Nasional

Warga Transmigran Musi Banyuasin Tuntut Penyelesaian Konflik Tanah ke Kementerian Transmigrasi

NU Online  ·  Kamis, 26 Juni 2025 | 16:30 WIB

Warga Transmigran Musi Banyuasin Tuntut Penyelesaian Konflik Tanah ke Kementerian Transmigrasi

Perwakilan warga transmigran Musi Banyuasin saat menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Transmigrasi, Jakarta, didampingi LBH Ansor, pada Kamis (26/6/2025). (Foto: dok. LBH Ansor)

Jakarta, NU Online

Perwakilan dari ratusan warga transmigran swakarsa mandiri asal Desa Agung Jaya, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Transmigrasi (Kementrans), Jakarta, pada Kamis (26/6/2025).


Aksi ini menuntut penyelesaian konflik agraria yang telah berlangsung puluhan tahun dan hingga kini belum menemui kejelasan hukum.


Aksi tersebut difasilitasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor. Muhammad Hamzah, pengacara dari LBH Ansor yang mendampingi warga, menegaskan bahwa konflik tanah yang dialami para transmigran merupakan bentuk ancaman serius terhadap hak asasi manusia.


“Konflik ini melibatkan 218 kepala keluarga yang telah menempati dan mengelola lahan seluas 490 hektare sejak program transmigrasi digulirkan pada tahun 1990. Namun hingga saat ini, belum ada kepastian hukum mengenai status kepemilikan tanah tersebut,” ujar Hamzah melalui keterangan tertulis yang diterima NU Online.


Menurutnya, konflik bermula dari klaim sepihak oleh pihak yang diduga merupakan bagian dari jaringan mafia tanah. Mereka menggunakan dokumen-dokumen tidak valid untuk menguasai lahan yang telah dikelola warga selama lebih dari tiga dekade.


“Ini bukan sekadar sengketa kepemilikan, tapi menyangkut keberlanjutan hidup para transmigran dan keturunannya. Negara harus hadir memberikan perlindungan,” tegasnya.

 


Hamzah menyebutkan bahwa hak milik atas tanah adalah bagian dari hak asasi yang dijamin dalam Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa negara wajib melindungi hak milik masyarakat dan tidak dapat mengambilnya secara sewenang-wenang.


Oleh karena itu, warga melalui aksi ini menyampaikan lima tuntutan utama kepada pemerintah, khususnya Kementerian Transmigrasi:


1. Memberikan perlindungan hukum bagi warga transmigrasi atas hak tanah mereka.

2. Mengusut dugaan permainan mafia tanah yang menyebabkan tumpang tindih klaim.

3. Mengembalikan lahan yang diduga diserobot oleh pihak ketiga tanpa persetujuan warga.

4. Menerbitkan alas hak kepemilikan bagi warga transmigran.

5. Mengadakan dialog terbuka antara perwakilan warga dan pejabat kementerian untuk mencari solusi jangka panjang.


“Warga datang jauh-jauh dari Musi Banyuasin untuk menuntut keadilan. Negara tidak boleh abai terhadap jeritan rakyat kecil yang selama ini berjuang mempertahankan haknya,” pungkas Hamzah.