Pustaka

Empat Catatan Penting dari Buku Menjerat Gus Dur

Sab, 8 Februari 2020 | 03:30 WIB

Empat Catatan Penting dari Buku Menjerat Gus Dur

Buku Menjerat Gus Dur karya Virdika Rizky Utama.

Penghujung tahun 2019 jagat publik Indonesia digegerkan dengan terbitnya satu buku fenomenal “Menjerat Gus Dur” karya anak muda bernama Virdika Rizky Utama. Buku yang belum sempat di-launching tapi sudah ludes di pasaran tersebut mengungkap fakta-fakta sejarah yang otentik tentang konspirasi politik yang “menjijikkan” dalam proses pemakzulan Gus Dur dari tampuk kursi Presiden RI.

Bertepatan dengan Haul Gus Dur yang ke-10, Mas Virdi (sapaan penulis) seolah memberikan semangat dan kekuatan baru, baik untuk seluruh pecinta Gus Dur maupun publik pada umumnya yang penasaranakan kebenaran sejarah dalam proses pemakzulan Gus Dur yang selama ini masih diselimuti awan hitam ketidak pastian.

Kekuatan dan semangat tersebut bukan bertujuan untuk menghakimi mereka yang terlibat dalam proses persekongkolan tersebut apalagi “balas dendam”, melainkan kekuatan dan semangat untuk terus mengkampanyekan dan memupuk nilai-nilai Gus Dur yang sangat arif dan bijak dalam mengarungi kehidupan. Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh putri sulung Gus Dur yaitu Mbak Alissa Wahid bahwa “Buku ini mengungkap data-data yang mengarah pada sebab dan rencana penjatuhan Gus Dur oleh kekuatan oligarki politik. Pengungkapan data-data sejarah perlu terus menerus diupayakan.

Bukan untuk membalaskan dendam, melainkan sebagai pelajaran agar kita tak selalu diwarisi awan gelap masa lalu dan agar catatan sejarah dapat diluruskan”. Ada beberapa hal yang sangat menarik dari buku ini yang menyebabkan buku ini menjadi fenomenal dan bermutu.

Pertama, yaitu lampiran yang berupa dokumen otentik proses pemakzulan Gus Dur yang disebut dengan Skenario Semut Merah (Semer) yang ditulis oleh Fuad Bawazier kepada Akbar Tanjung dengan melibatkan beberapa nama besar tokoh nasional didalamnya dengan tugasnya masing-masing.

Sehingga buku ini tidak hanya sebatas teori dan artikulasi penulis buku terhadap catatan-catatan sejarah masa lalu yang akan melahirkan kebenaran yang relatif sebagaimana catatan tentang pelengseran Gus Dur sebelum-sebelumnya, melainkan buku ini menjadi uraian fakta dengan hadirnya dokumen otentik yang super rahasia tersebut.

Kedua, dari hasil obrolan saya dengan penulis beberapa waktu lalu bahwa penulis bukanlah orang yang terlibat dan aktif dalam struktur Nahdlatul Ulama (NU) baik di IPNU, PMII, Ansor atau lainnya, bahkan Mas Virdi dengan kerendahan hatinya juga tidak berani mengaku kalau beliau adalah Nahdliyin. Penulis hanya seorang yang memiliki ketertarikan terhadap ide-ide dan gagasan seorang Gus Dur karena sebelumnya penulis juga menulis gagasan Gus Dur tentang Forum Demokrasi (Fordem).

Sehingga hal ini setidaknya mengkonfirmasi kepada publik bahwa kandungan dan subtansi buku ini adalah sangat objektif dan fair karena ditulis dengan tanpa adanya sentimen kepentingan golongan dan tujuan penulis juga bukan karena dorongan ego kelompok, melainkan murni kerja-kerja intelektual dan literasi. Tidak sedikit nahdliyin atau pecinta Gus Dur yang menganggap bahwa penulis adalah washilah dari tuhan untuk membuktikan ungkapan Gus Dur yang terkenal yaitu “nanti sejarah yang akan membuktikan”.

Namun akan menjadi lain ceritanya andai penulis adalah orang yang lahir dan aktif dikalangan struktur NU. Karena buku tersebut akan dianggap sebagai agitasi politis kepada publik (khususnya nahdliyin) dalam mengungkap sejarah lalu dengan tujuan untuk mencari pembenaran dan lebih jauh sebagai media untuk balas dendam.

Ketiga, setelahbuku ini terbit tidak ada satupun nama-nama yang disebut memberikan bantahan secara konkrit by data dan menepis semua tudingan-tudingan yang termaktub dalam dokumen rahasia tersebut, semianya terkesan hanya diam seolah mengiyakan. Kecuali sependek yang saya tahu hanya Fuad Bawazier dan Azyumardi Azra yang melakukan sanggahan terhadap isi buku tersebut. Fuad menyebut buku dan penulisnya adalah sampah.

"Biarkan (buku) sampah dibaca sampah, barang sampah, penulisnya sampah. Bagi saya begitu saja karena tidak memenuhi kadar. Gak ada yang bisa memperkuat satu pun bahwa ada dokumen yang seperti itu" sebutnya seperti dikutip dari CNN Indonesia. Justru dengan statement Fuad yang seperti itu semakin meyakinkan publik bahwa memang isi dalam dokumen tersebut adalah benar dan dialah salah satu dari sekianbanyak aktor pelengseran Gus Dur. Kecuali Fuad memberikan klarifikasi yang berbasis data dan bisa dipertanggung jawabkan.

Sedangkan Azyumardi Azra menyanggah bahwa dia terlibat dalam operasi tersebut. Namanya disebut dalam dokumen tersebut sebagai orang yang melakukan penggiringan opini publik dengan narasi-narasi yang mengarah pada pemojokan sosok Gus Dur sebagai Presiden RI yang gagal. Guru Besar Sejarah Peradaban Islam Uin Jakarta itu berdalih mana mungkin dia terlibat karena Gus dur sangat dekat dengan kampus UIN Jakarta yang pada saat itu Azyumardi adalah rektornya bahkan Gus Dur sempat menjadi pembimbing untuk mahasiswa UIN.

Alasan yang disampaikan oleh mantan Rektor UIN Jakarta yang memperoleh titel Commander of the Order of British Empire dari Kerajaan Inggris tersebut tidak sama sekali mengafirmasi kalau dia tidak terlibat, karena hanya sebatas alasan argumentatif yang tidak disertai dengan data atau dokumen yang mendukung.

Lain halnya dengan Priyo Budi Santoso, nama yang disebut juga dalam dokumen tersebut mengakui bahwa keterlibatannya dalam konspirasi pemakzulan Gus Dur merupakan reaksi atas ketidakadaan pilihan. Hal itu dilakukan usai Gus Dur mengeluarkan dekrit. "Kalau masuk masalah pribadi, saya termasuk di menit-menit terakhir (Gus Dur), saya ikut ngritik Gus Dur. Tapi kalau suruh milih, tidak setuju untuk dilengserkan. Tapi, itu semua pelatuknya adalah dekrit. Nggak ada pilihan lain," kata Priyo saat diskusi buku "Menjerat Gus Dur" di kantor IDN Times, Rabu (7/1).

Keempat, hal lain yang menarik adalah diski “HMI Conection”.Munculnya istilah HMI connection mungkin didasarkan karena pada saat itu ketua DPR (Akbar Tandjung) dan ketua MPR (Amien Rais) merupkan mantan kader HMI yang saat itu getol menyuarakan agar Gus Dur segera mengundurkan diri dari kursi jabatan presiden. Selain itu nama lain yang disebut dalam dokumen tersebut diantaranya ada nama Ketua Umum PB HMI Kanda Fakhruddin. Ia disebut mengkoordinir seluruh BEM PTN dan PTS untuk menuntut Gus Dur mundur. Istilah tersebut adalah sebutan Gus Dur terhadap sejumlah orang-orang yang dideteksi merongrong kekuasaannya.

Tentu hal ini membuat HMI Conection (baik HMI mudamaupun HMI muda) meradang. Terlebih ketika Gus Dur memecat sejumhlah menteri yang salah satunya adalah Jusuf Kalladari pos kementerianperindustrian. Memang rekam jejak hubungan Gus Dur dengan HMI Conectionterbilang “kurang harmonis” dalam catatan sejarah. Sebut saja ketika Majalah Panji Masyarakat No. 790 tahun XXXV secara garis besar memuat bahwa “Gus Dur Tuding KAHMI Selalu Pelaku KKN” hal ini didasarkan kasus Eddy Tansil. Perseteruan dengan ICMI yang salah satu creatornya Maduddin Abdul Rahim adalah mantan kader HMI, dan lain-lain.

Akhirnya dari sekian banyak uraian yang telah disampaiakan oleh berbagai tokoh, media dan kanal-kanal informasi lain tentang pelengseran Gus Dur satu hal yang harus kita petik bahwa proses praktek politik Di Indonesia tidaklah hitam-putih an sich, melainkan sangat abu-abu dan dinamis. Dalam perjalanan politik di negara kita tidak ada yang selamanya bersama, semua masih hanya soal kepentingan akan kekuasaan. Mari kita lihat hari ini, mereka yang dulunya bersebrangan saat ini bisa bergandengan tangan, begitupun sebaliknya. Termasuk beberapa tokoh-tokoh nasional yang disebutkan dalam dokumen pelengseran Gus Dur tersebut hari ini mesra dengan barisan pendukung Gus Dur.

Selain itu, kita sebagai masyarakat yang beradab dan terhormat sekaligus pecinta Gus Dur sudah selakyaknya mengikuti teladan yang diberikan oleh Gus Dur. Bahwa kita tidak disarankan untuk membenci apalagi menghardik mereka-mereka yang terlibat, cukup kita maafkan semuanya namun jangan kita lupakan sebagai pelajaran berharga dimasa yang akan datang, sebagaimana istilah Gus Dur “maafkan iya, tapi lupa tidak”. Ingat bahwa kebenaran akan selalu menemukan jalannya sendiri. Tabik!
 

Peresensi adalah Zaenal Arsyad Alimin, aktif di Lembaga Ta’lif wan Nasyr PBNU.

Identitas buku
Judul: Menjerat Gus Dur
Penulis: Virdika Rizky Utama
Penerbit: PT Numedia Digital Indonesia
Cetakan: III, Januari 2020
Tebal: xxi+ 376 halaman