Nasional

Ustazah Qotrunnada Syathiri Tekankan Thalabul Ilmi sebagai Fondasi dalam Berdakwah

NU Online  ·  Rabu, 16 Juli 2025 | 11:00 WIB

Ustazah Qotrunnada Syathiri Tekankan Thalabul Ilmi sebagai Fondasi dalam Berdakwah

Pendakwah TV Indonesia Ustazah Qotrunnada Syathiri dalam acara Dakwah Sphere: Ngaji dan Temu Pegiat Dakwah Digital NU Pertemuan ke-7 di Plaza PBNU, Senen, Jakarta Pusat pada Selasa (15/7/2025) malam. (Foto: tangkapan layar kanal Youtube TVNU)

Jakarta, NU Online

Pendakwah TV Indonesia Ustazah Qotrunnada Syathiri menekankan bahwa belajar merupakan fondasi untuk berdakwah. Sebab, seseorang yang lahir dari orang tua yang berilmu tidak secara otomatis mewarisi keilmuannya.


Pernyataan tersebut ia sampaikan saat berbicara dalam acara Dakwah Sphere: Ngaji dan Temu Pegiat Dakwah Digital NU Pertemuan ke-7 di Plaza PBNU, Senen, Jakarta Pusat pada Selasa (15/7/2025) malam.


"Jadi mau siapapun, ilmu harus dipelajari. Lahir dari seorang yang memiliki ilmu, lahir dari seorang orang tua yang hebat dengan ilmu, tapi gak bisa mewarisi ilmu, maka ilmu memang harus dipelajari," tegasnya, dikutip NU Online dari kanal Youtube TVNU.


Ilmu pengetahuan, lanjut Ustazah Qotrunnada, dengan seabrek keutamaannya tak mungkin dapat disingkirkan dari gelanggang kehidupan. Hal ini karena berdakwah bukan sebatas lewat mimbar atau dengan pelantang (microphone). Lebih dalam, baginya, berdakwah pada intinya yakni menaburkan kebaikan melalui berbagai platform dan pendekatan.


"Ada yang bisa dengan megang mikrofon, silahkan. Ada yang ngajarin Iqra', ada yang mungkin ngajarin temen-temen yang gak pakai mikrofon, bahkan mungkin dengan tulisan," katanya.


Menurut seorang anak Ustadzah Siti Suryani Thahir (Perintis Majelis Taklim Kaum Ibu At-Tahiriyyah) di Betawi itu, media digital merupakan sumber fitnah paling besar. Tapi di sisi lain, perkembangan teknologi semacam itu tidak bisa dihindari. Oleh sebab itu, ia menawarkan, kunci untuk menghadapi tantangan dunia digital adalah dengan kontekstualisasi konten media sosial dengan kehidupan nyata.


Di samping itu, ia mengaku selalu memberikan ruang bagi jemaah untuk menceritakan persoalan yang dihadapi. Pasalnya, pendekatan seperti ini dinilai lebih efektif sebab bertolak dari kebutuhan mereka.


"Nah, ketika kajian offline tersebut, ada sebuah forum tanya jawab, kemudian dia melepaskan seluruh kegundahannya, di situlah harusnya ada titik-titik dakwah masuk ke dalam hatinya sehingga dia gak tambah pusing, dia gak tambah rongseng, tapi dia menjadikan tempat dakwah sebagai obat buat hati mereka," tandasnya.


Alumnus Pondok Pesantren Al-Masthuriyah Sukabumi, Jawa Barat itu juga menegaskan bahwa saat ini diperlukan dakwah secara adaptif. Menggunakan platform media sosial menjadi sebuah keniscayaan. Hal ini untuk memahami berbagai isu yang tengah ramai diperbincangkan di jagad maya. Pun sebagai langkah untuk memberi kesempatan bagi mereka yang tidak berkesempatan hadir tatap muka.