Opini

Membangun Pola Kaderisasi PMII Kampus Umum

Kam, 8 September 2016 | 03:02 WIB

Oleh Eko Tri Pranoto
Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan melakuakan tugas-tugas keorganisasiannya dengan baik dan dinamis.

“Dan hendaknya takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar” (An-Nisa : 9).

Bung Hatta pernah bertutur mengenai kaderisasi, “Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya harus menanam!”.
    
Dalam kaderisasi ada dua ikon penting yaitu :
1. Pelaku Kaderisasi (subyek)
2. Sususnan Kaderisasi (obyek)

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) fungsi dasarnya adalah kaderisasi, sesuai dengan tugas PMII “terbentuknya pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, cakap dan bertanggungjawab, mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia (Tujuan PMII, Pasal 4 AD/ART).

Pola kaderisai PMII memiliki karakter dan karakteristik yang berbeda-beda sesuai denga kondisi lingkungan dan situasi karakter mahasiswa pada jenis lembaga serta fakultas tertentu. Oleh karena itu pemahaman tentang teritorial PMII sangat perlu untuk ditanamkan. Berangkat dari pemahaman tersebut, pengurus komisariat maupun pengurus rayon memiliki kultur dan tantangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada pada kampus-kampus yang berlatar belakang Islam.

Keberagaman latar belakang kultur mahasiswa di kampus umum serta padatnya waktu kuliah menjadi tantangan yang berat bagi PMII kampus umum. Untuk itu diperlukan formulasi kaderisasi yang matang agar tetap mampu bertahan di tengah kondisi kampus yang heterogen. Banyak jumlah kajian keilmuan di kampus umum dengan berbagai fakultas yang mempelajari disiplin ilmu dapat dijadikan modal untuk memaksimalkan pengembangan potensi kader sesuai dengan budaya masing-masing. Melalui pengembangan potensi tersebut makan akan tercipta kader-kader PMII yang layak dan kondusif untuk di tempatkan pada lini-lini yang terdapat di tiap lembaga kampus.

Dalam segi internal PMII, problem yang menjadi penyebab kurang hafalnya suatu kaderisasi adalah tidak adanya ruang sebagai media aktualisai bagi anggota maupun kader yang telah demisioner sebagai pengurus PMII sehingga tidak ada sinergitas bagi mereka terhadap fungsi kaderisasi. Perlu adanya ruang untuk meyakinkan para pengurus demosioner agar tidak lepas peran dan fungsi terhadap kaderisasi.

Penanaman nilai-nilai keislaman dan pemahaman ke-PMII-an harus disesuaikan dengan proses melalui ruang kaderisasi nonformal dan ruang kultural yang ada agar nilai dan pemahaman tersebut dapat disampaikan baik secara tekstual ataupun nontekstual. Kaderisasi nonformal bertujuan untuk membekali kader dengan pengetahuan dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan oleh kader, maka output yang dihasilkan pada ruang kaderisasi ini terhadap pemahaman ke-PMII-an adalah meluluskan kader-kader yang ulil albab. Dalam pemahaman nilai-nilai keislaman, yang kultural yang ada merupakan pusat produksi ASWAJA sebagai manhaj al-fiqr PMII. Ruang kultur sangatlah penting mengingat kampus umum sangat kering keagamaannya.

Menyalurkan kaderisasi tentu butuh yang namanya “ritual” agar tercipta sebuah kesinambungan gerakan. Selain itu perlu adanya inovasi dan kreativitas dalam berpikir menjalankan kaderisasi agar kaderisasi yang dilakukan tepat sasaran. Tujuan lebih kepada aspek kuantitas contohnya sebelum melakukan Mapaba perlu adanya sebuah kegiatan pra-Mapaba yang bertujuan untuk pendalaman emosial dan pengenalan PMII kepada sasaran biasanya mahasiswa baru.

PMII Unila yang akrab disapa dengan nama PMII Komisariat Brojonegoro merupakan perintis berdirinya PMII di tanah Sai Bumi Ruai Juarai, bahkan dahulu PMII Unila adalah barometer pergerakan di Lampung. PMII Unila merupakan kiblat bagi seluruh PMII di berbagai penjuru Lampung. Banyak kader-kader yang sudah menjadi alumni sukses di berbagai profesi serta menduduki posisi strategis yang tersebar di berbagai daerah di Lampung baik sebagai pejabat, pengusaha, politisi, akademi dan banyak lagi sebagainya.

Beridirinya PMII Unila diprakarsai Teddy Junaidi, Rustam Efendi, dan beberapa tokoh lainnya yang merasa jenuh dengan nuansa gerakan mahasiswa di Unila yang condong monoton pada tahun 1965-an. Dalam perjalanannya PMII Unila sempat mengalami pasang surut, sempat mengalami kekosongan kegiatan dan kader antara tahun 2000 sampai tahun 2006. Penyebabnya adalah perumusan formula kaderisasi yang belum tepat sasaran, sehingga berdampak pada vakumnya PMII Unila.

Dinamika-dinamika kaderisasi tersebut dari mulai harmonisasi sejarah sampai dengan kemerosotannya, merupakan cermin bagi para pengurus, baik pengurus komisariat maupun pengurus rayon agar dalam menjalankan fungsi kaderisasi dapat memahami aspek-aspek apa saja yang harus dicukupi untuk menjalankan kaderisasi. Agar tidak terjebak kepada kemerosotan organisasi, dan dapat mengulang kembali harmonisasi sejarah kejayaan PMII kampus umum khususnya Unila.

Dapat dipahami bahwa kaderisasi memiliki tugas atau tujuan sebagai proses humanisasi atau pemanusiaan/memanusiakan. Manusia yang bertakwa kepada Allah SWT, manusia yang beriman, manusia yang selalu mengingat Allah SWT di setiap saat, manusia yang setia dengan janji Allah SWT dan ridak melanggar perjanjian dengan-Nya, manusia yang mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia, perjalanan alam semesta dan dari ayat-ayat-Nya sehingga dapat melaksanakan tujuan PMII.


Eko Tri Pranoto, Ketua Komisariat PMII Unila masa khidmah 2013-2014