Opini

Pengembangan Persaingan Usaha yang Sehat dalam Ekonomi Pancasila

Jum, 13 November 2020 | 13:15 WIB

Pengembangan Persaingan Usaha yang Sehat dalam Ekonomi Pancasila

Ilustrasi perkembangan ekonomi. (NU Online)

Persaingan usaha merupakan sesuatu yang niscaya. Bahkan persaingan usaha yang sehat dapat menciptakan iklim positif bagi para pelaku usaha dan konsumen. Terdapat beberapa prinsip persaingan usaha sesuai dengan ekonomi Pancasila yang merupakan ideologi ekonomi di Indonesia. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia pada Agustus-November 2020 melakukan penelitian lewat persepsi tokoh-tokoh organisasi kemasyarakatan terkait dengan persaingan usaha dalam ekonomi Pancasila.


Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), M. Maksum Mahfoedz yang menjadi narasumber dalam focus group discussion (FGD) dalam penelitian tersebut menyampaikan bahwa  ketidakadilan yang saat ini terjadi di tanah air sebenarnya banyak disebabkan oleh kebijakan publik. Ia menunjukkan dalam bidang ketahanan pangan, bukan persaingan usahanya yang bermasalah, namun turunan dari kebijakan publik yang bermasalah. Sebagai contoh, sistem agroindustri harus memperhatikan subsistem hulu, usaha tani, pengolahan, pasar, hingga ke subsistem penunjang. Dari situ, maka perlu diperhatikan bagaimana persaingan yang tercipta, baik vertikal maupun horisontal.


Maksum berpendapat, structural policy atau kebijakan struktural yang ada bermasalah sehingga persaingan usaha di lapangan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu contoh permasalahannya adalah kasus impor bawang putih yang diduga terdapat permasalahan struktural berupa upaya memperlambat izin dengan tujuan untuk mempertahankan harga tinggi di pasaran. Dalam hal seperti ini, KPPU tidak memiliki kewenangan menyelesaikan masalah. 


Prinsip persaingan usaha ekonomi Pancasila

Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam untuk mendapatkan masukan persepsi para tokoh kemasyarakatan terkait dengan ekonomi Pancasila. Dari hasil indepth interview, 83 persen responden sangat setuju bahwa prinsip persaingan yang sehat adalah prinsip usaha yang menjunjung nilai-nilai ekonomi Pancasila seperti memiliki etika berbisnis yang baik, humanis, mengedepankan kebersamaan yang dilakukan secara demokratis dan ditegakkannya keadilan.


Temuan ini sesuai dengan pandangan Inne Minara S. Ruky dalam FGD yang menyatakan bahwa setiap nilai dalam ideologi bangsa Indonesia itu harus digunakan dalam melakukan kegiatan ekonomi, yaitu sistem ekonomi harus dijalankan tanpa mengabaikan nilai agama dan etika, menjunjung prinsip-prinsip humanis, tidak eksploitatif, dilakukan bersama dengan menjunjung asas kekeluargaan, selaras dengan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berpendapat. Dalam hal ini, pengelolaan sumber daya ekonomi harus digunakan dengan adil untuk kesejahteraan rakyat. Hal utama yang harus didefinisikan dalam konteks sistem ekonomi Pancasila adalah konsepsi nilai yang mendasari hukum persaingan, yang semestinya sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 setelah amandemen.


Hasil indepth interview memperkuat pandangan ini, yaitu 80 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa prinsip persaingan yang sehat yang sesuai dengan ekonomi Pancasila mengutamakan asas kekeluargaan. Menghindari monopoli termasuk dalam prinsip persaingan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Namun, terdapat beberapa pengecualian yang diatur dalam pasal 50 UU No. 5 tahun 1999. Hal ini mengindikasikan bahwa monopoli bukan sesuatu yang dilarang secara absolut. Terkait dengan monopoli, 53 persen responden lainnya menyatakan sangat setuju dengan adanya pelarangan monopoli.


Satu pendapat yang dikemukakan oleh Ketua Umum Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN), Abdul Kholik adalah terjadinya pergeseran dari monopoli berbasis produksi dan pemasaran (yang sudah diatur oleh UU No. 5 tahun 1999) menjadi pembentukan ekosistem usaha. Persaingan sehat butuh banyak pemain sehingga bisa memperoleh ekonomi yang efisien, namun jika pemain banyak tapi tidak berdaya dan tidak imbang maka tidak akan menghasilkan persaingan yang sehat.


Banyak grup besar tidak lagi mengintegrasikan secara vertikal bisnisnya dalam satu produk. Tapi mereka mengintegrasikan ekosistem bisnis. Misalkan terdapat grup yang punya bank (memberikan akses pada dana-dana murah), punya media (alat komunikasi dan pemasaran), punya properti (memfasilitasi bisnisnya), punya bisnis energi dan lain-lain. Integrasi ekosistem bisnis di sini menyebabkan mereka (perusahaan/grup) tidak bisa dibidik oleh UU No. 5 tahun 1999 karena secara ukuran pasar tidak dominan (tidak monopoli). Tapi perusahaan ini bisa memberikan akses ke grup perusahaannya sehingga setiap usaha di grupnya bisa berjalan efektif.


Perusahaan-perusahaan yang powerful itu dimiliki oleh satu orang melalui beragam metode kepemilikan. Apabila akan dibuat sebuah aturan baru, semestinya diatur juga pemilik usaha boleh memiliki sekian banyak usaha. Sebagai contoh, terdapat dua perusahaan kecil saling bertarung, walaupun kelihatannya kecil, tapi di belakang salah satu perusahaan kecil ini adalah perusahaan besar sehingga ini tidak bisa dibidik oleh undang-undang. Dalam hal ini, sebanyak 37 persen responden sangat setuju dan 27 persen setuju jika membangun ekosistem bisnis untuk monopoli perputaran uang dan produk tidak sesuai dengan prinsip ekonomi Pancasila


Tujuan ekonomi Pancasila

Salah satu tujuan dari persaingan usaha yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila adalah menyejahterakan rakyat secara keseluruhan. Dari hasil penelitian, 67 persen responden sangat setuju. Begitu juga 63 persen responden yang menyatakan sangat setuju bahwa persaingan usaha yang sehat akan melahirkan efisiensi yang berkeadilan dan efektivitas kegiatan usaha. Selanjutnya, sebanyak 53 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa pelaksanaan demokrasi ekonomi termasuk tujuan dari persaingan usaha yang sesuai dengan ekonomi Pancasila. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat 4 UUD 1945 setelah amandemen.


Pemerataan ekonomi bagi seluruh warga sangat disetujui 50 persen responden sebagai salah satu tujuan dari persaingan usaha yang sehat, artinya penegakan hukum tentang persaingan usaha bisa menumbuhkan wirausaha yang baru sehingga terjadi pemerataan secara ekonomi. Namun terdapat 7 persen responden menyatakan tidak setuju menyejahterakan rakyat secara keseluruhan merupakan tujuan dari persaingan usaha yang sehat. Sebagian responden yang memberikan jawaban ini berlatar belakang sebagai pengusaha dan hanya 3 persen responden yang menyangsikan bahwa persaingan usaha akan memberikan pemerataan ekonomi bagi seluruh warga.


Beberapa responden memberikan persepsi lain tentang tujuan dari persaingan usaha yang sehat yang sesuai dengan ekonomi Pancasila, yaitu persaingan memiliki tujuan untuk maslahah 'ammah (memberikan kebaikan bagi seluruh orang). Responden lainnya menyatakan bahwa demokrasi ekonomi dapat mengedepankan prinsip keadilan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Beberapa responden menyatakan bahwa sebisa mungkin prinsip persaingan usaha bisa mendampingi yang masih lemah, memberi kesempatan yang sama bagi warga negara dalam kegiatan ekonomi dan dapat memacu yang sudah bisa mandiri. Dengan demikian, prinsip-prinsip dalam alokasi sumber daya bisnis harus memperhatikan prinsip berkeadilan dengan mengurangi keberpihakan hanya kepada yang memiliki modal dan yang paling utama adalah mengutamakan produk lokal.


Perjanjian usaha yang tidak sesuai dengan ekonomi Pancasila

Sebagian pengusaha menggunakan cara-cara yang tidak beretika dalam menjalankan bisnisnya. Dari hasil penelitian, sebanyak 43 persen responden sangat setuju bahwa perjanjian usaha yang tidak sesuai dengan ruh ekonomi Pancasila di antaranya adalah kartel, predatory pricing, diskriminasi harga, dan koordinasi penetapan harga. Selanjutnya, sebanyak 33 persen responden menyatakan sangat setuju dan 30 persen lainnya setuju bahwa oligopoli, oligopsoni, trust, kontrol rangkaian proses produksi dan pemasaran merupakan perjanjian usaha yang tidak sesuai dengan ruh ekonomi Pancasila.


Strategi bisnis lain yang tidak sesuai dengan ekonomi Pancasila adalah predatory conduct, exclusive dealing dan perjanjian tertutup, pembagian wilayah, monopoli dengan bantuan perusahaan dari luar negeri. Sebanyak 30 persen responden menyatakan sangat setuju dengan pandangan ini.


Sayangnya, praktik pemboikotan masih banyak terjadi dengan meminta kepada pelaku usaha yang dipasok produknya untuk tidak menjual produk pesaing. Jika hal tersebut dilanggar, maka mereka tidak akan dikirimi produk lagi dan diputus hubungannya. Mengingat produsen yang mengancam pemboikotan biasanya memiliki produk yang sudah terkenal dan laku di pasaran, para pedagang menjadi berpikir ulang untuk menjual produk pesaing yang masih baru dan belum tentu laku terjual. 


Kewenangan yang seharusnya dimiliki oleh KPPU

Wewenang untuk menjaga berlangsungnya persaingan yang sehat dan mencegah terjadinya monopoli berada di tangan KPPU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 53 persen responden yang sangat setuju menampung laporan, melakukan penelitian, dan penyelidikan dan meminta keterangan dan bukti-bukti serta menyimpulkan hasil penyelidikan merupakan kewenangan yang seharusnya dimiliki oleh KPPU.


Sebanyak 40 persen responden menyatakan sangat setuju KPPU seharusnya memiliki wewenang untuk memberikan keputusan dan atau sanksi. Hanya 30 persen yang menyatakan sangat setuju jika kewenangan KPPU dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti. Apabila KPPU ingin benar-benar memberikan peran dalam persaingan bisnis yang sehat dan memajukan semua unit bisnis, maka KPPU seharusnya mengintegrasikan penyidik dan pengadilan dengan tugas pokok dan fungsi KPPU. Sayangnya, wewenang KPPU tidak seperti yang dimiliki oleh lembaga serupa di negara lain yang memiliki kewenangan mandiri untuk melakukan penggeledahan dalam penanganan perkara persaingan usaha.


Opini sebaliknya dinyatakan oleh 10 persen responden yang menyatakan sangat tidak setuju jika KPPU diberikan kewenangan untuk memberikan keputusan dan atau sanksi dan melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti. Masukan sejumlah pihak untuk meningkatkan kewenangan berupa penggeledahan atau penyitaan barang bukti serta memberikan sanksi kurang didukung oleh sebagian responden karena adanya kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan yang sangat kuat.


Beberapa responden memberi tambahan tentang kewenangan KPPU, yaitu harus adil dan memiliki etika yang baik, membentuk ruang pengaduan masyarakat dan harus lebih tegas ke perusahaan yang sudah besar dan lebih bijak ke perusahaan yang masih baru tumbuh. Beberapa responden lainnya menyatakan akan jadi sangat menarik apabila KPPU juga bisa melakukan pemilahan aktivitas mulai dari penelitian atau pemutusan perkara dengan sanksi.


KPPU telah berhasil menghentikan pelbagai praktik monopoli dan unfair competition seperti kartel impor bawang merah dan bawang putih yang sengaja diselundupkan untuk menimbun (al-ihtikar), kasus beras oplosan, kasus SNI wajib pada tepung terigu melalui kebijakan kementerian tertentu juga pernah dikoreksi oleh KPPU yang berpendapat bahwa penetapan kebijakan SNI sebagai upaya barrier to entry perusahan dominan incumbent di Indonesia. Jika kewenangan tersebut diperkuat, maka kemampuan KPPU untuk mencegah praktek persaingan usaha yang tidak sehat akan meningkat. 


Pencegahan dominasi pasar

Penguasa pasar yang berusaha untuk terus melakukan dominasi dapat menimbulkan pasar yang tidak efisien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47 persen responden sangat setuju bahwa mencegah atau pun menghalangi konsumen mendapatkan barang merek lain merupakan perilaku yang tidak seharusnya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki penguasaan >50 persen pangsa pasar suatu produk atau pemasaran.


Perjanjian dengan perusahaan lain untuk tidak mengambil wilayah pemasaran merupakan praktik bisnis yang tidak baik. Dalam hal ini, sebanyak 30 persen responden sangat setuju jika perusahaan yang memiliki penguasaan >50 persen pangsa pasar suatu produk atau pemasaran melakukan perjanjian  tersebut. Namun terdapat 10 persen responden yang berpendapat sebaliknya. Artinya perusahaan yang memiliki penguasaan pasar dibebaskan untuk menghalangi konsumen mendapatkan barang merek lain.


Penggabungan usaha untuk menguasai pasar

Penggabungan atau peleburan beberapa usaha dalam satu institusi besar dapat mengakibatkan penguasaan pasar oleh satu perusahaan yang dominan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa 40 persen responden sangat setuju bahwa melakukan penggabungan atau peleburan perusahaan untuk memonopoli, mengambil alih saham perusahaan pesaing supaya bisa mengontrol bersama pangsa pasar suatu produk dan melakukan kepemilikan perorangan yang memonopoli suatu produk merupakan prinsip penggabungan usaha yang tidak sesuai dengan prinsip ekonomi Pancasila, artinya prinsip-prinsip ini semestinya diminimalisasi supaya tidak terjadi penggabungan usaha yang merugikan pelaku usaha lain. 


Skala prioritas bagi UMKM dan ultramikro
 
Sektor UMKM dan ultramikro mendominasi jumlah usaha di Indonesia, tetapi penguasaan pangsa pasarnya dipegang oleh usaha besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80 persen responden sangat setuju pemberian insentif pajak dan pendanaan untuk berkembangnya UMKM, ultramikro, petani, nelayan, dan buruh. 


Sebanyak 70 persen responden menyatakan sangat setuju adanya kemitraan antara pengusaha besar dan pelaku UMKM serta ultramikro. Sebanyak 67 persen responden sangat setuju adanya kewajiban penyerapan produk UMKM dan ultramikro bagi perusahaan besar dan perusahaan asing. Dengan adanya kemitraan, maka terjadi simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Pendekatan persaingan bebas akan menyebabkan usaha kecil dan ultramikro tak akan mampu bersaing.


Upaya untuk meningkatkan daya saing dapat dilakukan dengan penyediaan pelatihan dalam pengelolaan usaha yang berkelanjutan. Untuk itu, perlu dipastikan adanya pendekatan afirmasi bahwa sekian persen belanja APBN harus melibatkan UMKM dan memastikan kemitraan yang dijalankan bisa saling membesarkan serta perlu adanya iklim atau enabler yang harus disiapkan.

 

Sebagian responden mengusulkan yaitu diberikannya ruang usaha khusus bagi usaha kecil menengah melalui penataan pasar yang berbeda dengan perusahaan besar, saling tolong menolong dan menguntungkan antar-pelaku UMKM dan usaha besar, serta adanya alokasi CSR perusahaan besar dan BUMN untuk permodalan UMKM.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekonomi Pancasila mendorong munculnya keadilan ekonomi dengan mencegah persaingan usaha yang tidak sehat dan monopoli untuk penguasaan pasar yang akhirnya memunculkan pasar yang tidak efisien. Untuk mendorong persaingan yang sehat, wewenang yang dimiliki oleh KPPU perlu diperkuat sebagaimana yang dimiliki oleh lembaga serupa di negara lain. 


Penulis: Fathoni Ahmad dan Jaenal Effendi (Wakil Ketua Lembaga Perekonomian PBNU)