Pesantren

Mengenal KH Zubaidi Muslich, Pendiri MMH Jombang

NU Online  ·  Selasa, 28 Oktober 2014 | 00:30 WIB

Jombang, NU Online
Halaman Pondok Pesantren Mambaul Hikam terlihat ramai pada Sabtu (25/10/2014) malam. Ratusan santri dan undangan duduk khusyu’ mengikuti acara Haul Almaghfurlah KH M Zubaidi Muslich, sang pendiri dan pengasuh pondok yang wafat pada 15 November 2011 lalu.
<>
Malam itu, di pondok yang terletak di Desa Jatirejo, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur, atau sekitar 1 kilometer dari Pondok Tebuireng, terdengar lantunan shalawat dan ayat-ayat suci al Qur’an yang dikumandangkan para santri.

Ma’had Mambaul Hikam yang lebih dikenal dengan nama MMH di sekitar wilayah Tebuireng didirikan oleh KH M Zubaidi Muslich, putra KH Muslich Hanafi asal Banyuwangi. Kakaknya yang bernama KH Baidhowi Muslich juga mendirikan Pesantren Gading di Malang, sedangkan pondok orang tuanya dilanjutkan oleh saudaranya yang lain, yakni KH Nizar Muslich.

Pendirian MMH merupakan “perintah” dari guru-gurunya saat ia nyantri di Tebuireng, antara lain KH Idris Kamali, KH Adlan Aly, dan Bu Nyai Hj Choiriyah Hasyim, agar tidak pulang kembali ke pondok yang diasuh oleh ayahnya di Banyuwangi, namun berkhidmah di Tebuireng.

Selain berkhidmah di Madrasah Tebuireng dan Madrasah Salafiyah Syafiyah Seblak, kiai yang akrab dipanggil Buya Zubaidi ini dikenal sebagai sosok pendidik yang sangat kharismatik. Di sekitar Tebuireng, ia adalah sosok kiai yang disegani, meski bukan merupakan pengasuh di Pondok Tebuireng. Bahkan dalam setiap kegiatan besar yang digelar oleh Ponpes Tebuireng dan sekitarnya, Buya Zubaidi selalu diminta untuk menjadi pembaca doa di hadapan para kiai yang hadir.

Semasa hidupnya, ia pernah dipercaya juga sebagai Ketua MUI Kecamatan Diwek dan menjadi salah satu tokoh ulama yang disegani karena keilmuan fikihnya. Di tengah masyarakat sekitar, ia menjadi tempat bertanya terkait dengan pelbagai persoalan yang dihadapi warga.

Ketokohan Buya Zubaidi, sapaan akrabnya, diceritakan oleh para alumni yang hadir dalam acara haul tersebut. KH Miftahul Huda Thohir, tokoh ulama muda dari Gresik, yang merupakan alumni angkatan pertama MMH menyampaikan bahwa Buya merupakan sosok inspiratif bagi dirinya ketika saat ini ia pun menjadi pengasuh pesantren yang baru didirikannya di Gresik.

“Buya adalah sosok yang tidak pernah marah kepada santrinya. Selalu ramah dan bijak. Ketika menghadapi santri-santri yang mbeling sekarang dan hendak marah, saya selalu ingat pada Buya. Hingga akhirnya emosi saya bisa terkendali,” ujar KH Miftahul Huda dalam tausiyahnya.

Seorang alumni lainnya dari Pondok Pesantren Putri Seblak bercerita bahwa sosok Buya adalah pengajar yang sangat kharismatik dan disegani. “Ketika ingat kalau Buya akan mengajar dan masuk kelas, tidak ada satupun murid di kelas yang bersuara. Kelas menjadi hening, padahal Buya belum masuk kelas. Baru mendengar namanya saja, kelas sudah menjadi sunyi seketika”, papar alumni yang menyatakan nyantri di Seblak pada periode 1978 hingga 1984.

Kini Mambaul Hikam dan Madrasah Al-Hikam diasuh oleh anak-anak Buya Zubaidi, antara lain KH M Irfan, S.Ag., MHI. dan Kiai A Izzuddin, SHI., MHI.

Sementara itu, KH Marhusin Arsy, salah seorang alumni asal Ciganjur Jakarta Selatan dalam sambutannya mengingatkan para santri agar melihat penerus Buya sama seperti Buya saat hidup.

“Meski Buya sudah tiada, penerus beliau adalah satu silsilah ilmu dengan beliau. Jadi sama saja. Apalagi kita yakin bahwa guru yang tiada tetap akan mendoakan santri-santrinya. Jadi, jangan lupa untuk tetap terus berdoa untuk guru kita,” pesan Kiai Marhusin.

Acara haul tersebut, kebanyakan dihadiri oleh para alumni dari wilayah Jakarta dan sekitarnya, antara lain Wawan Saifuddin (Ciganjur), Andi Syafroni (Ciputat) yang juga dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Ali Musthofa Asrori/Mahbib)

Terkait

Pesantren Lainnya

Lihat Semua