Obituari

Kabar Tiga Ulama Kudus yang Wafat di Waktu Berdekatan

Rab, 13 Januari 2021 | 19:00 WIB

Kabar Tiga Ulama Kudus yang Wafat di Waktu Berdekatan

Mbah Datuk (duduk) sedang bersalaman dengan Habib Ja'far Al-Kaff pada sebuah acara beberapa tahun lalu. (Foto: dok Istimewa)

Kudus, NU Online

Innalillahi wa innailahi roaiun. Tidak lama setelah wafatnya al-majdub almaghfurlah Habib Ja’far Alkaff Kudus, kini Kudus kembali berduka. Pasalnya tiga ulama NU Kudus meninggal dalam waktu berdekatan. Ketiganya adalah KH Ali Shodiqin (Jepang Pakis), Habib Ali bin Muhammad bin Zein Maulachela (Loram Kulon), dan Mbah Datuk HM Sukram (Undaan Lor).


KH Ali Shodiqin wafat pada hari Selasa Pon 12 Januari 2021 pukul 19.00 WIB pada usia 53 tahun karena penyakit diabetes. Selang beberapa jam kemudian dikabarkan bahwa Habib Ali bin Muhammad bin Zein Maulachela juga wafat pukul 20.30 WIB di umur 46 tahun karena penyakit paru-paru.

 

Keesokan harinya ulama kharismatik Kabupaten Kudus sekaligus sahabat Habib Lutfi bin Yahya yaitu Mbah Datuk HM Sukram juga wafat. Dikabarkan almaghfurlah wafat pukul 07.30 WIB pada umur 80an tahun.


"Iya, Mbah Datuk meninggal jam setengah delapan pagi," jelas Bagus Burhanudin Suhud Banser Undaan, Rabu (13/1).

 

Pemakaman

KH Ali Shodiqin dimakamkan di pemakaman umum Luhur Kusumo Dukuh Karang Pakis, Rabu pukul 10.00 WIB. Habib Ali bin Muhammad bin Zein Maulachela dimakamkan di pemakaman Islam Kaliaji Loram Kulon pukul 10.00 WIB. Sedangkan Mbah Datuk dimakamkan di area pemakaman Mbah Gareng pukul 14.00 WIB.


"Kiai Ali Shadiqin adalah salah satu Pengasuh Aswaja Center," tutur Mawahib anggota GP Ansor Kudus.


Diketahui bahwa almagfurlah KH Ali Shadiqin merupakan salah satu pengasuh Aswaja Center milik PC GP Ansor Kudus. Sedangkan almagfurlah Habib Ali bin Muhammad bin Zein Maulachela adalah pendiri Majelis Rotib al-aAthos yang bertempat di rumahnya sendiri. Almaghfurlah juga sering menjadi narasumber dalam pengajian dialogis Aswaja Center milik PC GP Ansor Kudus.

 

Sahabat Habib Luthfi bin Yahya

Sementara almaghfurlah Mbah Datuk HM Sukram yang sering di panggil Mbah Datuk adalah ulama kharismatik Kabupaten Kudus sekaligus sahabat Habib Luthfi bin Yahya. Ia adalah Pengasuh Kanzus Sholawat ABG Cabang Kudus. 


Selain itu Mbah Datuk adalah keturunan Brawijaya sama seperti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Silsilah mereka berdua dari Syekh Abdul Rohman (Jaka Tingkir). Setelah itu Syekh Abdul Halim (Pangeran Benowo), Syekh Abdul Rohman, Syekh Fathul Alam, Syekh Zainal Abidin, Syekh Abdur Rohman.

 

Syekh Abdur Rohman mempunyai dua anak, yaitu Syekh Abdullah (Mbah Gareng) dan Syekh Muhammad. Mbah Datuk keturunan dari Syekh Abdullah (Mbah Gareng). Sedangkan Gus Dur keturunan dari Syekh Muhammad.

 

Warga Kudus pun berdoa semoga mereka semua diampuni dosa-dosanya dan diterima amal baiknya. 

 

Wafatnya ulama, hilangnya ilmu dari muka bumi

KH Ahmad Niam Syukri Masruri, Pengasuh Majelis Ta'lim Mar'ah Najihah Muslimat NU Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada artikel NU Online Jateng mengatakan sedih rasanya setiap mendengar kepergian ulama. Kematian para ulama bukanlah sekedar kematian, tapi di situlah Allah mulai mengambil ilmu yang ada di muka bumi.

 

Boleh jadi ilmu terdokumentasikan dalam bentuk buku yang tersimpan di perpustakaan, boleh jadi ilmu tersimpan di dalam flashdisk. Boleh jadi ilmu tersimpan di server Google atau sebangsanya. Tapi kalau tidak diajarkan sama halnya ilmu itu telah hilang.

 

"Orang alim (ulama) adalah tempat penyimpanan ilmu sekaligus pengajar yang secara sukarela dan ikhlas memberikan ilmunya kepada siapa pun, maka kematiannya adalah lenyapnya tempat penyimpanan ilmu," ungkapnya.

 

Mengutip sebuah hadist riwayat Bukhari, "Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menggengam ilmu dengan sekali pencabutan mencabutnya dari para hamba-Nya. Namun Dia menggengam ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga, jika tidak disisakan seorang ulama, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Maka mereka tersesat dan menyesatkan."

 

Kontributor: Muhammad Asna Maulana
Editor: Kendi Setiawan