Opini

Berbuka Puasa dengan Daging Percepat Pemanasan Global

Ahad, 14 September 2008 | 23:00 WIB

Oleh Zahrul Azhar As`ad

Mungkin sebagian pembaca bertanya, apa hubungan makan daging dengan fenomena global warming (pemanasan global)? Bukankah pemanasan global hanya berkaitan dengan masalah lingkungan, hutan dan polusi kendaraan atau sejenisnya? Bukankah makan daging juga dapat memberikan energi lebih bagi yang memakan, bahkan pada sebagian orang meganjurkan kepada pengantin baru untuk mengonsumsi daging kambing agar lebih bertenaga dalam menjalankan “kewajibannya”?

Lingkungan yang tercemar akibat polusi dan pemanasan global, pola makan yang rendah serat, tinggi lemak (daging), pola hidup yang mengonsumsi rokok, alkohol, bahkan narkoba, serta rendahnya aktivitas fisik mengakibatkan mudahnya terpapar berbagai penyakit dan menurunnya kualitas hidup. Sedangkan berpuasa merupakan upaya memperbaki diri secara fisik, psikis dan spiritual yang diharapkan akan meningkatkan derajat kesehatan dan pola hidup yang peduli dengan alam sekitar. Dengan berpuasa kualitas hidup akan meningkat.<>

Kenapa Rasulullah Muhammad memberi teladan pada umatnya untuk berbuka puasa dengan beberapa biji kurma, bukan dengan seiris daging onta, misalnya? Tentu dari sisi ekonomi memang jauh lebih murah kurma dari seiris daging unta, atau dari sisi kesehatan kurma lebih “sehat dan menyehatkan”(meminjam istilah suci yang mensucikan dalam wudlu) untuk semua dibanding daging onta yang “sehat dan belum tentu menyehatkan bagi semua orang. Subhananallah, ternyata selain alasan di atas, masih ada alasan yang membuat kita tahu betapa visionernya Nabi dalam melihat fenomena dunia demi kelangsungan hidup umatnya dan seluruh mahkluk dunia, yaitu alasan pemanasan global.

Mari kita lihat data dan fakta yang menunjukkan kaitan erat antara mengonsumsi daging dengan pemanasan global. Dalam laporan Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang berjudul Livestock's Long Shadow: Enviromental Issues and Options (November 2006), daging merupakan komoditas penghasil emisi karbon paling intensif  18 persen, bahkan melebihi kontribusi emisi karbon gabungan seluruh kendaraan bermotor (motor, mobil, truk, pesawat, kapal, kereta api, helikopter) di dunia (13 persen). Peternakan juga adalah penggerak utama dari penebangan hutan. Diperkirakan 70 persen bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Setiap tahunnya, penebangan hutan untuk pembukaan lahan peternakan berkontribusi emisi 2,4 miliar ton CO2.

FAO mencatat bahwa industri peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang paling tinggi (18 persen), jumlah ini melebihi gabungan dari seluruh transportasi di seluruh dunia (13 persen). FAO juga menambahkan bahwa emisi yang dihitung hanya berdasarkan emisi CO2, padahal industri peternakan juga merupakan salah satu sumber utama pencemaran tanah dan air bersih. Peternakan melepaskan 9 persen karbondioksida dan 37 persen gas metana (23 kali lebih berbahaya dari CO2). Selain itu, kotoran ternak menyumbang 65 persen nitrooksida (296 kali lebih berbahaya dari CO2), serta 64 persen amonia penyebab hujan asam. Peternakan hewan adalah penyebab utama polusi dan semua gas emisi ke dalam lingkungan, dibutuhkan jumlah air yang sangat besar untuk menghasilkan setengah kilogram daging dan itu akan menjadi suatu masalah. Sebenarnya ada cara lain untuk mendapatkan makanan yang mengandung cukup protein bagi kita.

Perubahan demi perubahan melaju dalam hitungan bulan. Pada 18 Maret 2008, Jay Zwally, ahli iklim Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), memprediksi es di Arktika hampir semua akan mencair pada akhir musim panas 2012. Hanya dalam waktu dua ,bulan prediksi itu bergeser. Pada 1 Mei 2008 lalu, prediksi terbaru dilansir NASA: mencairnya semua es di Arktika bisa terjadi di akhir 2008 ini.  Sederet tanda-tanda bahaya yang telah terjadi sebelumnya adalah volume es di Arktika pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari empat tahun sebelumnya. Es di Greenland yang telah mencair mencapai 19 juta ton. Fenomena terbaru lainnya, pada 8 Maret 2008, Beting es Wilkins di Antartika yang berusia 1500 tahun pecah dan runtuh seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya atau sepertiga luas Jakarta ada 400 miliar ton gas Metana di dasar laut Kutub yang dapat memusnahkan kehidupan di Bumi)

Kita butuh kecepatan dan ketepatan membaca masalah hingga dapat memilih solusi yang efektif. Solusi yang mampu berpacu dengan waktu untuk memperlambat laju pemanasan global. Berkaitan dengan ini, hendaknya kita memahami dan mengikuti contoh dari Rasulullah yakni berbukalah dengan kurma atau setidaknya mengurangi daging dagingan. dan hidup berhemat.

Marilah dalam kesempatan bulan penuh barokah dan hikmah ini kita membuka cakrawala akan pentingnya keterlibatan kita sebagai pemimpin di muka bumi untuk peduli akan masa depan bumi yang kita pijak demi kelangsungan anak cucu kita dengan menjaga hutan kita, mengatur pola makan dan gaya hidup kita sesuai yang dicontohkan Rasulullah. Di saat kita mengatur waktu, sesungguhnya kita pun mengatur pikiran, kemauan, kebiasaan, emosi dan perasaan kita. selamat berpuasa.

Penulis adalah Wakil Direktur Rumah Sakit Unipdu Medika Jombang dan Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU Jawa Timur