Parlemen

Komisi VIII DPR Minta BPJPH Lakukan Inovasai dan Tingkatkan Kualitas Manajemen

Sen, 28 September 2020 | 14:30 WIB

Komisi VIII DPR Minta BPJPH Lakukan Inovasai dan Tingkatkan Kualitas Manajemen

Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Maman Imanulhaq. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online

Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan rapat dengan Kementerian Agama, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (28/9).


Salah satu agenda pertemuan antara legislatif dan eksekutif tersebut yakni membahas perkembangan Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) pada Kementerian Agama. 


Terkait hal ini, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Maman Imanulhaq mengatakan, penduduk Muslim di Indonesia mencapai 209,12 juta atau 87,17 persen dari jumlah keseluruhan warga Indonesia.


Angka itu, lanjutnya, menjadi potensi besar membangkitkan kepribadian bangsa sebagai negara dengan jumlah Muslim terbanyak di dunia sekaligus meningkatkan keuangan negara dari sektor pariwisata, makanan dan kosmetik. 


Dia menambahkan, sudah saatnya potensi tersebut dijadikan lecutan oleh BPJPH Kemenag untuk bergerak menjalankan peran dan fungsinya. Sebab selama ini eksistensinya di hadapan publik belum begitu terlihat. 


Paling penting, dalam menjalankan tugasnya, BPJPH harus menjamin kemudahan pelayanan mendapatkan sertifikat halal bagi pelaku usaha. Kata dia, selama ini keluhan yang dia terima salah satunya menyangkut berbelit-belitnya birokrasi dan lamanya mendapatkan sertifikat halal. 


“Saya ingin mengatakan bahwa BPJPH itu dua hal penting yang harus diperbaiki pertama kepemimpinan yang sangat lemah. Jadi saya tidak melihat Prof Sukoso dan kawan-kawan tidak melakukan inovasi bagaimana cara memunculkan eksistensi dari pada BPJPH. Sama sekali tidak terlihat sebagai lembaga baru,” kata Kiai Maman di hadapan Wakil Menteri Agama Zainut Tahuid, Para Dirjen Kemenag dan Kepala BPJPH Soekoso.  


Untuk mempercepat kinerja BPJH, lanjut Kiai Maman, Kemenag harus intens berkomunikasi dengan Majlis Ulama Indonesia (MUI). Komunikasi dilakukan agar tidak terjadi rivalitas antara MUI dan Kemenag sehingga kehadiran BPJPH menjadi solusi atas persoalan yang selama ini dikeluhkan para pelaku usaha. 


“Kedua saya minta kepada Wamenag komunikasi dengan MUI. Komunikasi menjadi kata kunci, sekali lagi komunikasi kata kunci,” ujarnya. 


Kiai Maman mengingatkan agar kehadiran lembaga baru ini tidak untuk bermain mata antara pemangku kepentingan. Tetapi memudahkan para pelaku usaha memverifikasi kehalalan dari setiap produk yang dibuat. 


Untuk diketahui, sejak tahun lalu Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan Undang-undang (UU) nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

 

Aturan tersebut mengamanatkan Kementerian Agama (Kemenag), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian produk. 


Regulasi yang disahkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini diatur lebih rinci oleh Peraturan Pemerintah RI nomor 31 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal.  


Tata cara memperoleh sertifikat halal bagi pelaku usaha dijelaskan pada pasal 29 sampai dengan pasal 39. Semua pelaku usaha wajib mengikuti langkah-langkah yang sudah tertuang dalam UU JPH ini.  


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Fathoni Ahmad