Puisi

Puisi-puisi Gatot Arifianto

Ahad, 30 September 2018 | 17:00 WIB

Puisi-puisi Gatot Arifianto

Derita Petani, lukisan Mardadi Untung (ypkp1965.org)

Manifesto Kendeng

siapa berdendang riang saat sumur disergap kemarau panjang
atau ketika galon kerontang?

kematian tiba di dekat laut bering lantaran kompetisi dan dehidrasi
barangkali hanyalah fantasi professor evolusi genetik dari swedia
tapi biarlah kami anakanak negeri agraris belajar percaya
kisah gajah purba yang berakhir dengan rongkong ringkai
bukan omong kosong atau janji politisi yang rajin membuat sakit hati

- nandur pari thukul pari, ngundhuh pari. becik ketitik ala ketara -

persahabatan biji tanah basah memberi gizi tumbuh kami
barangkali hanyalah keajaiban tak pernah singgah silaturahmi
pada kehidupan tanpa lasah kalian yang asing
dengan mars slankers atau ketawang ibu pertiwi
tapi biarlah kami anakanak negeri agraris
menggembargemborkan gembur dan meyakini
air tak boleh dijarah dari sawah
alam tak boleh alum oleh aum kapitalis!


kami menolak jadi mammoth
yang tamat seperti pesakitan dipaksa menerima garrote
entah dengan kalian yang terpelajar
tapi tak pintar menghormati bumi
semisal sumarmi kayen pati meneguhkan hati
mengolah sampah jadi penghidupan
ketimbang menggali kuburan bagi anakanak negeri

Netrahyahimsa Institute, 6 Agustus 2016

 
Omelan Gunung Jangkung

bukti dan bakti masihlah fiksi
tiadakah nyala nyali
yang berani berlari mengibarkan al ashr
dan  ar ra’d 11 di puncak ini?

banci!

gununggunung jangkung yang kesal dalam sepi
menggumamkan benci

dari do hingga si
apa yang dikekalkan siput hanyalah fantasi
berkalikali gagal melepas cangkang imaji

Netrahyahimsa Institute, 24 Agustus 2016
 

Menonton Digong

gulungan ombak meski dilewati dengan membunuh ketakutan sejak do!
setenang penakluk siargao, maut berselancar dari davao
sembari mendendangkan lupang hinirang dengan gairah algojo

“terkecuali memilih karam. geming dan celoteh aktivis
hanya memberi peluang manis gelombang toksin
menghempas masa depan dengan bengis.
candu bukan canda! adakah kebaikan sehingga negara harus berpaling
mengamini mufakat gelap pejabat dan bandar dalam senyap?
tak! itulah kejahatan keji yang meski disikapi
dengan bagak, dengan galak, dengan tembak!”

ikan dan air tak punya kesanggupan menghindari beku dalam kulkas
gelegas kematian adalah niscaya seperti akhir bandit tajir di nusakambangan
yang sepi dari teman berbagi rezeki dan bendera setengah tiang

Netrahyahimsa Institute, 8 Agustus 2016


Percakapan di Sungai Desa

dari diam berpaling terhadap pemerkosaanpemerkosaan sungai, kelak, sampai atau tak, puluhan jarum menancapi mata dengan kisah yang mendesakdesakkan nyeri sebenar nyeri?
kopi telah tandas. 45 menit reuni mengguratkan dapur yang sepi dari ikanikan terguling dalam tepung,  nelayan merombak sampan jadi nampan pengantar jamuan, sebagai pelayan, lalu anakanak lugu tak belajar menantang arus, menghibur tumor dengan humor
kita tertawa diteguk pertama, mengenang bulan berenang riang di sungai desa: rumah yang baik untuk ikanikan sebagaimana kita, bermain petak umpet dan air, hingga berbiak untuk dijala pada suatu masa
diteguk penghabisan, matamu yang lelah kelabu memasuki gelas plastik. rindu kemudian siasia, seperti peringatan dan larangan percuma, atau mungkin tak serius terhadap pemburu logam mulia yang lasah mengalirkan asam sulfat bagi sawah, memberi upah kerbau serampung mencangkul dengan merkuri
di kali telah berakhir, kita pastikan sekali lagi, ampas mengendap tak lagi membasahi lidah, walau diperas sekuat kuda, sesemangat bima menuju kurusetra: gelanggang yang tak dimenangkan pandawa dengan katakata!

Netrahyahimsa Institute, 20 September 2016

Provokasi

pengharu bengis tak kenal haru dan lelah
menyaru pramusaji manis dan ramah adalah kita!

sebelum membangun rindang agraris
dan oksigen dengan fotosintesis humanis
ada geliat houdini melepas diri dari temali
demi dunia baru: langit biru dan matari

membekal berani, batangbatang muda semula biji
menguak gelap dari sunyi tanpa sugesti keji
: awas jatuh! jangan naik, jangan berlari!

kesetiaan adalah pengorbanan membahagiakan
diajarkan alam sebagai fakta kehidupan
bukan sulap dan halusinasi panjang terus berjalan
puluhan tahun kemerdekaan
berapa barisan gemilang dari silam yang malih masa depan?

karena itulah
rumah kelas meski berkehendak tanah!
orang tua juga pendidik harus dan haus berhasrat petani !
atau biarkan anakanak tetap jadi gelas gampang pecah
bagi negeri yang saban senin meyakini raya dengan sekedar bernyanyi

Netrahyahimsa Institute, 12 Agustus 2016


Penulis adalah Ketua PC GP Ansor Way Kanan, Lampung, Gusdurian, Sontenger, Instruktur Satkornas Banser.


Terkait

Puisi Lainnya

Lihat Semua