Opini

Makna Radikal Eksistesi Barokah

NU Online  ·  Ahad, 5 Agustus 2012 | 00:40 WIB

Oleh : Mahrus Sholeh*

 

Dalam kehidupan sehari-hari istilah "barokah" tidaklah asing kita dengarkan. Lebih-lebih di lingkungan pesantren ataupun masyarakat yang lekat dengan tradisi santri. Seakan-akan Barokah adalah suatu tujuan mulia yang hendak dicapai, dimana jika sesorang mendapatkannya maka dia terbilang orang yang sukses dan bahagia. Banyak sekali perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (terutama santri dikalangan pesantren) yang sepertinya tidak masuk akal, tapi tetap dilakukan, dengan tujuan mendapatkan keberkahan dalam ilmu sebagai bekal kehidupannya kelak.
<>
Tulisan ini bukan ingin menjadi legitimasi, agar orang yang mencari ilmu meninggalkan belajar dengan tekun. Seorang murid atau santri, sudah menjadi kewajiban utamanya adalah menuntut ilmu dengan sungguh-sunguh, dengan berbagai variasinya. Akan tetapi ingin menyajikan sisi lain sebuah metode yang kurang lazim dalam mencari ilmu –atau mencari apapun-, tapi diyakini dan terbukti berhasil sebagai bekal hidup dan kehidupan di dunia.

Trio Makna Barokah

Barokah atau berkah dalam istilah di pesantren adalah bertambah-tambah dalam kebaikan (ziyadatun fi khoir). Dalam kehidupan di masyarakat, sering istilah ini diimplikasi menjadi berkat, yaitu sebungkus nasi dan aneka kue untuk para tamu undangan yang diberikan tuan rumah sebagai shadaqah. Inti dari shadaqah tersebut memang ingin mendapat pahala dan berkah dari Allah swt, karena memberi sebagian kelebihan untuk sesama. 

Dalam kehidupan sehari-hari makna barokah bisa di lihat dari tiga segi. Pertama, Barokah berarti an-nama’(tumbuh). Tumbuh berarti bertambah secara kualitas atau nilai, bukan kuantitas. Tumbuh ini mungkin secara kasat mata tidak terlihat, karena tidak ada perubahan dari segi bentuk dan fisik. Akan tetapi, bertambah dalam kualitas ini dapat dirasakan secara nyata dengan perbandingan sebelum dan sesudah. 

Kedua, makna Barokah adalah al-ziyadah (bertambah atau berkembang). Kalau ini bertambah secara kuantitas, ada perubahan jumlah yang bisa dilihat dengan mata kepala. 

Makna yang Ketiga, barokah bermakna al-sa’adah (kebahagiaan). Ini –menurut penulis- adalah makna Barokah yang paling penting. Esensi hidup adalah bahagia. Do’a yang sering kita panjatkan adalah fiddunya hasanah dan fil-akhiroti hasanah, bahagia di dunia dan akhirat. Kekayaan yang berlimpah, ilmu yang luas, wajah yang elok rupawan, nama yang terkenal, kekuasaan yang tinggi, pengaruh yang absolut adalah perwujudan kesenangan dunia, tapi itu semua sama sekali tidak menjamin  kebahagiaan. Malah akan menjadi beban yang berat, jika tidak mampu mengelola dengan cara yang baik. 

Setelah mengamati trio makna barokah tersebut, tentunya dapat dipahami dan diambil benang merah bahwasannya eksistensi barokah itu ada jikalau para ngalap berkah itu mampu mengaplikasikan dan mengelola dengan baik atas segala tindak tekstual yang telah tertera dalam Alqur’an dan al-hadits. Selain itu juga dengan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pesantren atau lembaga instansi atau yang terkait masalah tempat yang biasa para ngalap berkah itu mangkal. Dengan demikian, jika telah mencapai proses pemasakan keberkahan dan mencapai ghoyahnya, maka tidak akan sulit barokah itu untuk diraihnya.  

*  Alumni Wil. Zaid Bin Tsabit PP. Nurul Jadid & Mahasiswa Jurusan Tafsir & Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya