Parlemen

Sembako Kena Pajak, Gus Ami Minta Pemerintah Kaji Ulang

Kam, 10 Juni 2021 | 08:01 WIB

Sembako Kena Pajak, Gus Ami Minta Pemerintah Kaji Ulang

Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar.

Jakarta, NU Online
Pemerintah berencana mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok atau sembako. Wacana tersebut tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

 

Dalam draft RUU Perubahan Kelima atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) disebutkan barang kebutuhan pokok akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).


Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra H Abdul Muhaimin Iskandar meminta kebijakan itu ditinjau ulang. Menurutnya, langkah tersebut berpotensi semakin memberatkan kehidupan masyarakat bawah.

 

"Saya kira perlu ditinjau ulang. Apalagi kebijakan tersebut digulirkan di masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit," kata Gus Ami, sapaan akrabnya dalam keterangan pers, Kamis (10/6).

 

Ketua Umum PKB ini menilai, jika sembako dikenai PPN, akan membebani masyarakat. Saat ini, kata Gus Ami, pedagang pasar sedang mengalami kondisi sulit karena lebih dari 50 persen omzet dagang menurun.

 

"Kalau sembako dihilangkan dari kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN, tentu saja merugikan masyarakat karena barang kebutuhan pokok sangat dibutuhkan masyarakat," tegasnya.

 

Oleh sebab itu, lanjut Gus Ami, akan berlaku teori efek domino, yaitu masyarakat akan menurun daya belinya, terutama pekerja/karyawan perusahaan, dan perekonomian makin sulit bangkit.

 

Di sisi lain, pemerintah mengeluarkan kebijakan membebaskan PPN nol persen terhadap barang impor kendaraan dan properti untuk menggairahkan perekonomian agar usaha-usaha tersebut dapat bangkit kembali sehingga daya beli konsumen meningkat.

 

"Itu kan jadi bertentangan. Kalau kita ingin perkembangan ekonomi nasional secara agregat, seharusnya jangan tambah beban masyarakat kecil dengan PPN," tandasnya.

 

Sebagai informasi, pemerintah berencana untuk mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ada tiga skema tarif yang kemungkinan akan diterapkan.

 

Ketiga skema ini adalah tarif umum, tarif berbeda (multitarif) dan tarif final. Untuk tarif umum ini akan dikenakan kepada barang di luar barang kebutuhan pokok dan barang super mewah.

 

Adapun tarif umum tertulis dalam pasal 7 ayat 1 RUU KUP tersebut, yang menjelaskan pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12% dari saat ini yang berlaku sebesar 10%.

 

Untuk PPN multi tarif tertuang dalam pasal 7A ayat 2 yang menuliskan bahwa dalam skema ini paling rendah dikenakan sebesar 5% dan paling tinggi 25%. Tarif tertinggi ini akan dikenakan untuk barang super mewah dan tarif 5% untuk barang kebutuhan pokok atau sembako.

 

Tarif rendah dalam skema multi tarif ini tidak dikenakan untuk setiap jenis kebutuhan pokok. Terutama untuk kebutuhan pokok seperti beras dan minyak bisa dikenakan PPN hanya 1% seperti yang saat ini sudah berlaku atas barang hasil pertanian tertentu.