Opini

Nur Muhammad Hadir Dalam Keberagaman Bangsa

NU Online  ·  Selasa, 20 November 2018 | 13:00 WIB

Oleh Hapid Ali

Maulid Nabi merupakan tradisi umat muslim dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW Setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Tradisi ini selalu dirayakan oleh sebagian besar umat Islam di seluruh dunia. Dalam peringatan ini, umat Islam memiliki berbagai ragam prosesi perayaan. Ada yang mengadakan dengan perlombaan, silaturahmi, pengajian, dan membaca shalawat.  Maulid Nabi merupakan bentuk rasa cinta umat kepada Rasul-Nya. 

Pada dasarnya bahwa peringatan Maulid Nabi ini memberikan makna berharga bagi pembentukan karakter setiap individu serta keimanan seorang muslim dalam menumbuhkan nilai cinta kasih pada sesama. Nabi Muhammad SAW memiliki fungsi moral dalam menyebarkan kasih sayang untuk semua umat manusia (rahmatan lil 'alamin) karenanya peringatan kelahiran Muhammad atau maulid harus dijadikan sebuah momentum untuk saling mengasihi dan mencintai dalam keberagaman Indonesia. Peringatan Maulid Nabi ini sudah diperkenalkan sejak abad ke 4 Hijriah. Lebih spesifiknya, sejarah maulid Nabi ini akan dibahas pada pembahasan berikutnya. 

Apabila kita telusuri Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari aspek sejarah, itu diperkenalkan oleh Bani Ubaid al-Qaddaah sebutan ini lebih dikenal dengan al-Fathimiyyun atau Bani Fathimiyyah pada pertengahan abad keempat Hijriyah, dimana mereka berhasil memindahkan pusat dinasti Fathimiyah dari Maroko ke Mesir pada tahun 362 H. Perayaan ini dilakukan bukan berdasarkan atas rasa cinta terhadap Rasul-Nya melainkan dijadikan sebuah cara untuk memuluskan tujuan politiknya, dan ini juga dijadikan sebuah momentum bagi mazhab Bathiniyah untuk menarik simpati masyarakat yang mayoritasnya berada dalam kondisi ekonomi yang sangat terpuruk untuk mendukung kekuasaannya dan masuk ke dalam mazhab bathiniyahnya yang sangat menyimpang dari akidah, bahkan bertentangan dengan Islam.

Pada periode kedua, Maulid Nabi ini diperkenalkan oleh Sultan Salahudin Al-ayubi beliau merupakan Sultan Agung Sholahuddin Abul Muzhoffar Yusuf bin Amir Najmuddin Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin Ya’qub ad Duwini. Beliau lahir di Tkrit pada 532 H karena saat itu bapak beliau, Najmuddin, sedang menjadi gubernur daerah Tikrit. Dan setelah itu roda pemerintahannya dilanjutkan oleh beliau sebagai Khalifah dari dinasti Abasiyah. Peringatan Maulid Nabi yang diperkenalkan oleh beliau itu didasarkan atas rasa kecintaan terhadap Rasul-Nya. Ini berbeda terbalik dari pemerintahan pada masa Bani Fatimiyyah. 

Atas jasa beliau kegiatan Maulid Nabi ini sampai ke Indonesia yang kemudian dikembangkan oleh Wali Songo termasuk di daerah jawa khususnya di daerah Cirebon kegiatan Maulid Nabi ini dikembangkan setelah Sultan Syarief Hidayatullah berkuasa. Kegiatan ini menjadi tradisi hasanah (inovasi yang baik) yang biasa diselenggarakan oleh umat Muslim di Indonesia.

Apabila kita tarik kesimpulan dari sejarah di atas, bahwa itu semata bertujuan untuk menumbuhkan keimanan dan nilai cinta kasih terhadap Rasulullah sebagai wujud dari, pertama, ukhuwah Islamiyah, kedua, ukhuwah wathaniyah, dan ketiga ukhuwah basyariyah. 

Pertama nilai kecintaan terhadap Rasulullah ini merupakan wujud dari ukhuwah Islamiyah, dimana spirit keislaman itu akan tumbuh dan bergandengan tangan antarsesama tanpa melihat perbedaan baik dari aspek furuiyah juga keilmuan lainnya. Justru dengan spirit ukhuwah islamiyah ini akan melahirkan hifdud diniyah, hifdun nafsiyah, hifdul maaliyah, hifdun nasabiyah, dan hifdul ijtima’iyah. Kelima prinsip ini merupakan prinsip harakah NU yaitu Tahfidhon dimana NU selalu menjaga, memberikan konsep dan mengaplikasikan kelima perinsip ini dalam budaya sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan begitu juga dalam beragama. 

Kedua ukhuwah wathaniyah, kita merupakan warga Indonesia yang beragama Islam maka sepatutnya kita menjaga tanah air ini dari ketidakadilan baik dari internal bangsa maupun dari dunia Internasional yang mau merongrong Pancasila sebagai falsafah dalam bernegara. KH Hasyim Asy’ari telah mengamanatkan kepada semua umat Muslim bahwa hubbul wathon minal iman. Itu telah memberikan makna yang tersimpan bahwa tanah air yang kita pijak ini merupakan tanah Tuhan yang harus kita jaga dengan sistem kenegaraan yang telah disepakati oleh para alim ulama, tokoh agama begitu juga pejuang nasional yang menjadi para pejuang bangsa dalam mempertahankan tanah airnya karena bangsa yang baik ialah bangsa yang  menjaga tanah airnya dan mencintai para pahlawannya. tokoh agama dan alim ulama merupakan para pejuang dan pahlawan kita. Maka sudah sepatutnya jiwa dan raga kita diabdikan untuk tanah air ini dan menjaga nilai NKRI yang menjadi fardu ain bagi kita dalam menjaga dari disintegrasi kepentingan kelompok juga bangsa lain dan fardu ain untuk mengembangkannya menjadi bangsa yang baldatun thayibatun wa rabuu ghafur

Ketiga ukhuwah basyariyah, dalam mengejawantahkan maulid Nabi ini yang menjadi rujukan terhadap kecintaan dan keteladanan rasul dalam kehidupan kita sehari-hari dengan kontek sekarang yaitu era digitalisasi, maka Maulid Nabi ini mempunyai peran penting untuk saling mengasihi dan mencintai dalam keberagaman Indonesia. Di sinilah nilai basayariah ini tertanam dalam jiwa anak bangsa dimana tidak memandang perbedaan agama, madzhab, budaya, ras, suku dan aspek lainnya sehingga menyatu bersama-sama dalam membangun bangsa. Bahkan ini sudah ditegaskan oleh Imam Ali bin Abi Thalib, R.A. dengan menyampaikan pesan hikmahnya bahwa “Kita tidak bersaudara dalam seiman tapi kita bersaudara dalam sosial”. Ini perlu kita maknai bahwa perbedaan bukanlah menjadi ukuran dan alasan dalam membangun bangsa dan menjaga NKRI yang sudah disepakati oleh ulama dan tokoh agama terdahulu. Justru dengan nilai Ukhuwah ini pula akan menumbuhkan nilai-nilai tasamuh (toleransi), tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan ta’adul (adil) pada setiap individu anak bangsa tanpa melihat perbedaan agama, budaya, social, dan pendidikan yang diikat dalam Bhineka Tunggal Ika. Nilai basyariyah yang diejawantahkan dalam 4 nilai ini merupakan manhaj dari Islam yang rahmatan lil-alamain yang diejawantahkan melalui peringatan Maulid Nabi.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan pendidikan dalam upaya menguatkan karakter bangsa. Maka dalam hal itu, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga menjadi salah satu faktor dalam memajukan bangsa Indonesia yang berkarakter dan menguatkan keutuhan NKRI khususnya di daerah Jawa Barat ini yang sangat tinggi dengan intoleransinya. Seharusnya kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini jadi perekat dari semua perbedaan. 

Jawa Barat merupakan provinsi tertinggi penduduk muslim. seharusnya peringatan Maulid Nabi ini di jadikan momentum bagi warga Jawa Barat untuk menumbuhkan pendewasaan, nilai cinta kasih dan toleransi antar sesama. Karena tanpa kita pungkiri bahwa Jawa Barat ini menempati rating tertinggi terkait dengan pelanggaran hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Seperti halnya yang disampaikan oleh Koordinator Sesk KBB Komnas HAM, Jayadi Damanik, 23 Februari 2016 yang menyatakan bahwa: “Dalam beberapa tahun terakhir, Provinsi Jawa Barat kerap menjadi sorotan, karena dinilai sebagai provinsi paling tinggi tindak pelanggaran hak atas Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) dan intoleransi di Indonesia”. Salah satu faktor penyebab yang diakibatkan intoleran adalah karena minimnya ilmu pengetahuan dan kurangnya perhatian terhadap kaum minoritas. Munculnya intoleran daerah Jawa Barat ini seperti apa yang telah disampaikan oleh Koordinator Desk KBB Komnas HAM, Jayadi Damanik menjelaskan “bahwa ada sejumlah faktor yang menyebabkan Jawa Barat sebagai daerah yang intoleran di antaranya tekanan kelompok intoleran yang sangat kuat, belum besarnya pengetahuan dan kesadaran terhadap norma-norma hak atas KBB, problem pada kebijakan yang lebih tinggi serta mengistimewakan ajaran agama tertentu”.

Melihat kekhawatiran kondisi intoleransi yang terjadi di daerah Jawa Barat, maka peringatan Maulid Nabi pada tanggal 12 Rabiul Awwal bertepatan pada hari Selasa, 20 November 2018 ini seharusnya jadi bahan refleksi diri untuk kembali menghadirkan "Nur Muhammad" yang menumbuhkan nilai cinta kasih terhadap umat dalam menumbuhkan kembali nilai ukhuwah islamiyah, wathaniyah, dan basyariyah. Jangan sampai keutuhan bangsa pecah karena kepentingan kelompok termasuk dalam menghadapi Pilpres tahun 2019 mendatang. Keteladanan Nabi Muhammad SAW yang di ejawantahkan dalam peringatan Maulid Nabi ini seharusnya dijadikan pegangan bagi kita untuk memelihara perdamaian dan menjaga keutuhan NKRI dari berbagai ancaman perpecahan yang merongrong NKRI. 


Penulis adalah adalah pengurus Lakpesdam PWNU Jawa Barat