Opini

Enam Agenda Santri dan Pesantren Masa Depan

Kam, 28 Oktober 2021 | 10:00 WIB

Enam Agenda Santri dan Pesantren Masa Depan

Ilustrasi santri putri. (Foto: NU Online)

Oleh Saiful Umam


Peringatan Hari Santri tahun ini terasa sangat semarak meski dilakukan dalam suasana yang masih belum bebas dari pandemic Covid-19. Sejumlah institusi, baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota, yang terkait dengan pesantren melakukan berbagai kegiatan dalam merayakan Hari Santri. Kementerian Agama, beberapa perguruan tinggi keagamaan Islam, ormas keagamaan, dan tentu saja berbagai lembaga dalam lingkungan Nahdlatul Ulama menyelenggarakan berbagai kegiatan, seperti aneka jenis lomba dan kajian ilmiah. Kesemarakan Hari Santri pun sangat terasa di media social dengan munculnya tagar dan upload kegiatan para santri di berbagai platform. 


Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) sebagai lembaga dalam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang concern pada pengembangan dan advokasi pesantren-pesantren Nahdliyyin, tak ketinggalan telah melakukan serangkaian kegiatan dalam menyemarakkan Hari Santri 2021. Rangkaian kegiatan sudah dimulai pada pertengahan Juli 2021 dengan menyelenggarakan Kompetisi Santri 4.0, dilanjutkan dengan Sayembara Logo dan Tagline Hari Santri, Peluncuran Asistensi Beasiswa Santri LPDP, Vaksinasi santri, Lomba Cipta Lagu, Pemilihan Duta Santri Nasional, Webinar Internasional, dan Puncak Hari Santri yang diisi dengan Khataman Qur’an, Shalawat Nariyah dan Amanat Ketua Umum PBNU. 


Webinar Internasional yang diselenggarakan pada 20-21 Oktober 2021 merupakan salah satu rangkaian yang sangat menyita perhatian para santri Nahdliyyin. Dalam acara tersebut sejumlah santri yang sekarang sedang berkarir di berbagai perguruan tinggi di luar maupun dalam negeri, diundang untuk menyampaikan pemikirannya. Tidak hanya dalam bidang agama, tapi juga sosial dan sains. Ada nama-nama yang sudah popular di media sosial, seperti Nadirsyah Hosen (Monash University, Australia) dan Sumanto al-Qurtubi (King Fahd University, Saudi Arabia). Selain mereka berdua, hadir pula menyampaikan pemikirannya Eva Fachrunnisa (ANU, Australia), Sidrotun Naim (Harvard Kennedy School, USA), Shalahuddin Kafrawi, Miftakhul Huda (Nagoya University, Jepang), Abdul Ghofur Maimoen (ST Al-Anwar, Rembang), M. Rodlin Billah (Karlsruhe Institute of Technology, Jerman) dan Novi Basuki (Sun Yat-Sen University, China)


Webinar ini juga menghadirkan Wapres KH Ma’ruf Amin, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Dalam webinar ini pula, Gus Menteri menyampaikan statemen yang terkait dengan hubungan NU dan Kementerian Agama dan kemudian menghebohkan panggung politik Indoneisa.  


Terlepas dari pro-kontra statemen Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang terus dikapitalisasi oleh sebagian masyarakat Indonesia, webinar tersebut mencatat sejumlah agenda yang perlu mendapat perhatikan dan juga tindakan, baik dalam bentuk respon maupun inisiatif, oleh santri dan masyarakat pesantren. Saya mencatat paling tidak ada enam hal yang penting untuk kita perhatikan bersama 


Pertama, rekognisi dan afirmasi pemerintah terhadap pesantren harus terus dikawal dan dipastikan mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pesantren. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren masih membutuhkan aturan-aturan turunan di bawahnya sehingga menjadi lebih operasional. Kita harus terus aktif berkomunikasi dengan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan sejumlah aturan turunan tersebut, baik di Kementerian Agama maupun di tingkat pemerintah daerah, sehingga tidak akan merugikan pesantren dan santri di Indonesia.


Kedua, pembentukan Ditjen Pesantren yang sedang diproses oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, perlu didorong dan dimonitor dengan seksama oleh kalangan pesantren. Nahdlatul Ulama selaku organisasi tempat afiliasi mayoritas pesantren yang ada di Indonesia perlu memastikan bahwa tugas utama ditjen ini sesuai dengan Undang-undang pesantren dan demi kemajuan para santri dan pesantren. Selain itu, Kementerian Agama juga perlu memastikan bahwa orang-orang yang mengisi jabatan pada ditjen dimaksud, mulai dari eselon satu sampai staf, adalah orang-orang yang faham tentang kultur dan pendidikan di pesantren. Dengan demikian, pembentukan ditjen tidak akan malah menjadikan pesantren terkunkung oleh aturan-aturan formal dan birokratis.  


Ketiga, narasi keislaman di dunia publik harus dipenuhi dengan narasi Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Banjirnya informasi melalui media sosial dalam berbagai platform mengakibatkan semua orang punya akses terbuka untuk menerima dan menyampaikan pemikiran dan gagasan dalam berbagai bidang, termasuk agama. Tidak sedikit kita jumpai di media sosial, narasi dan pemikiran keagamaan yang literal, sempit, dan tidak toleran, bahkan radikal. Hal ini tentu saja dapat menggangu kerukunan antar dan intra umat beragama bahkan dapat menggerogoti foundasi kebangsaan dan membahayakan NKRI. Oleh karenanya, kalangan Nahdliyyin sebagai bagian terbesar umat Islam Indonesia, yang meyakini misi utama Islam adalah menebar kedamaain kepada seluruh penghuni alam, harus tampil aktif mengisi semua platform media sosial dengan pesan dan narasi Islam yang ramah dengan tetap merujuk pada kakayaan turats Islam.


Keempat, tidak hanya mengisi media social, para santri dari pesantren juga sudah saatnya menguasai tekonologi informasi dan teknologi digital yang saat ini sangat mempengaruhi dunia. Para santri sudah saatnya untuk didorong dan difasilitasi agar sebagian dari mereka mendalami dan menguasai teknologi informasi dan digital. Dengan penguasaan yang baik, santri dan pesantren tidak hanya menjadi user dari produk-produk teknologi informasi dan digital, tapi dapat menjadi desainer dan bahkan produser di teknologi yang makin canggih ini.


Kelima, selain teknologi informasi-digital, para santri dan pesantren juga harus paham akan tantangan soal pangan dan energi masa depan. Bagaimana pun, pangan adalah hal pokok dalam kehidupan manusia. Dikaruniai wilayah yang subur tidak selayaknya Indonesia mengimpor bahan makanan. Sebagian santri harus didorong mendalami dan menguasai teknologi pangan agar Indonesia tidak lagi tergantung pada import dari negara lain. Pemanasan global juga menjadi issu penting dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah negara sudah berlomba mencari dan menemukan sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan dalam upaya mengurangi pemanasan global. Para santri tentu tidak boleh abai akan masalah yang dapat merugikan seluruh umat manusia di muka bumi ini. Harus ada sebagian santri, meski sedikit, yang menekuni bidang energi masa depan: energi baru dan terbarukan serta ramah kepada alam semesta. Hal ini juga untuk mengafirmasi tugas umat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, yakni menjaga kelesatarian alam. 


Keenam, beasiswa dari negara agar para anak bangsa, terutama para santri, mendalami bidang-bidang penting tersebut di atas sudah tersedia melalui LPDP. Santri harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Pesantren perlu menyiapkan para santrinya agar mampu bersaing dan mendapatkan beasiswa LPDP, supaya para santri dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dan mendalami bidang-bidang yang sangat dibutuhkan di masa depan. Selain itu, penyedia beasiswa LPDP juga perlu didorong akan menyediakan pula beasiswa untuk santri-santri yang hendak menekuni ilmu-ilmu agama di berbagai universitas kelas dunia. Selain teknologi yang sangat peting dalam kelangsungan kehidupan manusia di dunia ini, ilmu agama juga tidak kalah penting untuk menjaga keseimbangan kehidupan manusia. Adanya ahli agama yang mendalam dan luas ilmunya adalah hal niscaya untuk mendampingi umat secara keseluruhan agar tetap moderat dan seimbang dalam menjalani kehidupannya. 


Enam agenda tersebut perlu terus mendapat perhatian serius dari kalangan pesantren jika kita tidak ingin para santri nantinya hanya menjadi penonton bahkan korban dari perubahan yang sedang dan akan terjadi, baik dalam bidang sosial, politik, maupun teknologi. Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama akhir tahun ini merupakan momen penting untuk membicarakan enam agenda tersbut. Muktamar perlu merumuskan program-program strategis ke dalam dan sejumlah rekomendasi kepada pihak-pihak terkait. 


Jaringan santri dan pesantren dalam lingkungan NU, dengan kordinasi RMI, harus juga meningkatkan sinergi antar pesantren dalam mengawal dan melaksanakan program yang antisipatif terhadap tantangan dan perubahan masa depan. Tidak saatnya lagi pesantren-pesantren mempertajam perbedaan apalagi sampai bertentangan dalam masalah-masalah kecil dan minor, seperti perbedaan cara berdakwah, perbadaan institusi pendidikan formal, maupun kepentingan ekonomi-politik tingkat lokal. Sinergi dan kolaborasi antar pesantren menjadi kunci kemajuan santri dan pesantren di masa depan.


Penulis adalah Wakil Ketua RMI PBNU dan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta