Opini

Meluruskan Tesis Muhaimin AG tentang Silsilah Tarekat Syatariyah Buntet Pesantren

Ahad, 17 Februari 2019 | 06:00 WIB

Oleh: Syakir NF

Cirebon dikenal sebagai salah satu kota pusat Tarekat Syatariyah. Mengutip Mahrus El Mawa, Cirebon disebut sebagai melting pot Tarekat Syatariyah di Nusantara. Pasalnya, tarekat ini sudah kali pertama dianut oleh Sunan Gunung Jati.

Martin van Bruinessen mengutip kitab Sajarah Banten Rante-rante dan Babad Cirebon menyatakan dalam bukunya Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat bahwa lingkungan istana telah mengenal tarekat Syattariyah, Naqsyabandiyah, dan Kubrawiyah melalui seorang atau lebih murid al-Syinnawi atau penggantinya, mungkin orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji ataupun orang luar yang datang ke Indonesia.

Lepas dari Sunan Gunung Jati, Tarekat Syatariyah juga menyebar di Cirebon dari Syekh Abdul Muhyi, Pamijahan, sebelum ia menyebarkannya ke Priangan Selatan. Ia merupakan murid dari Syekh Abdul Rauf Singkel, seorang ulama Aceh.

Muhaimin AG menulis dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Bingkai Lokal: Potret dari Cirebon, bahwa Tarekat Syatariyah di Buntet tidak memilki hubungan dengan Syekh Muhyi atau dengan Abdul Rauf Singkel karena Syatariyah masuk ke Buntet melalui sumber yang berbeda. Hal ini perlu diluruskan bahwa sebenarnya pendiri Buntet Pesantren sendiri, yakni Mbah Muqoyim, mengambil Tarekat Syatariyah dari jalur Syekh Abdul Muhyi. Hal ini dibuktikan dengan sebuah manuskrip yang disimpan oleh Raden Raffan Hasyim. Berikut silsilahnya dari Rasulullah hingga ke bawah.

 
1.      Rasulullah saw
2.      Sayidina Ali kw
3.      Sayidina Husein al-Syahid
4.      Sayidina Zainal Abidin
5.      Imam Muhammad Baqir
6.      Imam Ja'far al-Shadiq
7.      Sultan Arifin Abi Yazid al-Busthami
8.      Syekh Muhammad Maghrib
9.      Quthb Abi Mudlaffar Maulana Rumi Thusi
10.  Quthb Abi Hasan al-Hirqani
11.  Syekh Hadaqili Maawara al-Nahari
12.  Sayid Muhammad Asyiq
13.  Syekh Muhammad al-Syathari
14.  Syekh Hidayat Sarmusun
15.  Syekh Hudluri
16.  Syekh Sayid Muhammad Ghauts bin Syekh Khathir al-Din
17.  Sayid Wajhu al-Din Alawiy
18.  Shibghat Allah bin Sayid Ruhu Allah
19.  Sayidina Abi Mawahib Abd Allah Ahmad bin Ali Abbas al-Syinawi
20.  Syekh Ahmad bin Muhammad Madinah (Syekh Qusyasyi)
21.  Syekh Abdul Rauf bin Ali al-Fansuri al-Singkili
22.  Syekh Haj al-Muhyi Safarwadi
23.  Kiai Thalab al-Din (Penghulu Batang)
24.  Kiai Muqoyim Cirebon
25.  Kiai Mas Arifin Tuk
26.  Kiai Haj Syarqawi Majalengka
27.  Kiai Bulqini Cirebon.

Namun, memang silsilah ini sepertinya terputus hingga Mbah Muqoyim, tidak turun ke anak cucunya. Pasalnya, sanad Tarekat Syatariyah dua cucunya, yakni Kiai Soleh Zamzami yang mendirikan Pondok Pesantren Benda Kerep dan Kiai Abdul Jamil yang meneruskan estafet kepemimpinan Pondok Buntet Pesantren tidak bersambung kepada kakeknya.

Muhaimin AG dalam bukunya juga mencatat bahwa Mbah Muqoyim merupakan mursyid Tarekat Syatariyah keraton meskipun tidak merekrut pengikut di Buntet atau setidaknya jika pun dilakukan itu tidak secara terbuka. Walakin, dalam buku yang dihasilkan dari disertasinya di Universitas Nasional Australia (ANU) itu, Muhaimin tidak menyebutkan sanad tarekat Mbah Muqoyim.

Adanya sebuah kertas fotokopi yang pernah penulis dapatkan dari Mursyid Tarekat Syatariyah Buntet Pesantren, yakni KH Ade Nasihul Umam saat sowan pada tahun lalu, menjadi bukti sanad tarekat Kiai Soleh dan Kiai Abdul Jamil tidak bersambung kepada Mbah Muqoyim. Menantu KH Abdullah Abbas itu menemukan kertas tersebut dari sebuah kitab mertuanya, secarik kertas yang berisi pengangkatan KH Mushlih Jepara sebagai mursyid Tarekat Syatariyah.

Dalam silsilah tersebut, disebutkan bahwa Kiai Abbas mengambil sanad Tarekat Syatariyah dari ayahnya, yakni Kiai Abdul Jamil. Lalu, Kiai Abdul Jamil dibaiat oleh kakaknya, yakni Kiai Soleh Zamzami. Kiai Soleh dibaiat Kiai Anwaruddin Kriyani. Berikut selengkapnya

1.      Kiai Abbas
2.      Kiai Abdul Jamil
3.      Kiai Soleh Zamzami
4.      Mbah Kriyan
5.      Kiai Asy'ari Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah
6.      Syekh Muhammad
7.      Sayid Madani
8.      Sayid Ibrahim Thahir
9.      Syekh Mulla Ibrahim
10.  Syekh Ahmad Qusyasyi
11.  Syekh Sanawi
12.  Sayid Shibghat Allah
13.  Sayid Wajih al-Din
14.  Sayid Ghauts
15.  Syekh Hadlari
16.  Syekh Hadiyatullah dan seterusnya sampai Syekh Abu Yazid al-Busthami terus hingga Rasulullah saw.

Ayah Kiai Soleh dan Kiai Abdul Jamil, yakni Kiai Mutaad, juga merupakan salah satu penganut Tarekat Syatariyah meskipun penulis belum mengetahui sanadnya dari mana. Akan tetapi, Kiai Mutaad, sebagaimana diungkapkan oleh Zainul Milal Bizawie dalam bukunya Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad, adalah salah seorang pasukan Diponegoro saat Perang Jawa 1825-1830 M.

Keterlibatan Buntet Pesantren melalui Kiai Mutaad itu ditandai dengan adanya pohon sawo di dekat Masjid Agung Buntet Pesantren sebagai tanda bahwa terdapat seorang pasukan Pangeran Diponegoro di daerah tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa Pangeran Diponegoro juga merupakan pengamal Tarekat Syatariyah mengikuti nenek buyutnya, yakni Ratu Ageng, sebagaimana disampaikan Prof Oman Fathurahman, mengutip Rizal Mumazziq di NU Online, berdasarkan penelitian terhadap naskah Jav. 69 (Silsilah Syattariyah) dari koleksi Colin Mackenzie di Perpustakaan British (British Library), London, Inggris.

Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta.