Opini

Pesona Bulan Suci Ramadhan di Negeri Syam

Kam, 30 Mei 2019 | 21:00 WIB

Oleh: Muhammad Iqbal Muzakki

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling di nanti kehadirannya. Layaknya seorang pembawa kabar gembira yang di nanti semua orang, bulan Ramadhan juga membawa segudang kebaikan serta kebahagiaan bagi umat Islam seantero jagat raya. Adalah bulan dalam ladang kebaikan, bulan dalam siang malamnya untaian kalam tuhan disenandungkan, bulan dalam penanda mukjizat utama sang pembawa risalah diturunkan, bulan dalam diam dan pulasnya dicatat suatu kebaikan. Kini tinggal beberapa hari lagi kita akan memasuki hari raya Idul Fitri. 

Semoga di sisa hari Ramadhan ini, sebelum bulan maghfirah dijemput oleh hari raya, kita bisa memanfaatkan peluang untuk mengumpulkan pundi-pundi amal ibadah kita yang masih jauh dari kata sempurna. Ya Rabb. 

Tinggal di negeri orang di saat budaya kumpul bersama keluarga berlangsung tentu menjadi momentum yang tersendiri bagi saya. Sedari kecil, semenjak 25 tahun roda kehidupan bergulir, hampir tidak pernah merasakan bulan suci Ramadhan jauh dari kehidupan keluarga meski hanya sepuluh hari terakhirnya lantaran ikut pengajian kilatan balagh Ramadhan di berbagai pondok pesantren. 

Namun tahun ini dan setengah windu ke depan, nampaknya saya akan merasakan euforia bulan suci Ramadhan sepaket dengan hari raya Idul Fitri hidup di negeri orang dan belum bisa bersua dengan keluarga. Menikmati masa-masa tarawih, berbuka, saur, ngabuburit bersama keluarga akan cuti dan libur panjang seiring berjalannya waktu dalam mengemban amanah dari orang tua tercinta. 

Ya, Suriah merupakan negara kuno yang sangat kaya akan sejarahnya. Dalam perjalanannya, terbukti dari banyaknya destinasi wisata dan tak sedikit peninggalan bangunan kuno di segala penjuru negeri ini. Mulai peninggalan zaman Yunani, Romawi kuno, kekaisaran Bizantium, benteng bosra, benteng Aleppo, makam nabi, makam sahabat nabi, tabiin, tabi'it tabi'in, para perawi hadits, para pengarang kitab, ribuan masjid kuno dengan menara menjulang yang syarat akan sejarah, hingga zaman nabi adam dengan ditandainya makam habil dan tempat penyembelihannya.

Bahkan kota Damaskus, ibu kota Suriah, sering disebut kota tertua di dunia karena tidak pernah terputus dari penghuni meskipun silih bergantinya kebudayaan yang dibawa oleh para penguasa kota tersebut. Menurut legenda, kota yang saya duduki saat ini didirikan oleh salah satu cucu Nabi Nuh. Namun bukti sejarah otentik tertua dari pendirian kota Damaskus baru terdapat dalam prasasti Ebla (3000 SM) dan prasasti Mesir (1500 SM) yang menyebut kota ini sebagai "Dimeshq". Tak terbayang, ternyata pengembaraanku kembali mengudara di negeri yang telah merekam jejak sejarah yang sangat luar biasa ini. 

Berbicara pengalaman perdana puasa di negeri orang tentu banyak sekali perbedaannya dibandingkan di negeri sendiri. Mulai perbedaan durasi waktu, cuaca, begitupula budaya dan nuansanya tak seperti di tanah air. Berbeda dengan tanah air maupun negara-negara di Eropa apalagi yang berada di dekat lingkat kutub Utara, negara-negara Arab kawasan timur tengah umumnya memiliki durasi puasa berbeda. Kurang lebih 15-16 jam durasi puasa. Di mulai waktu subuh 03:45 sampai maghrib pukul 17:45 waktu setempat. Lebih lama 2-3 jam dibanding dengan tanah air. Akibat bulan Ramadhan jatuh di musim panas maka durasi berpuasa menjadi lebih panjang. Bahkan di Norwegia dan Inggris puasa akan berdurasi masing-masing 18 dan 19 jam.

Aktivitas dan kegiatan terfavorit selama menjalani Ramadhan perdana di negeri Syam ini selain menghadiri pengajian berpindah dari satu masjid ke masjid lain ialah “tarling” atau tarawih keliling di masjid-masjid kuno. Mulanya penasaran dengan bacaan sang imam yang notabenenya terkenal bacaannya bagus. Tapi tidak tahu mengapa, rasa-rasanya keheranan dan melek akan masjid sekitar tiba-tiba muncul begitu saja saat memerhatikan bebatuan yang berabad-abad lalu ditumpuk rapi. Berbagai keunikan konstruksi masjid tua yang sederhana namun syarat akan historis. Nuansa dinasti Ayyubiyah selalu melekat di dinding-dindingnya. Seperti yang saya lihat di masjid Jami umawi, Rukniyaah, Hanabilah, Siraqah, Muhyiddin Ibnu Arabi, Abdul Ghani Annabulisi, Thowusiyah dll. Puji syukur Alhamdulillah, akibat rasa heran saya yang kian menjadi-jadi, sampai saat ini telah berhasil menaklukkan 17 masjid.

Dalam shalat tarawih para jamaah diberi kebebasan memilih masjid sesuai dengan pilihannya, karena ada dua pilihan yaitu shalat tarawih 20 raka’at atau 8 rakaat dengan durasi waktunya pun berbeda-beda ada yang 1 jam, bahkan sampai 2 jam. Atau bahkan bisa lebih. Sedangkan surat Al-Qur'an yang dibaca terkadang menghabiskan ½ juz, 1 juz, atau lebih. Selama tarling berjalan, saya baru menjumpai tarawih yang terlama di Damaskus yaitu masjid Zaid bin Tsabit mulai pukul 21:15 dan selesai pukul 23.30.

Di kawasan Ruknuddin, terdapat masjid Halalat. Berada di dekat pasar Jumu'ah. Masjid ini merupakan masjid favorit masyarakat sekitar dan mahasiswa Indonesia. Selalu membludak. Di samping dekat dengan tempat tinggal para mahasiswa, durasi shalat tarawih yang sangat bersahabat ini menjadi daya tarik tersendiri.

Lain dari yang lain, ada hal menarik yang tak bisa luput dari pandangan saya. Terdapat sebagian masjid besar modern yang bersedia menayangkan lembaran demi lembaran surat Al-Qur'an dari sorotan sinar projektor ataupun TV LCD berukuran besar seperti masjid Shalahuddin Al Ayyubi, masjid Abu Nur, dan masjid Zaid bin Tsabit. Untuk masjid yang tidak tersedia, biasanya terpampang mushaf-mushaf Al-Qur'an berukuran besar yang ditempatkan di barisan awal. Hal ini tak lain untuk membantu para jamaah dalam menyimak bacaan sang imam. Dan hasilnya, sangat membantu sekali terlebih teruntuk jama'ah yang tidak hafal Al-Qur'an. Bagi saya pribadi, ini merupakan langkah tepat untuk mengurangi rasa kejemuan dan kekurangkonsentrasian dalam menjalankan ibadah tarawih khataman Al-Qur'an yang relatif lama dan capek.

Akhir kata, kegiatan-kegiatan Ramadhan di negeri Syam ini pada dasarnya ialah upaya pengalihan saya terhadap rasa rindu kepada tanah air, guru-guru, orang tua, sanak kerabat dan suasana pondok pesantren dulu. Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat.


Damaskus, 25 Ramadhan 1440 H