Opini

Membangun Nasionalisme Generasi Muda

Sel, 9 April 2019 | 03:30 WIB

Oleh Febi Akbar Rizki

Masa dimana manusia mulai memiliki kepekaan sosial dan pembentukan karakter dalam diri merupakan satu tahapan manusia yang dikenal dengan istilah pemuda. Aristoteles menerangkan pemuda dalam ilmu psikologi adalah suatu tahap seseorang yang berada dalam masa remaja yang berpikir kritis serta berprinsip untuk mempertahankan ideologi. Nasionalisme pemuda bangkit karena adanya tekanan penindasan dari para kaum kolonialis, sebab penderitaan itulah para pemuda semangat untuk mengusir para penjajah dari tanah air.

Sejarah mencatat tentang perjuangan pemuda zaman dulu melawan kaum penjajah yang merampas kekayaan Indonesia, resiko mendapat hukuman penjara bahkan kehilangan nyawa pun siap dihadapi demi mengembalikan hak rakyat Indonesia. Perjuangan tersebut merupakan bentuk nasionalisme mereka pada negara. 28 Oktober 1928 momentum sumpah pemuda menjadi simbol nasionalisme kaum muda yang antusias berjuang demi kebebasan sebagai rakyat Indonesia sampai mencapai titik kemerdekaan.

Saat ini nilai-nilai kecintaan pemuda pada Indonesia mulai mengikis, mereka hanya orang-orang yang menikmati kebebasan hidup di negara tanpa kontribusi yang nyata. Mereka menganggap bahwa kehidupan mereka adalah hak diri mereka sendiri, tidak ada urusannya dengan negara ataupun orang lain. Sehingga akar pemikiran konservatif seperti itu melahirkan sikap pemuda yang apatis terhadap keadaan sosial yang terjadi. Apapun kondisi negara yang mereka pikirkan hanya minta uang kepada orang tua, kouta internet tetap terjaga, main game, dan aktif bersosial media.

Ironisnya paham radikalisme mulai meningkat di banyak perguruan tinggi di Indonesia, penganut paham ekstrim ini diikuti oleh para pemuda labil yang baru belajar agama. Mereka tidak merasa bersalah atas sikap yang mereka lakukan melainkan bangga dan menganggap hal itu merupakan kebenaran yang mutlak ajaran agama.

Kurangnya pemahaman tentang substansi nilai-nilai Pancasila dan penerapannya menjadikan pemuda yang tergabung dalam kelompok radikal ingin mendirikan negara Islam di Indonesia. Mayoritas gerakan yang terorganisir pada kegiatan-kegiatan seperti demo atas nama bela agama, reuni di bawah kepentingan, seminar nasional dan internasioal, ekspansi penerbitan buku dan penyebaran lembar-lembar buletin di banyak Masjid ini pelakunya adalah kaum pemuda.

Meski masih banyak kaum muda yang teap mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mempertahankan ideologi Pancasila, gerakan-gerakan yang mengancam keutuhan NKRI tersebut tidak bisa dianggap remeh. Apalagi target kelompok radikal itu adalah remaja di sekolah dan kampus-kampus umum. Jika tidak ditanggapi dengan serius maka mereka akan terus menyebar dan mengganggu stabilitas nasional.

Sekarang waktunya nasionalisme pemuda bangkit dan berkobar kembali, ancaman yang datang bukan lagi dari bangsa lain tetapi sesama rakyat Indonesia yang salah memahami konsep kebangsaan di Indonesia. Jika masih saja berleha-leha dan berpikir demi kepentingan diri sendiri, siapa lagi yang akan bertanggung jawab atas keamanan serta persatuan Indonesia ketika benih-benih perpecahan mulai muncul. Membangun kesadaran dan kepekaan sosial dari diri sendiri menjadi langkah awal pondasi kabangkitan semangat pemuda saat ini, antusiasme akan berkobar jika kecintaan pada negara sudah menancap.

Setelah selesai dengan diri sendiri, paham nasionalisme perlu diorganisir dan disebarkan kepada masyarakat luas. Minimal kepada sesama pemuda melalui forum kajian, diskusi ilmiah ataupun topik pembicaraan saat ngopi. Punahkan tradisi egoisme dan sibuk dengan rutinias keseharian yang sia-sia. Minimalisasi aktivitas yang bersifat hiburan seperti media sosial dan game, karena itu hanya mendatangkan kesenangan sementara dan menimbulkan addict berkelanjutan.

Sejumlah 20 negara bersama Indonesia melarang kelompok radikal Hizbut Tahrir yang membawa nama Islam dalam beroprasi dinegaranya. Mesir menolak Hizbut Tahrir karena terlibat kudeta 1974, Suriah menolak Hizbut Tahrir melalui jalur ekstra yudisial 1998, Turki menolak Hizbut Tahrir sebab dianggap organisasi teroris 2004, Rusia menolak Hizbut Tahrir pun karena menganggap organisasi teroris 2003, Jerman menolak Hizbut Tahrir sebagai penyebar propaganda kekerasan dan anti semit Yahudi 2003, Malaysia menolak Hizbut Tahrir yang dianggap kelompok menyimpang 2015, Yordania menolak Hizbut Tahrir karena mengancam kedaulatan negara, Arab Saudi menolak Hizbut Tahrir karena mengancam negara di era kepemimpinan Abdulaziz, Libya menolak Hizbut Tahrir karena dianggap organisasi yang menimbulkan keresahan di era kepemimpinan Moamar Khadafi, Pakistan menolak Hizbut Tahrir karena mengancam negara 2016, Uzbekistan menolak Hizbut Tahrir karena menjadi dalang pengeboman di Tashkent 1999, Kirgistan menolak Hizbut Tahrir sebab dianggap kelompok ekstrem 2004, Tajikistan menolak Hizbut Tahrir karena terlibat akivitas terorisme 2005, Kazakhstan menolak Hizbut Tahrir karena terlibat terorisme 2005, China menolak Hizbut Tahrir karena melakukan kegiatan teror 2006, Bangladesh menolak Hizbut Tahrir karena mengancam kedamaian, Prancis menolak Hizbut Tahrir sebab organisasi ilegal, Spanyol menolak Hizbut Tahrir sebab organisasi ilegal 2008, Tunisia menolak Hizbut Tahrir karena merusak ketertiban umum.

Indonesia membubarkan Hizbut Tahrir tahun 2017 karena bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi, mengancam ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan negara. Sebagai bagian dari negara Indonesia, kaum muda harus mendukung dan mengawal keputusan pemerintah untuk mempertahankan keutuhan negara, sikap tersebut bukan berarti anti Islam karena mendirikan Khilafah tidak termasuk kewajiban bagi seorang muslim dan tidak mengganggu keislaman seseorang karena tidak termasuk Rukun Islam ataupun Rukun Iman.

Tindakan ini melambangkan sikap Nasionalisme pemuda terhadap bangsa dari ancaman yang mengganggu persatuan Indonesia dari bangsa asing maupun bangsa Indonesia sendiri. Kaum muda dahulu telah membuktikan sikap nasionalismenya dalam wujud memperjuangkan kemerdekaan dari belenggu penjajah, maka kaum muda sekarang bertanggung jawab menjaga kemerdekaan dalam wujud perjuangan yang mencegah embrio perpecahan terjadi, serta membawa NKRI kearah kemajuan dalam bingkai keberagaman.

Generasi yang akrab dengan teknologi menjadi kekuatan basar bagi bangsa Indonesia ditengah arus globalisasi, potensi ini merupakan investasi bangsa dalam menghadapi tantangan zaman menuju seratus tahun kemerdekaan Indonesia. Membangun antusiasme dalam memperjuangkan negara sebagai ekspresi Nasionalisme kaum muda yang mempunyai cita-cita tinggi untuk peradaban progresif, karena kaum muda sekarang adalah para tokoh bangsa pemegang kendali arah masa depan negeri ini.


Penulis adalah pegiat literasi di PKPT IPNU IPPNU Universitas Islam Malang. Bisa disapa lewat akun Instagram @Febiarrizqi