Nasional

Tips Atasi Kebosanan Pelajar dalam Pembelajaran Jarak Jauh

Sab, 2 Mei 2020 | 11:30 WIB

Tips Atasi Kebosanan Pelajar dalam Pembelajaran Jarak Jauh

Ilustrasi pembelajaran. (NU Online)

Jakarta, NU Online
Penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di sekolah-sekolah di Indonesia membuat tak sedikit pelajar merasa bosan dan jenuh. 

Pakar pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Muhammad Zuhdi menyampaikan bahwa setidaknya ada empat langkah untuk menyiasati kebosanan para pelajar.

Pertama, guru dapat bekerja sama dengan guru mata pelajaran lain dan mendesain pembelajaran yang integratif. Misalnya, guru sains bekerjasama dengan guru matematika dan bahasa untuk mendesain pembelajaran yang mencakup tiga materi itu.

"Pembelajaran bisa dalam bentuk cerita, problem solving dan kuis yang menggunakan teknologi sederhana," ujarnya kepada NU Online pada Sabtu (2/5).

Kedua, guru perlu meninjau kembali kurikulum dan melihat esensi dari kurikulum yang ingin dicapai. Ia meminta guru agar tidak terjebak dengan materi yang sudah ada di buku teks, kemudian dipindahkan ke dunia daring.

Di samping itu, guru juga perlu mengenal dunia gim daring (online game) yang digandrungi anak-anak sekarang. "Jika untuk membuatnya sulit, setidaknya guru memahami alur berpikir anak-anak dengan gim-gim tersebut," katanya.

Zuhdi juga menyarankan agar guru dapat menggali potensi siswa dengan lebih banyak mengekspresikan ide mereka lewat berbagai cara, seperti membuat puisi, membuat lagu, membuat poster atau gambar, hingga animasi. "Tidak perlu seragam, yang penting ekspresi mereka terungkapkan," ujarnya.

Hal terakhir inilah yang diterapkan oleh Aaf Iffatunnafai, pengajar Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama (MTs NU) Putri Buntet Pesantren. Ia memberi tugas anak didiknya untuk membuat poster dukungan untuk orang-orang yang berjuang di tengah pandemi virus Corona saat ini.

"Tugas bahasa Indonesianya dengan membuat poster tentang dukungan semangat untuk para tenaga medis, ojol, dan semua yang sedang berjuang di masa pandemi," ujar Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Mereka juga, lanjut Aaf, membuat cerpen dan puisi tentang keadaan saat ini. Dengan begitu, mereka merasa senang karena bisa menuangkan apa yang sedang mereka dan semua rasakan saat ini.

Faktor Kebosanan PJJ

Zuhdi menjelaskan bahwa kebosanan PJJ diakibatkan dari setidaknya empat faktor. Pertama guru menggunakan metode ceramah dan PJJ hanya memindahkan ruang kelas menjadi virtual. Namun, isinya kebanyakan hanya ceramah dan tanya jawab dengan satu sampai dua orang siswa saja.

Kedua, guru hanya memberikan tugas. Menurutnya, kalau satu hari siswa mempunyai empat mata pelajaran, maka dia harus mengerjakan empat tugas.

"Terkadang atau mungkin sering, guru memberikan tugas tidak memperhitungkan tingkat kesulitan dan waktu yang tersedia. sehingga terkadang siswa belum selesai satu tugas, sudah hrs menerima tugas lain," kata akademisi alumnus Pondok Pesantren Al-Masthuriyah, Sukabumi, Jawa Barat itu.

Ketiga, lanjutnya, guru hanya memberikan bahan belajar sebanyak-banyaknya dan siswa disuruh membuat resume atau merangkum. Terakhir, guru bekerja sendiri-sendiri sehingga beban tugas siswa menumpuk.

Zuhdi menyampaikan bahwa PJJ sebenarnya bukan hal baru di dunia pendidikan. Sebagai contoh, terdapat Universitas Terbuka yang sejak lama menerapkan PJJ. Ada pula Pustekkom yang memproduksi materi PJJ. 

Namun, PJJ merupakan hal asing bagi sebagian besar guru dan siswa mengingat kebaruannya. "Maka wajar saja masih dijumpai kegagapan, terlebih kemampuan guru dan ketersediaan sarana tidak merata," pungkasnya.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad