Opini

Pilpres Turkiye 2023 dan Investasi Ideologis Erdogan

Sab, 20 Mei 2023 | 10:00 WIB

Pilpres Turkiye 2023 dan Investasi Ideologis Erdogan

Ilustrasi warga Turkiye. (Foto: AFP/Adem Altan)

Dalam satu bulan ini mata dunia mengarah ke Turkiye. Negara dengan dua benua itu sedang menjalankan hajat besar, pemilihan umum yang terdiri dari pemilihan Presiden dan Anggota Dewan. Pengamat politik negeri itu sendiri banyak memperkirakan kekalahan Erdoğan. Lembaga-lembaga survei lokal seperti Konada, Artıbir dan Avrasya yang merilis hasil survei mereka menjelang pemilu juga menetapkan Erdoğan di posisi nomor dua dengan elektabilitas di angka 44 persen. Sementara pesaingnya Kılıcdaroğlu unggul dengan elektabilitas 49 persen.


Sayang semua prediksi dan hasil survei itu meleset. Minggu 14 Mei 2023 masyarakat Turkiye kembali menempatkan Erdoğan di urutan pertama dengan perolehan suara 49 persen, sementara pesaingnya dari oposisi Kılıcdaroğlu mendapat 44 persen dan Sinan Oğan 5 persen. Erdoğan memang belum menang karena masih ada putaran kedua yang akan dilaksanakan pada 28 Mei 2023. Tetapi petanya semakin jelas, kemenangan di depan mata.


Pemilih ideologis

Membaca analisis para pengamat terkait kejatuhan Erdoğan sebenarnya mudah. Mereka semua sampai kepada kesimpulan itu karena dalam pandangan mereka Erdoğan dianggap gagal oleh masyarakat Turkiye dalam menghadapi berbagai tantangan yang sedang terjadi. Dalam lima tahun terakhir misalnya, negara itu mengalami inflasi yang luar biasa sampai menempatkan mata uang Turki berada di level terendah. Jika pada tahun 2016 1 dolar setara dengan 3 Lira, maka hari ini adalah 19 Lira. Dampaknya semua harga kebutuhan pokok naik, perusahaan tidak bisa membayar gaji karyawan karena upah minimum yang terus dinaikkan pemerintah, pengangguran pun terus meningkat.


Tantangan lain yang dihadapi Turkiye adalah pandemi Covid-19 yang menyerang seluruh negara sejak awal 2020 yang lalu. Seperti negara-negara lain, Turkiye juga kerepotan menghadapi pandemi ini. Tiga bulan pertama negara yang populer dengan destinasi wisata sejarah dan budaya itu harus puasa menerima turis mancanegara, padahal salah satu pendapatan terbesarnya dari sektor tersebut. Belum lagi perang Rusia-Ukraina yang sangat berdampak kepada pasokan bahan mentah di Turkiye utamanya biji-bijian seperti gandum, jagung dan lainnya.


Seakan belum selesai masalah yang dihadapi oleh Turkiye, awal tahun 2023 negara itu diguncang oleh gempa bumi yang menghancurkan sekurang-kurangnya sembilan provinsi. Musibah itu menjadi gempa terbesar yang terjadi di Turkiye dengan kekuatan 7.7 sekala richter dengan korban lebih dari 44 ribu jiwa. Pemerintah Turkiye juga kelimpungan menghadapi bencana ini. Sampai hari ketiga setelah gempa itu terjadi pertolongan belum ada yang sampai ke lokasi karena infrastruktur yang rusak berat.


Sayangnya, bagi pemilih Erdoğan yang militan dan berbasis pada ideologis Islam, semua itu tidak menggeser iman politik mereka untuk berpaling dari pemimpin yang sudah berkuasa selama dua puluh tahun. Jika Snouck Hurgronje pernah mengatakan orang Indonesia kalau dikerok kulitnya maka akan kelihatan animisme-dinamismenya, maka orang Turkiye beda. Mereka akan keluar Islamnya.


Benar bahwa ideologi Kemalis-sekularisme yang dibangun oleh Mustafa Kamal Ataturk telah berhasil memisahkan orang Turkiye dari Islam selama tiga generasi. Tetapi perpisahan itu justru membuat mereka rindu kejayaan Islam, haus religiusitas dan romantisme masa Ottoman. Menariknya, Erdoğan mampu mengobati kerinduan itu selama dua puluh tahun kepemimpinannya.


Dalam kurun waktu itu Erdoğan dinilai telah mengembalikan kekuatan Ottoman yang telah lama hilang. Dalam konteks Islam, dia mengembalikan kebebasan perempuan dengan hijab bekerja di sektor publik dan belajar di universitas, kebebasan belajar agama di madrasah-madrasah, revitalisasi rumah ibadah yang telah bertahun-tahun tidak digunakan termasuk Hagia Sophia.


Dalam sektor keamanan, dia berhasil membangun industri pertahanan seperti lahirnya Bayraktar drone pengintai perang, Kızılelma dan Kan jet tempur tanpa awak dan yang terakhir kapal induk TCG Anadolu. Sementara dalam sektor infrastruktur dia telah berhasil menyatukan seluruh turki dengan jalan tol dan jalur kereta cepat. Sikap Erdoğan yang berani bersikap untuk berdiri sama tegak dan duduk sama rendah bersama pemimpin dunia juga menjadi kredit sendiri bagi orang Turkiye. Mereka kemudian menjulukinya dengan dünya lideri atau pemimpin dunia.


Singkatnya, perilaku pemilih dibentuk oleh identitas kedaerahan, afiliasi keagamaan, dan loyalitas politik. Memotret dinamika ini secara lebih rinci dapat menjelaskan bagaimana pemerintah AKP mempertahankan basis dukungannya meskipun ada tantangan yang meningkat. Bagi orang Turkiye inflasi, pandemi Covid-19 dan gempa adalah musibah yang bisa terjadi kepada siapa saja. Dalam pandangan mereka siapapun pemimpinnya jika Allah menghendaki maka apapun akan terjadi, bahkan negara sekuat Amerika sekalipun. Tapi Erdoğan, sudah melakukan apa yang harus dia lakukan.


Kembali menang

Putaran kedua pemilu Turki akan dilaksanakan akhir bulan ini. Dalam pertarungan selanjutnya yang menjadi kunci kemenangan baik Erdoğan atau pesaingnya Kılıçdaroğlu adalah Sinan Oğan. Kemana arah mebawa Sinan ke sana kemenangan berlabuh. Jika Sinan Oğan memberikan dukunganya kepada Kılıçdaroğlu maka suara keduanya kira-kira akan terkumpul 50 persen.


Sementara Erdoğan yang saat ini sudah 49.52 persen hanya cukup mendapatkan dukungan dari pendukung Muharram Ince 0.43 persen untuk menyamai angka pesaingnya. Tapi membayangkan seluruh pendukung Sinan Oğan pindah ke Kılıçdaroğlu sedikit susah. Karena koalisi Enam Meja yang mendukungnya sendiri sepertinya sudah mulai tidak kompak. Meral Aksener misalnya, pemimpin partai IYI sampai hari ini belum menyatakan kembali dukungan kepada Kılıçdaroğlu di putaran ke dua nanti. Lagi-lagi ini adalah indikator dari ketidakmampuan Kılıçdaroğlu mengelola isu dan merapatkan barisannya.


Sementara itu Sinan Oğan sendiri dalam wawancara terakhirnya mengungkapkan dirinya akan bergabung dengan calon mana saja yang mau menerima lima syarat yang dia ajukan. Adapun syarat-syarat itu adalah capres yang akan dia dukung harus berkomitmen untuk tidak mengubah empat pasal pertama konstitusi Turki tantang bentuk nagara yang berlandaskan pada hukum, demokrasi dan sekularisme.


Syarat berikutnya adalah menghapus pasal 66 yang mengatakan bahwa seluruh orang yang kewarganegaraan Turkiye adalah orang Turkiye. Selain itu, capres yang dia dukung juga harus berkomitmen untuk tidak mendukung partai yang terafiliasi dengan kelompok teror PKK dan Fathullah Gülen, dalang kudeta 2016, dan terakhir mengembalikan pengungsi Suriah ke negaranya.


Meskipun sampai hari ini masih belum ada pertemuan antar-calon, sepertinya Sinan Oğan lebih condong untuk bergabung dengan Erdoğan. Demikian karena secara pragmatis lebih menguntungkan untuk mendukung Erdoğan daripada Kılıcdaroğlu. Sinan Oğan  masih muda, dia masih punya banyak kesempatan dalam pemilu berikutnya. Selain itu, dari lima syarat yang diajukan hanya dua yang bertentangan dengan Erdoğan, yaitu tentang pengungsi, itu bukan hal yang susah untuk dibicarakan bersama Erdoğan.


28 Mei 2023 masyarakat Turkiye akan kembali menentukan pilihannya. Jika Erdoğan kembali menang ini sekali lagi akan membuktikan betapa menguntungkannya investasi ideologis yang telah dia tanam selama dua puluh tahun terakhirnya sehingga guncangan apa pun tidak mampu menggoyang iman politik pendukungnya.


Ahmad Munji, alumnus Universitas Marmara, Istanbul, Turkiye