Nasional SERBA-SERBI PON XX

Yenny Wahid: Bisa Bangun Kantor NU di Mimika Jelas Luar Biasa

Kam, 7 Oktober 2021 | 04:30 WIB

Yenny Wahid: Bisa Bangun Kantor NU di Mimika Jelas Luar Biasa

Yenny Wahid (berdiri di tengah) saat bersilaturahim dengan pengurus NU Mimika Papua. (Foto: Dok. PCNU Mimika)

Mimika, NU Online
Perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2020 di Papua yang dilaksanakan di berbagai kota, salah satunya di Mimika, benar-benar membawa berkah untuk warga, khususnya NU Mimika. Pasalnya, Rabu (29/9/2021), Yenny Wahid berkunjung sekaligus bersilaturahim dengan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di kota itu.


Putri kedua almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut benar-benar menjadi tamu istimewa di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Mimika yang berada di Jalan Pattimura, Mimika, Papua, siang itu.


“Saya yakin mengurus NU di luar Jawa, apalagi Papua. Itu merupakan perjuangan yang luar biasa. Bisa eksis di sini ini prestasi tersendiri,” puji Mbak Yenny, sapaan akrabnya, kepada pengurus NU Mimika, badan otonom, maupun lembaga. 


“Mohon maaf kunjungan sempat tertunda karena kondisi badan kurang fit. Namun, saya bersyukur akhirnya bisa berkunjung ke sini untuk berterima kasih dan memberikan dukungan semangat kepada pengurus NU Mimika,” kata Mbak Yenny seperti diceritakan Ketua PCNU Mimika, Imam Mawardi Maksum.


Menurut dia, bisa membangun kantor NU di Jawa merupakan hal biasa karena dapat dilakukan dengan jimpitan atau iuran. Namun, bisa membangun kantor di kawasan Mimika jelas luar biasa. 


“Saya juga akan bantu walaupun sedikit,” ujar perempuan bernama lengkap Zannuba Arifah Chafsoh ini disambut jawaban alhamdulillah secara koor hadirin.


Mbak Yenny juga menyampaikan bahwa NU saat ini menjadi perbincangan dunia dengan manhaj Islam Moderat-nya. 


“Bahkan, Sekjen Liga Muslim Dunia, Syaikh Abdul Karim bin Isa kagum dengan model keberagamaan di Indonesia,” ungkapnya. 


Yenny Wahid sudah melakukan diskusi dengan tokoh lintas agama. Dan apa yang dilihat di luar negeri sudah menjadi keseharian di Tanah Air. Menurut dia, nilai lebih Islam di Indonesia adalah ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan)


Ketua PCNU Mimika, KH Imam Mawardi Maksum, menyampaikan rasa senangnya atas kehadiran Yenny Wahid. “Ini merupakan berkah yang luar biasa untuk kami,” katanya.


Apalagi pada kesempatan tersebut Yenny Wahid memberikan sumbangan bagi pembangunan kantor NU. “NU dan pemerintah selaku berjalan seiring dan berusaha untuk bisa kerja sama,” tuturnya. 


Menurut dia, pembangunan kantor juga mendapat sumbangan dari Wakil Bupati Mimika. Harapannya, dengan kehadiran Yenny Wahid bisa memperlancar komunikasi pengurus NU setempat dengan bupati. 


“Hal tersebut karena ketokohan Gus Dur di mata orang Papua tentu menjadi nilai tersendiri. Bahkan, jika bisa di Mimika bisa hadir Wahid Foundation,” lanjutnya.


Imam Mawardi Maksum juga memohon dukungan Yenny Wahid agar NU Mimika juga lebih peduli kepada Papua, khususnya kalangan muslim. 


Kunjungan Yenny Wahid ke Mimika juga diiringi KH Najih Arromdhoni (Gus Najih). “Sebenarnya kami ini yang punya kepentingan untuk ngalap berkah para pengurus NU Ranting dan di luar Jawa,” katanya. 


Ia ingat pesan almaghfurlah KH MA Sahal Mahfudh bahwa pengurus ranting yang umumnya paling ikhlas karena potensi godaan duniawiyah-nya sangat sedikit. 


“Berbeda dengan di PCNU dan tingkatan yang lebih atas,” jelas doktor jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.


Sebelumnya, Gus Najih berkisah pengalanan selama kuliah di Suriah. Bahwa paham radikal telah merenggut nyawa rasa aman damai dan nyawa ulama ulana besar Syuriah. 


“Guru kami, Syekh Said Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Adnan al-Afyouni dibom saat mengajar. Ini membuktikan bahayanya Salafi-Wahabi dan paham neo Khawarij bagi Islam dan umat manusia,” jelas Sekjen Ikatan Alumni Suriah Indonesia (AIsyami) ini.


Disampaikan demikian cinta kepada Indonesia, Syekh Taufiq Ramadhan al-Buthi ke mana-mana selalu mengenakan kopiah hitam seperti yang bisa dipakai di Indonesia.


Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Musthofa Asrori