Nasional

Wapres: Jangan Berhenti Lahirkan Profesor, Ijtihad Perlu Terus Dikembangkan

Rab, 22 Februari 2023 | 12:30 WIB

Wapres: Jangan Berhenti Lahirkan Profesor, Ijtihad Perlu Terus Dikembangkan

Wakil Presiden Prof KH Ma'ruf Amin saat memberikan sambutan atas pengukuhan Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh sebagai guru besar bidang fiqih di Auditorium UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir H Juanda 95, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (22/2/2023). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Jakarta, NU Online 
Wakil Presiden Prof KH Ma'ruf Amin meminta kepada perguruan tinggi keislaman agar terus melahirkan profesor-profesor di bidang fiqih. Pasalnya, begitu banyak masalah yang harus direspons fiqih.


"Saya harap terus jangan berhenti melahirkan profesor fiqih. Karena memang banyak masalah fiqih yang harus direspons, masalah-masalah syariah harus direspons," katanya saat menghadiri pengukuhan Prof H Asrorun Niam Sholeh sebagai guru besar bidang ilmu fiqih di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (22/2/2033).


Masalah tersebut ada yang memang baru. Ada pula masalah lama yang mengalami pembaruan (mustajaddah). Masalah-masalah yang perlu direspons juga menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Pun juga masalah yang bersifat domestik maupun juga yang yang bersifat global.


"Itu akan terus berkembang," kata guru besar bidang ekonomi syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur itu.


Oleh karena itu, Kiai Ma'ruf menegaskan bahwa butuh orang-orang yang terus berijtihad. "Perlu orang yang ijtihad," ujarnya.


Sebab, mengutip kaul Imam Haramain (478 H), Kiai Ma'ruf menjelaskan bahwa kebanyakan syariah itu lahir dari ijtihad. Sementara nash tidak sampai sepersepuluhnya daripada syariah itu. Padahal, itu diungkapkan pada hampir 1.000 tahun lalu.


"Artinya 90 persen lebih hukum syariah itu hasil dari ijtihad," kata ulama asal Banten itu.


Oleh karena itu, Kiai Ma'ruf menegaskan bahwa ijtihad harus terus dikembangkan. Sebab, berbagai masalah juga terus berkembang. "Kita belum menghitung nash itu berapa persennya dari hasil ijtihad. Ada masalah ekonomi, masalah sosial, hubungan antarbangsa, hubungan antaragama," katanya.


Karenanya, perlu ahli fiqih yang pandai berijtihad. Sebab, mengutip pandangan As-Syahrastani, Wapres menyampaikan bahwa nash itu terbatas dan tidak pernah bertambah. Sementara permasalahan-permasalahan terus tumbuh.


"Nash terbatas. Permasalahan-permasalahan, problem-problem tidak pernah terbatas. Oleh karena itu harus diijtihadi," katanya.


Kebutuhan akan hadirnya profesor bidang fiqih dari UIN maupun dari perguruan Islam yang lain merupakan suatu keniscayaan. "Saya kira satu kebutuhan sumber daya manusia unggul di bidang fiqih," ujarnya.


Lebih jauh, Kiai Ma'ruf juga menyampaikan bahwa tidak semua nash itu diijtihadi. Ada juga yang tidak diijtihadi yaitu hal-hal yang tetap. Sementara banyak lagi yang perlu diijtihadi yang berubah setiap waktu.


Mengutip Imam Ghazali, ia menyampaikan bahwa shalat lima waktu, zakat, yang disepakati umat Muslim, dalil qath'i dan tidak menyalahi itu bukan wilayah ijtihad. Sementara di luar itu lebih banyak masuk wilayah ijtihad.


"Itulah sebabnya penting diproduk, dibangun (ijtihad untuk merespons) masalah yang kita hadapi," katanya.


Respons tersebut baik diminta oleh pemerintah karena memerlukan pandangan ulama maupun diminta umat. Hal itu menjadi panduan bagi masyarakat sehingga masyarakat ada panduan untuk menjalankan syariatnya sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh agama.


Atas pengukuhan Asrorun Niam sebagai guru besar, Wapres menyampaikan tahniahnya. "Saya mengucapkan selamat kepada Profesor Doktor KH Asrorun Niam atas capaiannya sebagai guru besar syariah, guru besar fiqih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta," katanya.


Sementara itu, Prof Asrorun Niam menyampaikan pidato ilmiah berjudul "Living Fatwa: Transformasi Fatwa dalam Perilaku dan Kebijakan Publik di Era Millenial".


Pewarta: Syakir NF
Editor: Syamsul ArifinÂ