Parlemen

Legislator FPKB Minta Kuota Penerima Pinjaman Bagi Petani Diprioritaskan

Rab, 27 Januari 2021 | 10:35 WIB

Legislator FPKB Minta Kuota Penerima Pinjaman Bagi Petani Diprioritaskan

Anggota Komisi XI DPR RI Ela Siti Nuryamah (Foto:dpr.go.id)

Jakarta, NU Online
Anggota Komisi XI DPR RI Ela Siti Nuryamah menyampaikan sejumlah catatan kepada Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai badan layanan umum yang bertugas sebagai badan pengelola dana Ultra Mikro (UMi). Menurutnya, kuota penerima pinjaman perlu lebih ditingkatkan. Terlebih bagi sektor pertanian, perkebunan dan peternakan yang turut berperan penting dalam perekonomian di tengah pandemi Covid-19.

 

“Saat ini pinjaman ultra mikro lebih banyak diberikan kepada sektor perdagangan, misalnya kepada pedagang eceran, jumlahnya hampir 95 persen. Saya hanya ingin beri masukan, karena saat pandemi yang paling bertahan itu sektor pangan, maka petani juga harus diprioritaskan. Sementara sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan proporsinya masih 3 persen, ini perlu ditingkatkan lagi kuotanya agar bisa lebih banyak lagi yang mengakses pembiayaan dari PIP," kata Ela saat RDP dengan jajaran PIP secara virtual, Selasa (26/1) kemarin.

 

Akses permodalan dan pendampingan, juga turut disoroti Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu. Sebelumnya, Direktur Utama PIP Ririn Kadariyah sempat menjelaskan bahwa semua pihak bisa mengakses pinjaman sektor mikro yang berkisar antara Rp2 juta hingga Rp10 juta tersebut. Namun, Ela mengatakan masih banyak masyarakat di daerah pemilihannya yang masih kesulitan untuk mengakses pinjaman.

 
"Walaupun penyalurannya melalui Pegadaian, Permodalan Nasional Madani (PNM) atau Bahana Artha Ventura (BAV), tetapi dapil saya justru sulit yang mengakses. Saran saya, sebaiknya dibuat pendampingan-pendampingan yang terjun langsung ke masyarakat dan komunitas-komunitas usaha kecil yang berisikan 20-30 orang. Ini lebih menarik dan lebih jelas, sederhana dan tepat sasaran manfaatnya. Sekarang ini PIP malah lebih bisa diakses di perkotaan," ungkapnya.

 

Permasalahan data penerima juga tak luput dari sorotannya. Ela mengungkap bahwa pelaku UMKM yang menerima bantuan langsung tunai (BLT BPUM), atau bantuan presiden sebesar Rp2,4 juta, merupakan pelaku usaha yang terdaftar di lembaga-lembaga pembiayaan saja. Hal ini yang ditengarai menjadi penyebab tidak meratanya bantuan tunai bagi pelaku usaha tersebut, terlebih bagi pelaku usaha mikro yang tidak pernah terdaftar di lembaga pembiayaan manapun.

 

"Dari jumlah 468 ribu yang mengajukan, yang disetujui hanya 85 ribu saja, sisanya tidak lolos karena tidak pernah terdaftar sebelumnya, padahal ini kan soal bagaimana bantuan bisa tepat sasaran. Jadi yang penerima itu-itu saja. Penerima yang bisa mengakses, hanya mereka yang punya sejarah pinjaman terhadap lembaya pembiayaan. Masyarakat kecil yang belum terdaftar tidak terdata dan tidak dibantu, akhirnya juga tidak mendapat BLT," tandasnya.

 

Hampir sama halnya dengan subsidi bunga, yang menjadi bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ela menjelaskan, dari data PIP 195.000 yang diajukan, hanya 30.000 yang disetujui. Menurutnya jumlah ini sangat kecil, dibanding dengan alokasinya yang cukup besar. Untuk itu, perlu ada kesesuaian data pelaku usaha yang benar-benar berhak mendapat subsidi bunga.

 

"Padahal waktu Bu Menteri (Keuangan, red) mengalokasikan (dana PEN), dananya sudah sangat mengakomodir bagi usaha ultra mikro. Tetapi dari data PIP, jumlahnya baru sampai 5,4 miliar per Desember 2020, masih sangat kecil. Ini harus jadi catatan untuk kesesuaian data atau pengelompokkan yang nasabahnya tidak itu lagi, itu lagi. Jadi ini bagian dari keberpihakan kepada masyarakat kecil dan menjadi acuan untuk memperbaiki PIP ke depannya," tutupnya.
 

 

Editor: Zunus Muhammad