Nasional

Wasiat Gus Dur tentang Penghafal Al-Qur’an

Sel, 9 Juli 2019 | 23:30 WIB

Kota Banjar, NU Online
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berwasiat tentang Al-Qur’an. Menurut Gus Dur, Al-Qur’an bisa memberikan rahmat, namun juga bisa memberikan sebaliknya atau laknat. 

Al-Qur’an akan menjadi rahmat jika penghafal mengamalkan isi kandungannya dan selalu menjaga hafalan Al-Qur’an. Namun, Al-Qur’an juga akan melaknati jika penghafalnya hanya ingin dipandang baik oleh orang banyak.

Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo Kota Banjar, Jawa Barat, KH Mu’in Abdurrahim mengungkapkn hal itu dalam Khataman Al-Qur’an Bilghoib 30 Juz, Selasa (9/7) petang.

Pada kesempatan itu, Kiai Mu'in mengucapkan syukur atas rahmat dan karunia yang diberikan Allah kepada Mei Wakhidatul Hikmah, khotimat bil ghoib 30 juz. Pasalnya rahmat dan karunia Allah belum tentu diberikan kepada seluruh umat Islam di dunia.

"Dan ini adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada Mei Wakhidatul Hikmah," ungkap Kiai Mu'in.

Namun, kata Kiai Mu'in, kita juga harus ingat dengan apa yang diwasiatkan oleh Gus Dur yaitu Al-Qur’an akan menjadi rahmat atau laknat.

"Contohnya seperti Snouck Hurgronje pemecah belah Indonesia. Ia hafal Al-Qur'an secara keseluruhan tapi tidak bermaksud untuk menjaga, mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an melainkan ia ingin mengubah Al-Qur’an. Oleh karena itu ia dilaknati dan dimurkai Al-Qur'an," papar Kiai Mu'in.

Wasiat tersebut diberikan oleh Gus Dur sebagai pengingat bagi pengahafal Al-Qur’an untuk selalu konsisten menjaga dan mengamalkannya. "Apalagi di tengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan semakin banyak penghafal Al-Qur’an," imbuhnya. 

Sebagai informasi, setiap tahunnya, Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo sudah terbiasa meluluskan puluhan santri penghafal Al-Qur’an. Para penghafal Al-Quran yang telah lulus juga ditampilkan pada haul pendiri pondok, KH Abdurrahim pada bulan Muharram mendatang. Tak hanya itu, sanad Al-Qur’an yang dikaji dalam pesantren ini bersambung kepada KH Munawir Krapyak, Yogyakarta. (Siti Aisyah/Kendi Setiawan)