Nasional

Trauma Memicu Anak jadi Pelaku Perundungan

Sab, 6 Agustus 2022 | 11:00 WIB

Jakarta, NU Online
Psikolog Keluarga, Nurmey Nurulchaq mengatakan bahwa perundungan (bullying) adalah kekerasan mental dan fisik jangka panjang yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang dan ditujukan pada seseorang yang tidak mampu membela dirinya sendiri, akibatnya meninggalkan luka atau trauma pada korban. 


"Dari trauma inilah anak-anak yang merasa jadi korban berperilaku agresif untuk melindungi dirinya, akhirnya yang semula jadi korban lama-lama berubah jadi pelakunya," ungkap Ning Rully, sapaan akrabnya, saat dihubungi NU Online, Sabtu (6/8/22).


Ning Rully juga menyebutkan, anak yang pernah menjadi korban perundungan berpeluang besar menjadi pelaku perundungan di masa depan. Peran orang tua dalam menangani ini sangat dibutuhkan.


"Dibutuhkan orang tua gar anak-ana kita terhindar dari tindakan perundungan, baik sebagai korban atau pelaku," ujarnya.

 

Selain trauma, ia kemudian membeberkan beberapa penyebab anak menjadi pelaku perundungan. Di antaranya, frustrasi lantaran kegagalan akademik, mengalami kekerasan fisik di rumah, pengaruh lingkungan, dan pola asuh yang salah.


"Kegagalan akademik itu contohnya ketika kemampuan anak tidak seimbang dengan ekspektasi orang tua, menimbulkan pressure (tekanan) yang membuat anak frustasi," beber dia.


Diterangkan pula, anak yang menjadi pelaku perundungan biasanya memiliki proses pengasuhan yang kurang sehat dari lingkungan sekitar, orangtua, maupun dari keluarga besarnya. 


"Tidak ada teladan di rumah, sehingga anak tidak belajar mengenai perilaku yang benar dan salah," terang Ning Rully.


Kiat orang tua cegah anak jadi korban atau pelaku perundungan

Kendati demikian, Ning Rully mengatakan bahwa ada beberapa hal yang bisa orang tua lakukan untuk mencegah anak menjadi korban atau pelaku.


"Pertama itu komunikasi. Sebab, korban perundungan biasanya takut untuk mengadukan masalahnya karena merasa tertekan," kata dia.


Kedua, lanjut dia, membantu mengelola emosi anak dengan baik. Dengan begitu, anak tidak akan melampiaskan emosinya terhadap orang lain di luar lingkungan rumah.


"Poin ketiga, berikan apresiasi kepada anak, karena anak yang menjadi korban biasanya cenderung merasa takut dan rendah diri. Orang tua perlu menguatkan kembali rasa percaya dirinya," jelasnya.

 

Terakhir, tambah Ning Rully, menunjukkan rasa kasih sayang. Anak yang merasa tertekan dan ketakutan tentunya membutuhkan kehadiran orang tuanya. Berikan anak kasih sayang dan perhatian khusus setiap harinya. 


"Kasih sayang akan membantu memperkuat perasaan diterima, dihargai, dan dicintai pada anak," imbuh dia.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan