Opini

Bung Hatta, Pancasilais Saleh

Sab, 3 Juni 2017 | 21:18 WIB

Oleh KH Saifuddin Zuhri

Beberapa hari yang lalu saya berjumpa dengan Pak Wangsawijaya, Sekertaris Bung Hatta Sejak 30-an tahun lebih. Saya tanyakan kepada beliau.

"Bagaimana keadaan Bung Hatta?"

"Sehari-hari hanya berbaring."

"Apa masih mempunyai minat membaca."

"Tidak lagi, Maunya hendak sembahyang saja!"

"Suka mendengarkan musik?"

"Rasanya tidak."

"Bagimana mendengarkan suara Al-Quran."

"Yang itu dia seneng."

"Saya akan carikan beliau cassette Al-Quran."

Saya berusaha mencarikan cassette Al-Quran yang bagus. Artinya yang bersuara lembut dan tenang, yang sekira cocok dengan selera Bung Hatta, apa lagi dalam keadaan sakit yang sangat memerlukan ketenangan. Suara Abdul Bashith Abdul Somad yang bernada tinggi dan meruncing agaknya kurang cocok buat orang sakit. Barangkali suara Musthafa Isma'il yang enpuk lebih sesuwai membentuk ketenangan.

Saya belum berhasil memperoleh casette Al-Quran, ketika saya membaca koran Bung Hata masuk rumah sakit. Tidak diperkenankan ditengok kecuali oleh keluarga yang terdekat. Kendati demikian saya tetap berusaha menperoleh cassette Al-Quran yang saya makaud. Entah bagaimana caranya akan saya selundupkan lewat Pak Wangsawijaya. Saya inggin memenuhi janji saya mencarikan cassette Al-Quran buat Bung Hatta.

Tiba-tiba melalui layar TVRI diumumkan bahwa Bung Hatta telah pulang ke rahmatullah. Saya merasa mempunyai hutang kepada Bung Hatta sebuah casaette Al-quran. Oleh karena keadaan toh tidak mungkin memenuhi janji saya, saya ajak seluruh isi rumah bersama-sama membaca Al-Quran Surat Yasin sebagihadiah dah doa buat Bung Hatta seorang Pemimpin Besar Bangsa Indonesia di samping Bung Karno yang telah tiada lagi.

Buat Bung Hatta yang telah jenazah mulia toh tidak memerlukan cassette dan segala benda apa pun. Sepertihalnya semua orang yang telah berpulang ke rahmatullah yang diperlukan hanyalah ampunan ilahi dan doa sekalian yang masih hidup terutama keluarganya dan orang-orang yang mencintainya.

Mudah-mudahan hutang saya telah lunas!

Demikianlah Bung Hatta yang boleh bilang sebagi miniatur pancasilais yang saleh. Beliau tetap sebagi muslim yang taat. Sekian lamanya ber sembayang Jum'at di Masjid Mataram hingga saat yang terahir kendati harus dipapah. Beliau patriotik sejak mudanya hingga akhir hayatnya. Beliau pengajar demokrasi politik, Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial. Beliau terbuka dan tidak memencilkan diri dalam pergaulan nasional maupun internasional.

Hari wafatnya diratapi oleh seluruh rakyat Indonesia. Boleh dikatakan semua orang setuju untuk menilai Bung Hatta orang baik, jujur, cakep, tegas, berani, ikhlas berkorban, sederhana hidupnya, tidak menumpuk kekayaan, seorang muslim yang saleh, dan pejuang hingga akhir. Jika semua orang berpendapat demikian, maka Allah Subhabahu Wa Ta'ala juga menggaap demikian.!

Kebesaran serta keharuman Bung Hatta abadi !

(Tulisan ini tertanggal 10 Mei 1980 di dalam buku Kaleidoskop Politik di Indonesia Jilid 2 )