Jakarta, NU Online
Hari Anak Nasional diperingati pada setiap tanggal 23 Juli. Peringatan Hari Anak menjadi momentum pengingat bagi seluruh masyarakat akan perlindungan serta pemenuhan hak anak.
Sayangnya, peringatan Hari Anak tahun ini mendapatkan kado pahit. Publik baru-baru ini dikejutkan dengan kasus miris yang menimpa bocah asal Tasikmalaya, Jawa Barat. Anak usia 11 tahun itu dinyatakan meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit RSUD Singaparna Medika Citrautama (SMC) Tasikmalaya usai mengalami depresi berat.
Korban depresi setelah mendapat perundungan dari teman-temannya. Korban dipaksa untuk melakukan perbuatan tidak senonoh pada seekor kucing yang direkam dan disebarkan luaskan ke media sosial oleh temannya.
Baca Juga
10 Muharram, Hari Anak Yatim
Kasus tersebut turut menambah daftar panjang catatan kasus perundungan ekstrem oleh rekan sebaya pada kelompok anak.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Maryam Alatas mengatakan bahwa kasus perundungan pada anak di Tasikmalaya sangat memilukan. Ia juga menilai bahwa kejadian perundungan anak masih menjadi PR besar bangsa Indonesia.
“Perlu lebih digiatkan tentang edukasi mengenai apa itu perundungan, efek dan cara pencegahannya. Ini menjadi PR kita bersama,” kata Maryam kepada NU Online, Sabtu (23/7/2022).
Ia menjelaskan, anak-anak merupakan kelompok yang tidak hanya membutuhkan makanan secara fisik, tetapi juga makanan untuk batin. Memberikan perhatian dan kasih sayang yang optimal dan tepat untuk anak dinilainya sebagai kunci untuk membentuk pribadi yang baik pada anak.
“Buat anak merasa nyaman untuk menceritakan apapun, sehingga orangtua bisa segera tahu jika ada potensi-potensi negatif yg dialami anak, ini sebagai tindakan preventif,” ungkapnya.
Maryam juga melihat upaya pencegahan tindak perundungan pada anak perlu ditekankan dari lingkup keluarga. Pasalnya, perundungan memiliki efek domino yang utamanya dapat membahayakan tahapan tumbuh kembang anak.
“Anak mengalami trauma. Ini akan berpengaruh terhadap prestasi sekolah, hubungan sosial, anak menjadi tidak percaya diri, dan konsep diri negatif,” jabar Kepala Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Unusia itu.
Untuk itu, ia mengimbau kepada orang tua agar rutin membuka ruang dialog dengan anak mulai dari pembahasan hal terkecil.
“Memahami apa yang dirasakan anak dan tidak menyalahkan dan lihat bagaimana kondisi anak. Jika dibutuhkan segera akses layanan profesional seperti psikolog,” terang Maryam.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Gus Yahya Tunjuk Erick Thohir Jadi Ketua Lakpesdam PBNU
2
Gus Yahya Ungkap Kebiasaan Menghitung Secara Statistik Jadi Penyebab Dehumanisasi
3
Guru Besar Filsafat: Agama di Masa Depan akan Tetap Berfungsi Merawat Kehidupan
4
Pidato Lengkap Gus Yahya di Muktamar Pemikiran NU
5
Gusdurian Dicatut Dukung Capres-Cawapres, Langkah Hukum Akan Diambil
6
Songsong Future Society, UNU Yogyakarta Gagas Dua Program Pendidikan Masa Depan
Terkini
Lihat Semua