keputusan (KMA) Nomor 65 Tahun 2017 tentang Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Agama telah menetapkan Indeks Pelayanan Keagamaan sebagai instrumen penilaian terhadap peningkatan kualitas pelayanan keagamaan. Satu di antara aspek yang akan dinilai melalui indeks pelayanan kegamaan tersebut adalah pelayanan di bidang kitab suci.

Terkait dengan implementasi pelayanan kitab suci oleh Kementerian Agama, dilakukan mulai dari hulu hingga hilir. Kementerian Agama bertanggungjawab atas pelayanan kitab suci mulai dari pengadaan sampai dengan distribusi, sehingga dapat digunakan oleh masyarakat secara cuma-cuma. Dalam konteks mekanisme pengadaan dan penyaluran kitab suci yang dikategorikan sebagai barang publik oleh Kementerian Agama, PP 92 Tahun 2012 menyebutkan tiga mekanisme pengadaan dan penyaluran barang publik: (a) oleh instansi pemerintah dengan skema pembiayaan APBN dan/atau APBD (b) oleh BUMN dan/atau APBD, dan (c) non instansi pemerintah dan non BUMN/BUMD, namun ketersediannya menjadi misi Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Untuk melaksanakan pengadaan dan penyaluran kitab suci, berdasarkan Permenpan RB Nomor 15 tahun 2014, idealnya dilakukan sesuai 14 komponen standar pelayanan, yang terklasifikasi ke dalam dua kategori. Pertama, penyelenggaraan pelayanan (service delivery), yang terdiri dari, (1) persyaratan, (2) sistem, mekanisme dan prosedur, (3) jangka waktu pelayanan, (4) biaya/tariff, (5) peroduk pelayanan, (6) penanganan pengaduan, saran dan masukan. Kedua, pengelolaan pelayanan (manufacturing), yang terdiri dari (1) dasar hukum, (2) sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas, (3) kompetensi pelaksana, (4) pengawasan internal, (5) jumlah pelaksana, (6) jaminan pelayanan, (7) keamanan dan keselamatan pelayanan, dan (8) evaluasi kinerja pelayanan.

Berdasarkan Permenpan RB Nomor 14 Tahun 2017, terdapat sembilan parameter yang digunakan untuk mengukur kepuasan publik terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah, yaitu terdiri dari: (1) persyaratan, (2) sistem, mekanisme dan prosedur, (3) waktu penyelesaian, (4) biaya/tariff, (5) produk spesifikasi jenis layanan, (6) kompetensi pelaksana, (7) penanganan pengaduan, saran dan masukan, dan (9) sarana dan prasarana. Hal mendasar dalam penyelengaraan pelayanan publik adalah bagaimana prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dilaksanakan.
 
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme, menyebutkan 7 asas penyelennggaraan good governance, yaitu: (1) asas kepastian hukum, (2) asas tertib administrasi, (3) asas kepentingan umum, (4) asas keterbukaan, (5) asas proporsionalitas, (6) asas profesionalitas, (7) dan asas akuntabilitas. Lebih terinci lagi, Undang-undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009, menyebutkan 12 asas good governance yang harus dilakukan dalam pelayanan publik, yaitu: (a) kepentingan umum, (b) kepastian hukum, (c) kesamaan hak, (d) keseimbangan hak dan kewajiban, (e) keprofesionalan, (f) partisipatif, (g) persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, (h) keterbukaan, (i) akuntabilitas, (j) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, (k) ketepatan waktu, (l) kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. 
 
Untuk mengetahui tingkat indeks layanan kitab suci, pada tahun 2018 dilakukan penelitan oleh Pusat Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang Diklat Kemenag. Kompleksitas data dalam penelitian ini memerlukan pendekatan penelitian yang dapat mendukung analisa data yang dibutuhkan. Oleh karena itu, metode penelitian campuran (mixed method) merupakan alternatif pendekatan yang dinilai tepat dalam penelitian ini. Pendekatan penelitian campuran, memadukan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif, sehingga dapat menghasilkan data-data kuantitatif yang dapat diukur dan dapat digunakan untuk melakukan generalisasi, sekaligus data kualitatif yang bersifat mendalam yang dapat digunakan untuk menjelaskan data-data kuantitatif. Implikasi dari penggunaan mixed method dalam survei ini, maka metode pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari (i) desk review, (ii) wawancara mendalam, dan (iii) suvei.

Penentuan sampel responden masyarakat penerima manfaat dalam survei ini dilakukan berdasarkan data statistik populasi agama 2010. Jumlah sampel responden dalam survei ini adalah 1.206 responden dengan Margin of Error (MoE) +/- 2,8%, dengan mengadopsi tabel Morgan dan Krejcie. Selanjutnya sampel responden akan didistribusikan secara proporsional di 12 wilayah yang akan menjadi lokasi survei dengan tetap memperhatikan kecukupan jumlah sampel secara statistik. Pada pelaksaan selanjutnya terdapat penambahan 2 wilayah dengan penambahan sampel Islam: 150 responden, Kristen: 23 responden, Katolik: 11 responden, Hindu: 7, Buddha: 13 dan Khonghucu: 5. Penambahan proporsi sampel disesuaikan dengan jumlah populasi agama di ke dua tambahan wilayah penelitian. Dengan adanya penambahan sampel responden, maka Margin of Error (MoE) survei menjadi +/- 2,7%. 
 
Pengetahuan Tentang Pelayanan Kitab Suci 
 
Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa tingkat pengetahuan semua penganut  enam agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, tentang pelayanan kitab suci tidak sampai 50 persen. Dari 1415 responden masyarakat beragama yang diteliti, persentase pengetahuan masyarakat yang paling tinggi berada di angka 43 persen.
 
Tingkat pengetahuan responden terhadap Pelayanan Kitab Suci Kementerian Agama, dari 1415 responden, ditemukan sebanyak 36,3 persen; Kristen 35,3 persen; Katolik 28 persen; Hindu sebanyak 43,7 persen; Budha 19,7 persen; dan penganut Konghucu 23,9 persen.
 
Cara Memperoleh Kitab Suci 
 
Dalam hal memperoleh kitab suci, sebagian besar masyarakat beragama mendapatkannya dari hibah lembaga-lembaga keagamaan, terutama agama-agama yang penganutnya relatif sedikit. Misalnya Hindu sebesar 62,5 persen dan Budha 43,1 persen, mendapatkan kitab suci dari lembaga-lembaga keagamaan mereka.
 
Sedangkan agama-agama yang dianut oleh sebagian besar warga Indonesia seperti Islam, Kristen, dan Katolik, secara umum mendapatkan kitab suci melalui membeli. Angkanya adalah 54,2 untuk Muslim; 65,2 Kristen; dan 70,5 mendapatkan dengan membeli. Artinya, lembaga-lembaga keagamaan di kalangan minoritas sangat berfungsi secara baik dalam membantu para anggotanya mendapatkan kitab suci, sedangkan lembaga-lembaga keagamaan yang dianut mayoritas, jangkauannya relatif terbatas. 
 
Editor: Kendi Setiawan