Opini

Ma’had Aly Pencetak Kader Ulama Warisan KH As’ad Syamsul Arifin

Kam, 22 Agustus 2019 | 07:00 WIB

Ma’had Aly Pencetak Kader Ulama Warisan KH As’ad Syamsul Arifin

KH Raden As'ad Syamsul Arifin. (Dok. NU Online)

Oleh Hilmi Ridho

KH Raden As’ad Syamsul Arifin merupakan pengasuh kedua pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo Situbondo (1951-1990), setelah ayahandanya KH R. Syamsul Arifin. Banyak kalangan menyebutnya sebagai ulama kharismatik, pemimpin umat yang bijaksana, pejuang maupun negarawan, serta sederetan sebutan lain. Umur beliau sepanjang 96 tahun itu diperuntukkan hanya semata-mata mengabdi demi kepentingan pesantren, bangsa, negara, dan agama menuju baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. 

Beliau lebih dikenal dengan ulama kharismatik, wibawanya tidak terbatas hanya dikalangan santri dan pesantren saja, akan tetapi meluas sampai pada masyarakat, khususnya di daerah Jawa Timur. Bahkan para pejabat daerah maupun pemerintah pusat tampak simpati dan santun terhadap beliau. Sebagai santri senior Hadlratussyekh KH Hasyim Asy`ari pendiri Nahdlatul Ulama, sangat konsis melanjutkan dan menegakkan  prinsip  Amar Ma`ruf & Nahi Munkar baik di dalam ataupun di luar NU. Penghormatan beliau terhadap guru yang satu ini sangat luar biasa. Hal ini bisa dibuktikan dengan sikap rendah diri beliau terhadap keturunan KH Hasyim Asy`ari.

Setelah KHR. Syamsul Arifin meninggal dunia pada tahun 1951 M, Kiai As`ad sebagai putra sulung segera menggantikan posisi ayahnya sebagai pengasuh. Sejak itulah, kyai As`ad mencurahkan semua perhatiannya ke pesantren, meskipun sejak 1925 M sudah terlibat ikut mengurusinya. Bahkan bisa dikatakan tahun 1951 M itu merupakan tahun kembalinya kyai As`ad ke pesantren. Selama memimpin pondok pesantren, banyak pihak yang mengakui Kiai As`ad memiliki banyak ide untuk memajukan lembaga pesantren tersebut. Beberapa ide beliau antara lain; mendirikan Universitas Ibrahimy, mendirikan Sekolah Umum, dan mendirikan Lembaga Pendidikan Tinggi Keagamaan yang dikenal dengan Ma`had Aly.

Ketika muncul kekhawatiran terjadinya kelangkaan kader ulama dan muballigh yang mumpuni, Kiai As`ad pun ikut gelisah memikirkannya. Beliau kemudian tak henti-hentinya menghubungi beberapa ulama untuk memecahkan masalah kelangkaan kader ulama tersebut, ditambah munculnya berita-berita mengenai wafatnya ulama sepuh dan ulama kharismatik.

Berkenaan dengan hal itu, maka pada tahun 1990 M, pondok pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo membuka sebuah lembaga pendidikan tingkat tinggi keagamaan yang bernaung di bawah pondok pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo Situbondo. Lembaga tinggi itu diberi nama al- Ma`hadul `Aliy Li `Ilmail Fiqh Wa Ushulihi yang bertujuan untuk mencetak kader-kader ulama dan faqih zamanih. Lembaga inilah yang senantiasa menjadi obsesi beliau hingga akhir hayatnya. Bahkan, seminggu sebelum Kiai As`ad berpulang ke rahmatullah, beliau masih sempat menitipkan lembaga tersebut kepada KH Ali Yafie dan Dr Fahmi Saifuddin.

Ketika kedua tokoh itu mengunjungi kediaman Kiai As`ad di Situbondo, beliau berwasiat agar NU tetap dijaga jangan sampai menyimpang dari khittah 1926, dan juga pondok pesantren yang berada dibawah naungan NU jangan sampai menyimpang dari ajaran salaf dan kebijaksanaan NU hendaknya selalu didasarkan pada hukum fiqih. Selain NU, Kiai As`ad  juga menitipkan Ma`had Aly, “jika saya dipanggil oleh Allah SWT dalam waktu dekat ini, saya titipkan kelangsungan Ma`had Aly ini kepada sampean,” tuturnya. 

Wasiat beliau hakikatnya meminta agar NU sudi menjaga kelangsungan pendidikan tinggi ilmu fiqih itu, baik dari segi pendanaannya maupun pengadaan dosennya. Harapan beliau lembaga tersebut mampu mencetak kader-kader ulama tangguh yang mempunyai kepekaan dan kepedulian terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang diimbangi dengan pengetahuan tentang Islam secara menyeluruh dan mendalam.

Ma`had Aly Situbondo lahir sebagai berkah dari kegelisahan beberapa kiai nahdliyyin yang sempat bertemu beberapa kali di pondok pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo Situbondo. Kegelisahan tersebut ialah tentang semakain merosotnya kualitas alumni pesantren dalam bidang ilmu-ilmu agama. Sementara kehadiran perguruan tinggi umum di pondok pesantren tak mampu membendung kemerosotan pondok pesantren itu sendiri, karena kenyataannya perguruan tinggi umum lebih berorientasi pada formalitas daripada kualitas, sehingga pola rekrutmen mahasisiwanya lebih dititikberatkan pada syarat-syarat formal seperti ijazah dibandingkan syarat-syarat substansial.

Langkah yang diambil oleh KHR. As`ad Syamsul Arifin dalam mendirikan Ma`had Aly tentu bukanlah tanpa alasan, beliau mendirikan lembaga pendidikan tinggi tersebut karena sebagai bentuk respon terhadap pesan gurunya, KH Hasyim Asy’ari Jombang, agar setelah pulang kampung banyak melahirkan fuqahâ’, hal inilah yang menjadi alasan utama berdirinya Ma`had Aly Salafiyah Syafi`iyah Situbondo.

Ketika awal berdirinya Ma`had Aly, Kiai As`ad sendiri yang langsung menjadi Mudir (direktur) Ma`had Aly. Bukan hanya itu, beliau juga meminta agar pengajian yang diasuh oleh para kyai untuk santri Ma`had Aly angkatan pertama disambungkan langsung ke kediaman beliau, yaitu di asarama Ma`had al-Qur`an. Setelah Ma`had Aly berdiri kurang lebih lima belas hari, tepatnya pada hari sabtu 04 Agustus 1990, kyai As`ad dipanggil oleh Allah SWT untuk selamanya. Kepemimpinan tertinggi Ma`had Aly dipegang oleh KH Abdul Wahid Zaini, paiton probolinggo. Kurang lebih menjabat selama tiga tahun, atas pertimbangan usia dan kesehatan, kyai Wahid Zaini mundur sebagai Mudir dan digantikan oleh kyai Ach. Hariri Abdul Adhim.

Kyai Hariri dibantu KH Afifuddin Muhajir sebagai Naib Mudir I (wakil direktur I), dan alamarhum al-Maghfurlah KH Hasan Basri, sebagai Naib Mudir II. Perpindahan kepemimpinan Mudir tersebut, bukanlah pemilihan sembarangan, akan tetapi kepemimpinan kyai Ach. Hariri Abdul Adhim sudah disematkan oleh kyai As`ad jauh sebelum peresmian Ma`had Aly, beliau berkata, “engkok akhebeyeh Ma`had Aly, se Ngorengnah edina` Hariri ben Khofi”, terjemahannya, “Saya mau mendirikan Ma`had Aly yang akan menangani adalah Hariri (KH Ach. Hariri Abdul Adhim) dan Khofi (KH Afifuddin Muhajir).”

Warisan Kiai As`ad ini sangat memberikan dampak positif bagi lembaga-lembaga pendidikan lainnya, hal itu terbukti banyaknya pesantren yang juga mendirikan pendidikan tinggi keagamaan Ma`had Aly, hingga saat ini setidaknya sudah berdiri 35 Ma`had Aly di Indonesia, namun Ma`had Aly situbondo tetap menjadi founding father. 

Keinginan Kiai As`ad dalam mencetak kader ulama bukanlah fiktif belaka, hal ini bisa dibuktikan dengan kemampuan Ma`had Aly Situbondo yang sudah meluluskan sembilan angkatan  terhitung sejak tahun 1990-2019 dengan rata-rata mahasiswa 35-40 orang. Pada tahun 2003 yang lalu, Ma`had Aly Situbondo ditunjuk oleh Direktorat Pekapontren Kementrian Agama RI menjadi Pilot Project penyelenggara Ma`had Aly se-Indonesia. Ma`had Aly mendapatkan SK penyetaraan dengan program S2 (Magister Hukum Islam) di lingkungan PTAI dari Dirjen Kelembagaan Agama Islam Kementerian Agama RI.

Hingga beberapa tahun terakhir ini Ma`had Aly Situbondo sering menerima kunjungan dari sejumlah pesantren dan perguruan tinggi. Mereka mengunjungi Ma`had Aly dengan beragam dan maksud tujuan. Ada yang melakukannya dengan maksud studi banding, ada pula yang datang dengan tujuan penelitian ilmiah, baik menyangkut kurikulum, manajemen pengolahan, manajemen pembiayaan dan lain sebagainya. Mereka meneliti dengan berbagai pendekatan dan latar belakang yang berbeda.

Sebagian ada yang melakukan penelittian secara individu, serta tidak sedikit pula yang melakukannya secara kolektif. Mereka yang datang dari pondok pesantren rata-rata meneliti dalang rangka pendirian Ma`had Aly atau ingin mengembangkan manajemen pembelajarannya di pondok pesantren yang mereka bina. Sedangkan mereka yang datang dari lingkungan kampus umumnya meneliti atas tugas akademik dari perguruan tinggi masing-masing. Mereka ada yang datang atas sponsor penelitian kompetetif PTAI Kementerian Agama RI, di samping ada juga yang meneliti untuk penulisan tesis program pascasarjana, baik untuk program magister maupun doktoral, dari berbagai perguruan tinggi Islam.

Sampai saat ini Ma`had Aly Situbondo menjadi lembaga pendidikan tinggi keagamaan yang eksis dengan konsentrasi fiqih dan ushul fiqih, lembaga ini sudah berkembang sangat pesat sejak diakui oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama. Ma`had Aly Situbondo memiliki dua jenjang pendidikan, yaitu Ma`had Aly Marhalah Ula (M1) untuk strata I (S1) dan Ma`had Aly Marhalah Tsaniyah (M2) untuk program strata 2 (S2). 

Ma`had Aly menargetkan lulusannya mampu menjadi penerus ulama dalam menjawab masalah-masalah fiqhiyyah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dengan modal kemampuan dalam membaca teks-teks Arab dan keterampilannya dalam menelusuri jawaban masalah di dalam kitab-kitab turats karya ulama zaman dahulu. Salam Takzim kami, Kiai As’ad Syamsul Arifin. Warisanmu akan selalu kami jaga.
 
 
Penulis adalah santri Ma`had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo
 
Sumber rujukan:
Hasan Basri, Choirul Anam (Ed), K.H.R. As`ad Syamsul Arifin Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Surabaya: Fikri Print, t.th.
Ach. Muhyiddin Khatib, dkk, Suluk K.H. Achmad Hariri Abdul Adhim Pilar Spiritualitas Ma`had Aly Salafiyah Syafi`iyah Situbondo, Situbondo: Tanwirul Afkar, 2018.