Obituari

KH Zainudin Jazuli Ploso, Sosok Kiai Egaliter

Sen, 12 Juli 2021 | 10:00 WIB

KH Zainudin Jazuli Ploso, Sosok Kiai Egaliter

Pengasuh Pesantren Alfalah Ploso KH Zainudin Jazuli (Foto: istimewa)

Cilacap, NU Online
Pengasuh Pesantren Alfalah Ploso KH Zainudin Jazuli telah meningalkan dunia untuk selama-lamanya pada hari Sabtu, 10 Juli 2021 yang lalu. Tetapi sejatinya yang pergi hanya jazadnya. Ruh perjuangannya tetap tertinggal abadi di benak para santri, alumni dan para muhibbin. Ada begitu banyak kenangan yang akan terus tersimpan dalam benak mereka.

 

Salah seorang alumni Pesantren Alfalah Ploso asal Cilacap, Jawa Tengah, Kiai Sulam Munajat menceritakan kenangannya tentang sosok Yai Dien, panggilan akrabnya.

 
"Yai Dien itu orangnya tegas dan berani," tutur Kiai Sulam saat ditemui di kediamannya, Ahad (11/07). Dengan mata menerawang mengenang masa bertahun lalu saat ia nyantri di Ploso, ia pun mulai bercerita.


 
Di matanya, KH Zainudin adalah sosok yang egaliter, tidak merasa jumawa dengan kedudukannya. "Beliau itu biasa berkomunikasi dengan santri dengan Bahasa Jawa halus,” lanjutnya.


KH Zainudin juga tidak segan-segan menerima masukan dari adik-adiknya. Padahal dirinya adalah putra tertua.

 

"Beliau juga figur orang yang terbuka. Meskipun dirinya adalah putra sulung, tapi akan menerima dengan legowo saat ada masukan dari adik-adiknya. Entah itu gus Miek, Gus munif, atau yang lain. Prinsip beliau yang penting bersatu untuk sebuah kemajuan", lanjutnya lagi.


Ada satu kenangan yang tak pernah dilupakan oleh K Sulam Munajat. Alumni yang nyantri pada kurun tahun 1997-2003 ini merupakan sosok santri yang rajin. Ia hampir tak pernah absen untuk setiap kegiatan di pondok. Memang bila dilihat satu persatu kitab-kitabnya penuh dengan asah-asahan. Sangat rajin. 

 

"Waktu itu saya ngaji kitab Fathul Qorib kepada beliau. Hanya kiab Fathul Qorib itu yang saya ngaji sama beliau. Sedangkan kitab-kitab lain saya ngaji sama kyai atau guru-guru yang lain. Rentang waktu ngaji kitab Fathul Qorib ini satu tahun," tuturnya.

 

Suatu hari karena ada roan Kiai Sulam terpaksa absen tidak ikut ngaji. "Dalam hati saya berkata, Ya Alloh saya ikhlas hari ini tidak ngaji tapi sudah saya niati ngaji. Saya berharap tahun depan saat bagian ini (yang ketinggalan), saya berkesempatan untuk ikut ngaji sehingga bisa menambalnya," lanjutnya.

 

Syahdan waktu berputar cepat hingga tiba waktunya suatu ketika bab yang tertinggal dibaca kembali oleh Yai Din. 

 

"Pas saat itu kiai yang mengajar saya kebetulan libur. Akhirnya saya bisa ikut ngaji Fathul Qorib dan menambal bab yang kosong setahun lalu," pungkasnya.

 

Kontributor: Naely Rokhmah
Editor: Kendi Setiawan