Opini

Ummi Kultsum dan Lagu Perjuangan untuk Palestina

Jum, 4 Mei 2018 | 03:30 WIB

Ummi Kultsum dan Lagu Perjuangan untuk Palestina

Ummu Kultsum via arageek.com

Oleh Syakir NF 

Hari ini merupakan kelahiran diva legendaris Mesir Ummi Kultsum. Situs web Almashriq berdasar disertasi Virginia Louisse Danielson di Universitas Illinois (1991) mencatatnya 4 Mei 1904. Hal ini berdasarkan catatan kelahiran Provinsi Daqahliyah. Meskipun begitu, ada juga yang menyebutnya lahir pada tanggal 30 Desember 1898. State Information Service Your Gateway to Egypt mencatatnya demikian.

Ummi Kultsum besar di lingkungan keluarga agamais. Ayahnya seorang imam masjid, Syekh Ibrahim al-Sayyid al-Baltaji. Sejak kecil, ayahnya mengajarinya membaca Al-Qur'an. Bahkan ayahnya sendiri yang menuntunnya belajar menyanyi. Ia pun sering tampil di atas panggung bersama kelompok musik keluarganya dengan berpakaian ala laki-laki. Sebab, ayahnya tak nyaman melihat seorang gadis bernyanyi. Sampai akhirnya, ia diajak oleh Abu al-Ila Muhammad, seorang komposer dan penyanyi, untuk tampil di Kairo. Ia pun mulai dikenal luas sebagai penyanyi.

Allimun(i) andam 'ala (a)l-madli jirahuh

Ajari aku menyesali masa lalu yang pilu

Begitu penyanyi itu melantunkan syair yang dibuat oleh Ahmad Syafiq Kamil, seorang penyair Arab populer abad 20. Inta 'Umri adalah judul lagu penggalan syair tersebut. Lagu ini pernah dibawakan oleh Carmen Suleiman pada Arab Idol 2012. Ia berhasil membuat salah satu juri mengalirkan air matanya.

Ia pun dikenalkan dengan puisi-puisi Ahmad Rami. Penyair itu pun sampai membuat puisi khusus untuk dinyanyikan oleh sang diva. Bahkan, Tara Thuraya menulis bahwa 137 lagu Ummi Kultsum ditulis oleh Rami dari 287 lagunya. Ia mendasarkan data tersebut pada laman State Information Service Your Gateway to Egypt.

Rami tertarik dengan Ummi Kultsum. Puisinya sengaja dibuat mukhatab, orang kedua laki-laki, bukan mukhatabah. Hal ini disinyalir agar ia merasa bahwa penyanyi berjuluk Bintang Timur itu sedang mengungkapkan perasaan cinta kepadanya. Berikut penggalan salah satu puisi Rami yang dinyanyikan Ummi Kultsum.

Taghib 'anni wa layli yathul

Wa fikri fi hawaka masyghul

Kau berlalu dariku dan malam makin panjang

Sementara pikiranku sibuk dengan cintamu

(Dalili ihtar)

Selain lagu-lagu bernuansa cinta dan kerinduan, lagu lain yang Ummi Kultsum nyanyikan adalah lagu bernuansa relijius, di antaranya Wulida al-Huda dan Saluu Qalbi yang ditulis oleh Ahmad Syauqi dan digubah oleh Sonbati.

Ummi Kultsum juga menyanyikan lagu bertemakan kebangsaan. Jiwa pembelaan terhadap negaranya hidup manakala ada yang berani menyerangnya. Perang Israel dan negara-negara Arab pada tahun 1967 menginspirasi Nizar Qabbani, penyair asal Suriah, membuat puisi dengan judul asbaha indi al-ana bunduqiyah (telah ada di sisiku sepucuk senapan) pada tahun 1968.

Puisi itu pun digubah oleh Muhammad Abdul Wahhab, seorang komposer dan penyanyi Mesir pada tahun berikutnya, 1969. Mendengarnya, nuansa getir begitu terasa.

Ashbaha indi al-ana bunduqiyah | ila Filisthina khudzuni ma'akum Ila ruban hazinatin | kawajhi Majdaliyah | ila al-qibab al-khudlr | wa al-hijarati al-nabiyyah

Telah ada di sisiku sepucuk senapan | ke Palestina, bawa aku bersama kalian | ke bukit kesedihan | seperti wajah Magdalena | ke langit | dan batu kenabian

 'Isyrina 'aman wa ana abhatsu 'an ardlin wa 'an hawiyyah | abhatsu 'an bayti alladzi hunak | 'an wathani al-muhathi bi al-aslak

Dua puluh tahun aku mencari tanah dan identitas | aku mencari rumahku yang terletak di sana | mencari tanah air yang dikelilingi tali

Abhatsu 'an thufulati | wa 'an rifaqi harati | 'an kutubi | 'an shuwari | 'an kulli ruknin dafiin

Aku mencari masa kecilku | dan perkumpulan-perkumpulan di kampungku | buku-bukuku | potretku | setiap sandaran yang hangat

Perang Israel dan negara-negara Arab berlangsung sejak tahun 1948. Puisi ini dibuat 20 tahun setelah perang itu mulai berkecamuk. Sampai saat ini, Palestina masih meradang. Mereka masih mencari tanahnya, identitasnya, rumahnya, buku-buku, foto-foto, hingga masa kanak-kanak yang tak mereka rasakan.

Sudah 70 tahun mereka melawan kelaliman penjajah. Tak juga menemukan kemerdekaan. Terlebih sejak akhir tahun lalu, Amerika Serikat berencana memindahkan kedutaannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerussalem. Dua minggu ke depan, tepatnya pada Senin (14/5), AS rencananya itu mulai diwujudkan. Padahal, kota tersebut merupakan kota suci yang banyak negara mengakuinya sebagai bagian dari Palestina.

Tak seperti Amerika Serikat, Jepang melalui perdana menterinya, Shinzo Abe menyatakan akan tetap meletakkan kedutaannya untuk Israel di Tel Aviv. Hal ini ia sampaikan saat ia bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Ramallah, Selasa (1/5).

Meski di awal nuansa getir yang kentara, tetapi akhir lagu tersebut justru mengobarkan semangat. Raja Penyair Arab itu membangkitkan bangsanya untuk maju terus melawan. Liriknya menyimpan semangat penuh.

Haitsu kuntum ayyuha al-ahrar | taqaddamu | taqaddamu | ila Filisthina thariqun wahidun | yamurru min fauhati bunduqiyyah

Di manapun kalian berada, duhai orang-orang merdeka | Majulah! | Majulah! | ke Palestina hanya ada satu jalan | melalui mulut senapan

Nizar menyebutnya sebagai orang merdeka meskipun pada faktanya sedang terjajah. Taqddamu dinyanyikan dengan nada naik. Semangat perlawanan itu ia kobarkan. Penyair yang mengembuskan nafas terakhirnya di London, Inggris, itu semakin memuncak dengan menyebut bahwa mulut senapan itu satu-satunya jalan menuju Palestina. Artinya, perang menjadi satu jalan yang tak dapat dihindari menuju kemerdekaan Palestina. 


Penulis adalah pengagum Ummu Kultsum, pernah nyantri di Buntet Pesantren, Cirebon