Nasional

Tipologi Masyarakat Arab Zaman Nabi, Berkumpul dan Bergumul

Sen, 14 Desember 2020 | 01:00 WIB

Tipologi Masyarakat Arab Zaman Nabi, Berkumpul dan Bergumul

Selama menjadi nabi dan rasul, Muhammad SAW selalu menunjukkan sikap ramah dan akrab kepada para sahabat dan bangsa Arab.  

Jakarta, NU Online
Penceramah asal Yogyakarta KH Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafiq mengungkapkan tipologi masyarakat Arab saat zaman Rasulullah SAW yaitu sekitar tahun 571 sampai dengan 632 masehi. Menurut Gus Muwafiq, masyarakat Arab kala itu cenderung komunal atau hidup secara gotong-royong, bersama-sama dan saling membutuhkan.  

 

Setiap hari, kata Gus Muwafiq, masyarakat berkumpul dan bergumul dalam rangka mengisi aktivitas sehari-harinya. Karakter masyarakat Arab yang senang berkumpul, bergumul dan hidup berdampingan disebabkan oleh sistem kehidupan di Arab. Di sana, keadaannya tidak mendukung jika kehidupan masyarakatnya dilakukan secara terpisah.

 

Kebersamaan itu menyangkut banyak hal dari mulai pergaulan sehari-hari sampai dengan penggunaan hal dasar seperti menggunakan sumur untuk kebutuhan mencuci dan mandi, berteduh di pohon dan lain sebagainya. Kepemilikan itu, lanjutnya, adalah hak bersama-sama masyarakat. 

 

"Masyarakat Arab punya Sumur bersama-sama. Punya pohon berteduh bersama-sama. Punya Sumur 1 bersama-sama karena tidak terlalu banyak sumur," kata Gus Muwafiq saat mengisi pengajian Maulid Nabi Muslimat NU DKI Jakarta pekan lalu.

 

Gus Muwafiq menerangkan, sistem kehidupan tersebut yang menjadi kunci dekatnya hubungan antar penduduk Arab saat itu, termasuk hubungan Rasulullah SAW dengan para sahabat. Selama menjadi nabi dan rasul, Muhammad SAW selalu menunjukkan sikap ramah dan akrab kepada para sahabat dan bangsa Arab.  

 

"Kenapa Karena tipologi masyarakat Arab, gurun. Hidupnya komunal dan bersama-sama," ujarnya. 

 

Persoalan ini, kata Gus Muwafiq berkaitan dengan matan hadist yang selalu menggunakan kalimat "Rasulullah telah memerintahkan kami", atau "Rasulullah telah melarang kami", "Kami bersama Rasulullah SAW menjalankan sesuatu", dan "Aku melihat Rasulullah SAW".

 

"Orang memerintah berarti itu dekat. Nahana Rasulullah SAW, rasul melarang. Itu berarti dekat," tuturnya. 

 

Karena itu, kalau dikaji secara matan hadist, betapa dekatnya Rasulullah SAW dengan sahabat. Itu tipologi yang memungkin terjadi di masyarakat Arab yang sangat komunal. "Mereka berburu bersama, makan bersama, sumur bersama, rumah bersama," kata Gus Muwafiq menegaskan. 

 

Gus Muwafiq menambahkan, karakter masyarakat Arab ini patut dicontoh oleh masyarakat Indonesia. Prinsip berkumpul dan bergumul harus diterapkan agar segala tantangan dan rintangan dapat dilalui dengan baik. 

 

Sebelum Islam lahir di Nusantara, masyarakatnya tak memiliki karakter komunal. Di Indonesia, masyarakat dapat hidup tanpa harus dilalui secara bersama-sama. Hal itu karena air sebagai kebutuhan dasar mengalir deras. Pepohonan untuk melindungi jiwa dan raga, rindang dan ada di mana-mana. Intinya, masyarakat dapat hidup meski tidak berdampingan dengan masyarakat lain. Sementara di Arab saat itu, tidak bisa, sebab keadaannya tidak mendukung.   

 

"Indonesia memungkinkan untuk hidup sendiri-sendiri, sumur bisa dibikin di mana-mana, pohon untuk berteduh ada di mana-mana," pungkas Gus Muwafiq. 

 

Pesan yang ingin disampaikan oleh Gus Muwafiq bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang sangat dekat dengan siapapun termasuk dengan para sahabat. Teladan ini yang harus kembali di munculkan ke umat Muslim. Selain karena karakter nabi yang secara organik ramah, sikap terpuji suami Siti Aisyah tersebut disebabkan oleh keadaan Negara Arab saat itu yang gurun dan senang berkumpul dan bergumul. 


"Ada satu kondisi di mana kehidupan Rasulullah SAW ada kehidupan percontohan. Kehidupan percontohan Rasulullah bisa kita lihat hubungan Rasululullah dan para sahabat. Sahabat sangat bisa mencontohkan Rasul," tuturnya. 

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan