Opini

Tips Cara Mengajarkan Toleransi pada Anak

Rab, 2 Februari 2022 | 20:00 WIB

Tips Cara Mengajarkan Toleransi pada Anak

Tips Cara Mengajarkan Toleransi pada Anak

Indonesia adalah negara dengan beraneka ragam suku, ras, agama dan budaya. Karena itu pula, muncul slogan Bhinneka Tunggal Ika, yang memiliki arti berbeda-beda tapi tetap satu jua. Slogan yang singkat namun memiliki makna yang mendalam bagi semua bangsa Indonesia. 

 

Tentunya, hidup dalam keberagaman ini tak mudah dipahami oleh anak-anak dan perlu pengertian lebih bagaimana mereka bisa belajar terkait penghargaan, penghormatan, dan pemakluman atas perbedaan. Pembelajaran tentang hal ini penting  sehingga anak tidak dengan mudah menyalahkan ketika ada perbedaan keyakinan yang diketahui mereka. 

 

Dalam sebuah hadits Rasulullah menjelaskan bahwa pada hakikatnya semua manusia yang lahir ke dunia adalah suci maka orang tuanya yang memberikan kecondongan atas apa-apa yang diyakini mereka.

 

Adapun al-Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan lafaz:

 

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تَنْتِجُ الْبَهِيْمَةَ، هَلْ تَرَى فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟

 

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana permisalan hewan yang dilahirkan oleh hewan, apakah kalian melihat pada anaknya ada yang terpotong telinganya?”

 

Dari hadis ini bisa dimaknai bahwa orang tua adalah sosok utama yang bisa mewarnai apa yang diyakini dalam diri anak-anak mereka. Termasuk, bagaimana mewarnai anak dengan sikap-sikap toleransi, orang tua memiliki andil besar terhadap suksesnya hal ini. 

 

Sikap toleransi penting dimiliki setiap anak agar mereka bisa menghargai perbedaan, lalu bagaimana sih kita bisa mengajarkan hal ini. Berikut tips mengajarkan toleransi pada anak dikutip dari berbagai sumber:

 

1.  Berikan teladan.

 

Pembelajaran yang paling diingat dan dapat dilakukan sehari-hari agar anak belajar toleransi adalah memberikan teladan dengan tidak membeda-bedakan siapa pun saat bersosialisasi.

 

Ketika orang tua senantiasa bersosialisasi kepada siapa pun tanpa memilih-milih maka niscaya anak juga akan melakukan hal yang sama. 

 

2. Senantiasa mendampingi saat berselancar di dunia maya.

 

Seiring berkembangnya teknologi informasi dan teknologi serta dengan mudahnya anak mengakses media sosial, maka bisa dengan mudah anak terpapar virus intoleransi. Sebab, seringkali ungkapan-ungkapan serta caci makian berkeliaran di lini masa dunia maya. 

 

Agar anak terhindar dari virus-virus intoleransi maka orang tua perlu mendampingi dan menjelaskan mana yang sesuai dengan pedoman kebangsaan Indonesia mana yang tidak sesuai.

 

3. Mengajarkan tentang Pancasila sebagai Ideologi Bangsa

 

Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup bangsa mengandung nilai-nilai toleransi. Sepatutnya orang tua secara bertahap memperkenalkan kandungan-kandungan yang ada dalam Pancasila terlebih dengan makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yakni berbeda-beda tapi tetap satu jua. 

 

4. Perlu belajar bagaimana menjawab pertanyaan anak tentang perbedaan dengan bijaksana.

 

Seringkali pertanyaan-pertanyaan kritis terkait perbedaan muncul dari lisan mungil putra-putri kita. Keingintahuan mereka ketika ada yang berbeda dari dirinya seringkali memantik mereka untuk bertanya. 

 

Ketika hal ini terjadi, maka orang tua harus dengan bijaksana menjelaskan arti perbedaan tanpa harus menghakimi atau menjelek-jelekkan perbedaan yang ada. 

 

6. Memulai Pembelajaran tentang pentingnya menghormati dan menghargai perbedaan dari keluarga.

 

Sejatinya, keluarga adalah unsur terkecil dari susunan sosial kemasyarakatan yang bisa menjadi wahana belajar bagi anak, termasuk dalam hal menanamkan toleransi. Hal ini bisa dilakukan dengan mengakui, menghormati dan menghargai setiap perbedaan yang ada dalam keluarga, baik perbedaan pendapat, perbedaan tingkat kepandaian hingga perbedaan-perbedaan lain yang mungkin ada dalam keluarga.

 

Nidlomatum MR, praktisi homeschooling; aktivis Rumah Perempuan dan Anak (RPA)


Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara NU Online dan UNDP